"Kak, Kak Risa," Panggil Marqisa yang kini sudah berada di dalam kamar hotel. Rupanya Marisa sedang menjalankan ibadah sholat Maghrib. Marqisa lega melihatnya. Lantas Marqisa segera ke kamar mandi dan membersihkan diri. Setelah tadi kena pasir, dan ombak pasang air laut yang membuat sekujur tubuhnya terasa kotor dan lengket.
Lima belas menit kemudian Marqisa menyudahi mandinya, Marqisa melihat kakaknya sudah duduk di depan meja rias kamar hotel itu.
"Qisa, syukurlah kamu sudah pulang, tadi kakak sempat panik saat ombak pasang itu tiba-tiba muncul, kakak takut kenapa-kenapa dengan gadis kecil itu dan kamu. Tadi, apakah dia benar-benar tidak apa-apa?" tanya Marisa khawatir.
"Tidak, Kak, Cila baik-baik saja. Dia tidak kurang satu apapun. Lalu, kenapa Kak Risa tadi pergi duluan, Cila tadi mencari lho, bahkan saat aku mau pergi saja dia sangat sedih dan bilang dia tidak mau aku pergi dan tidak mau Tante yang pernah menolongnya masuk got celaka. Sungguh menggemaskan anak itu," cerita Qisa diakhiri kata pujian sambil tersenyum.
"Jadi, namanya Cila?" yakin Risa.
"Nama dia Marcila tapi dipanggil Cila. Lalu apakah benar Kak Risa pernah menolong Cila dari got?" Qisa penasaran.
"Iya, siang tadi aku sempat menolongnya, Cila masuk got saat dia mengejar balon yang jatuh ke dalamnya. Tapi tidak disangka dia bersama Papanya yang ternyata adalah Mas Raka," jawabnya dengan mata yang menerawang.
"Padahal sebelumnya aku sudah melihat Mas Raka dengan Cila saat kita keluar kamar hotel, Mas Raka nginap di kamar nomer 109. Tapi aku sengaja tidak bilang sama Kakak karena takut Kakak kepikiran lagi dengan masa lalu."
"Oh, ya? Mas Raka nginap di hotel ini juga?" kejutnya tidak menduga.
"Huuh, aku tadi sempat lihat pas Mas Raka keluar dari kamar nomer 109. Aku menduga Mas Raka bersama istrinya, tapi ternyata tidak," cetus Qisa.
"Kenapa kamu tahu Mas Raka tidak bersama istrinya? Sok tahu, kamu."
"Benar, Mas Raka tidak sama istrinya. Dugaan ini diperjelas setelah tadi Cila ngomong ke aku kalau dia tidak punya mama dengan wajah yang sedih," ujar Qisa lagi sembari membayangkan betapa sedihnya Cila tadi.
"Ah yang benar?"
"Menurut pengakuan Cila, begitu."
"Lalu kemana istri Mas Raka yang baru?"
"Aku tidak tahu, yang jelas saat Cila bilang bahwa dia tidak punya mama, dia terlihat sangat sedih. Atau, istrinya bandel juga kayak Kakak dulu," ucap Qisa sembari sedikit menyinggung masa lalu Risa yang dulu tidak bertanggung jawab sebagai istri.
"Kamu ini selalu nyindir aku, aku ini Kakakmu. Aku tahu aku salah, tapi jangan disindir terus, dong. Aku, kan, jadi merasa bersalah," semprot Risa kesal sama Qisa yang menyinggung masa lalunya saat masih jadi istri Raka.
"He, he, he, aku tidak bermaksud menyinggung, tapi aku sengaja nyindir," ujarnya seraya menjauh dari sang Kakak yang sudah nampak ingin melempar bantal.
"Lalu kemana istrinya Mas Raka, kenapa mereka cuma berdua saja?" Marisa nampak rasa ingin tahunya dengan wajah yang serius.
"Entahlah Kak, aku juga tidak tahu. Ahhhh, sudahlah, tidak perlu memikirkan urusan orang lain, lebih baik kita siap-siap turun ke bawah, sebab habis Isya kita akan makan malam. Benar, kan, Kak?" ujarnya sembari memegangi perutnya yang sudah lapar.
"Beledagggggg, jelegurrrrr." Suara petir di luar, tiba-tiba terdengar nyaring mengejutkan Risa dan Qisa yang masih sibuk mempersiapkan diri akan turun ke bawah untuk makan malam.
"Astaghfirullah," ucap mereka kompak sembari refleks berpelukan.
"Ya ampun, kaget aku," sambung Qisa sambil melepaskan pelukan Kakaknya.
"Sepertinya hujan akan lebat, aku khawatir ombak itu pasangnya sampai halaman hotel," ujar Risa was-was.
"Semoga saja nggak. Ya, sudah sebaiknya kita keluar kamar dan turun ke bawah untuk makan malam," ajak Marqisa menuju pintu diikuti Marisa.
Sementara di kamar 109, Bi Rasmi yang masih memakaikan baju untuk Cila, nampak tengah menenangkan gadis kecil imut yang manis itu karena ketakutan dengan suara petir yang kencang barusan.
"Ayo, Non, kita segera ke bawah menuju Papa Non Cila yang sudah di restoran," ajak Bi Rasmi setelah selesai memakaikan baju buat Cila. Cila nampak masih takut, dia tetap merangkul Bi Rasmi tidak mau lepas.
Bi Rasmi segera menuju pintu sambil memangku Cila. Saat keluar tiba-tiba Cila berteriak memanggil seseorang.
"Tanteeee, Tante Qisa, Tante yang nolong di gottt," teriaknya membuat Bi Rasmi terkejut dan heran sembari melihat siapa yang dipanggil Nona kecilnya.
"Siapa Non?" tanya Bi Rasmi heran.
"Itu, mereka orang yang pernah nolong aku, Bi. Tungguin mereka Bi, aku mau sama mereka makan malamnya," ujarnya seraya berontak ingin turun. Bi Rasmi menurunkan Cila perlahan dan melihat ke arah dua orang perempuan muda yang menghampirinya sambil tersenyum.
"Cila, kamu sedang apa di sini?" tanya Qisa seraya meraih tangan gadis kecil itu yang mengulur pada Qisa dan Risa. Keduanya akhirnya menuntun tangan Cila, yang kiri dipegang Risa dan yang kanan dipegang Qisa.
"Bi Rasmi, inilah mereka yang menolong aku saat di got dan kena ombak pasang tadi." Cila memperkenalkan Risa dan Qisa pada Bi Rasmi. Risa dan Qisa manggut seraya memperkenalkan dirinya masing-masing.
"Saya Risa, dan ini adik saya Qisa," ucap Risa memperkenalkan dirinya pada Bi Rasmi.
"Oh, iya, Non. Saya Bi Rasmi pengasuh sekaligus pembantu rumahnya, Den Raka. Lalu Non berdua ini mau kemana, apakah searah dengan tujuan kami? Kalau kami mau nyusul Papanya Non Cila ke restoran hotel di bawah," sambut Bi Rasmi ramah sembari menjelaskan tujuannya kemana.
"Wah, tujuan kita sama, Bi. Sebaiknya kita barengan saja turun ke bawah," ujar Qisa senang, sementara Risa memberi senggolan di pinggang Qisa memberi kode.
"Apa Kak?" tanya Qisa membisik.
"Kalau Papanya tidak senang melihat kita bagaimana?"
"Lha, kan tujuan kita sama ke sana. Ya, sudah, Kak Risa santai saja jangan merasa takut dulu atau kepedean dulu, jangan-jangan Mas Raka tidak peduli dengan kita." Ucapan Qisa ada benarnya, lagipula mereka mau ke restoran untuk makan malam bukan untuk mengganggu keberadaan Raka.
Tiba di restoran, Cila segera mencari Papanya yang ternyata dari pintu masuk restoran sudah kelihatan batang hidungnya menempati satu meja yang muat untuk enam orang, yang letaknya paling ujung.
"Papaaaaa," teriaknya sembari berlari menuju Raka. Sementara Risa dan Qisa segera mencari meja yang masih kosong untuk mereka tempati.
"Di sini saja Qis, sepertinya agak jauh dari Papanya Cila. Ayo, sebaiknya kita segera ambil makan kita di meja prasmanan itu." Risa segera mengajak adiknya menuju meja prasmanan hotel yang sudah berjejer menghidangkan berbagai menu makanan yang menggiurkan lidah. Semua makanan yang tersaji di hotel ini sudah dibayar bersama penginapan, jadi mereka tinggal ambil gratis sesuai ketentuan, yakni satu lauk apa saja, sayuran, sambal serta lalapan, jika ambil lebih dari itu, penghuni hotel wajib nambah uang.
"Tidakkkk, aku mau makan satu meja sama Tante dua itu. Papa jangan halangi aku." Teriakan Cila terdengar sampai telinga Risa dan Qisa. Orang-orang di sekitar mereka saling pandang. Raka menjadi bimbang dan hal ini pasti bikin suasana jadi riuh dan memalukan.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Sena judifa
kasian jg nih cila
2023-09-24
1
auliasiamatir
anak nya udah mulai jadi mak comblang 🤣🤣🤣
2023-09-17
0