Diam-diam Mencintai Mantan Suami
Seminggu ke depan Marisa mendapat cuti tahunan dari perusahaan tempatnya bekerja yang baru diambilnya tahun ini. Marisa tidak mempunyai rencana liburan kemana-mana. Namun, karena desakan sang adik, yaitu Marqisa yang mengajaknya liburan, akhirnya Marisa mengisi waktu cutinya dengan liburan ke sebuah pantai di Jawa Barat, yaitu Pantai Pangandaran.
Marisa dan Marqisa memutuskan berangkat dengan menaiki jasa travel yang bisa mengantarnya sampai tujuan. Dengan ijin dari kedua orang tuanya, Marisa dan Marqisa akhirnya berangkat.
"Kami pergi liburan dulu, ya, Bu, Pak. Assalamualaikum," pamit keduanya kompak.
"Wa'alaikumsalam, kalian hati-hati di sana, semoga selamat dalam perjalanannya," sahut Bu Mariam seraya melambaikan tangannya di iringi Pak Maryana yang juga melambaikan tangan untuk kedua putrinya.
Perjalanan menuju pantai Pangandaran lumayan lama, sekitar kurang lebih 7,5 jam. Semua itu dilalui travel dengan berbagai rintangan, yakni macet dan antri saat di tol.
"Akhirnnya sampai juga, setelah melewat perjalanan yang cukup jauh," guman Marqisa seraya membanting tubuhnya di atas kasur hotel kelas menengah. Wajahnya tengadah ke langit-langit hotel menikmati sejuknya ruangan berAC.
"Ayo, kita nikmati dulu minuman sambutan selamat datang dari pihak hotel, kakak sudah haus nih," ajak Marisa saat beberapa menit yang lalu salah satu pelayan hotel mengantar dua buah minuman ke kamar yang ditempati Marisa dan Marqisa.
"Wah, segarnya," tukas Marqisa sambil menunggingkan gelas bercawan itu ke atas mulutnya. Marina geleng-geleng kepala dengan tingkah konyol sang adik yang menghabiskan minumnya sampai tandas sehingga ditunggingkan di mulutnya.
"Ayo, sebelum kita jalan-jalan di pantai, lebih baik kita mandi dulu. Lalu setelah itu kita makan sore," ujar Marisa mengajak adiknya mandi sebelum jalan-jalan.
"Asikkk, jalan-jalan! Kali aja ada yang nyangkut, ya, Kak, duren," celetuk Marqisa sembari tertawa.
"Ihhh, apa-apaan sih Qis, kamu mau nyari duda di sini? Kita ini lagi senang-senang bukan mau cari duda. Memang kamu demen duda, ya?" sergah Marisa kepada Marqisa yang dianggapnya bicara sembarangan.
"Dudanya bukan untuk aku, Kak. Tapi untuk Kakak si janda lima tahun, ehehehehe," ledeknya sambil berhambur ke kamar mandi hotel karena takut ditimpuk bantal oleh sang Kakak.
"Huhhhh, Marqisa nyebelin, mentang-mentang aku janda lima tahun, seenaknya meledek. Awas, ya, tahu rasa nanti," dumelnya kesal yang melihat sang adik berlari menuju kamar mandi.
Setelah keduanya mandi dan berdandan ala gadis kota yang sederhana, mereka berdua segera keluar dari kamar hotel dan mengunci kembali pintu hotel dengan sebuah kartu.
Mereka berjalan beriringan, Marisa berada di depan sambil menerima sebuah panggilan telpon dari sang ibu. Sedangkan Marqisa berada di belakangnya sembari matanya jelalatan menikmati suasana lorong hotel. Sejenak Marqisa tertegun saat matanya tertuju ke kamar hotel nomer 109. Dari pintu itu keluar seorang pria dewasa yang seperti dikenalnya bersama seorang anak kecil sekitar lima tahun.
"Mas Raka, sepertinya itu Mas Raka. Ah, benar itu Mas Raka." Marqisa menebak seraya mengamati pria dewasa yang baru keluar dari kamar hotel tempat wisata itu. Marqisa yakin anak kecil yang bersamanya merupakan anak dari pria yang disebutnya Mas Raka itu, yakni mantan kakak iparnya lima tahun yang lalu.
"Pasti Mas Raka sengaja liburan juga ke pantai ini bersama istrinya. Wah, gawat kalau Kak Marisa tahu dan bertemu dengan Mas Raka. Alamat perang dingin akan dimulai lagi."
"Qisa, cepat dong, lelet amat!" Marisa mengingatkan adiknya yang masih tertegun mengamati pria dewasa yang dilihatnya tadi. Marqisa berlari kecil menghampiri Kakaknya yang sudah lebih dulu.
Tiba di pantai mereka berdua sangat menikmatinya. Berkejar-kejaran layaknya ABG dan bermain pasir. Kadang ombak pantai yang ombaknya pasang dikejar Marqisa dengan tawa centilnya yang khas.
"Kak Risa, foto aku, ya, kalau ombaknya sudah pasang. Nanti ambil fotonya saat aku jumping, ya." Marqisa memberi arahan pada Kakaknya layaknya sang Fotografer. Marisa hanya mengangguk pelan, terpaksa dia harus mengikuti adiknya itu.
"Ayo, Kak, kita foto bersama, minta tolong Ibu tukang jualan kopi itu," tunjuknya pada seorang ibu-ibu penjual kopi di pantai itu. Marisa setuju dan berusaha minta tolong pada Ibu penjual kopi.
"Jepret, jepret." Mereka berhasil diambil beberapa foto oleh Ibu penjual kopi pantai itu.
"Terimakasih, ya, Bu," ucap Marisa seraya melihat hasil jepretan si ibu penjual kopi tadi. Marisa nampak tersenyum saat melihat hasil foto si ibu tadi, dia kagum dengan hasil yang bagus foto tersebut.
"Wah, bagus banget, Kak. Ternyata ibu penjual kopi tadi pandai ambil gambar yang pas, ya? Hasilnya juga cantik." Marqisa memuji hasil jepretan ibu tukang kopi tadi. Marisa juga sangat puas dengan hasil jepretan ibu tadi.
"Ayo, Kak kita masuk kamar hotel saja, aku pengen boker nih." Tiba-tiba Marqisa mengeluh pengen buang hajat.
"Di sini saja, nanti malah kebelet kalau harus ke hotel dulu. Ayolah, cepat. Itu di depan ada penunjuk arah toilet, kamu di sana saja bokernya," suruh Marisa menunjuk sebuah plang petunjuk. Marisa tidak membantah, dia segera bergegas menuju toilet.
Karena merasa bosan, Marisa yang harus menunggu lama sang adik boker, iseng dia berjalan-jalan ke taman sekitar hotel tempat mereka nginap. Taman di hotel ini didominasi hampir 90% tanaman berbunga, selain wangi dan indah Marisa memang sangat suka dengan bunganya. Ada bunga Dahlia dan Zinitia dan lain-lain.
Ketika Marisa akan melangkah menuju bunga Dahlia, tiba-tiba seorang gadis kecil berlari mengejar sebuah balon yang terbang lalu jatuh ke dalam got setinggi satu meter.
Malangnya, kaki si gadis kecil itu ikut terperosok dan jatuh ke dalam got. Sehingga marabahaya itu tidak bisa dielakkan lagi.Marisa tentu saja kaget dan refleks berlari menuju gadis kecil itu jatuh. Kemudian suara jeritan bocah cantik dan teriakan Marisa sama-sama terdengar mengkhawatirkan.
"Awwww," jerit anak itu melengking.
"Awasss," teriak Marisa kaget seraya berlari ke arah anak yang terlanjur jatuh ke dalam got sedalam satu meter. Pantas saja jatuh, lebar gotnya saja luas selebar satu meter, sehingga sulit jika harus dilangkahi kaki kecil dan masih pendek seperti anak kecil itu.
Sejenak Marisa berpikir dalam hati, "Kemana orang tua gadis kecil ini? Tega-teganya tidak mengawasi anaknya saat bermain."
Anak kecil itu terbujur sambil menangis, Marisa memanggilnya seraya mengulurkan tangan. Namun sepertinya kaki anak itu terkilir sehingga tidak bisa berdiri. Dengan rasa belas kasihan yang tinggi, akhirnya Marisa turun ke dalam got untuk membantu anak kecil itu naik.
"Adik kecil, ayo kakak bantu. Kakak gendong saja, ya, karena sepertinya kaki kamu sakit," tukas Marisa mengulurkan tangannya. Anak kecil itu hanya bisa mengangguk seraya meringis.
Marisa menggendong anak kecil itu, lalu bersiap menaiki got yang tingginya satu meter. Tidak lupa balon yang dikejar anak itu dinaikkan juga. Karena tidak ada pegangan yang bisa menolongnya berpegangan, akhirnya Marisa memutuskan meletakkan anak kecil itu duluan di permukaan tanah di samping balon yang tadi.
"Ayo, kamu duduk dulu di sini, Kakak harus naik mengangkat kaki untuk ke permukaan tanah ini," ujarnya. Saat Marisa akan naik, tiba-tiba sebuah tangan mengulurkan bantuannya. Siapakah dia?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Kenzi Kenzi
lnjutttken
2023-11-19
1
Neng Weltry
ini baru cerita yang beda
2023-11-18
1
Nasir
Ok Kak, trmksh sdh mampir.
2023-10-04
0