Dua buah tangan mungil tengadah dengan wajah imut nan cantiknya ikut mendongak. Dia meminta bola yang kini ada di tangan Marisa. Marisa menurunkan tubuhnya dan berjongkok menyamai tinggi gadis mungil yang tadi sempat ditolongnya saat jatuh ke got.
"Tante? Ini tante yang tadi menolong aku, bukan?" tanyanya menyakinkan.
"Betul, tante memang orang yang tadi menolong kamu saat masuk got," jawab Marisa seraya meletakkan bola itu di tangan gadis kecil itu. Jantung Marisa langsung berdegup seketika, sebab dia sudah tahu siapa sebenarnya bapak gadis kecil di hadapannya ini. Setelah bertemu dengannya rasa bersalah di masa lalu seolah menyelinap dalam dada Marisa.
"Sayanggg, tuh, kan, kalau Papa yang lempar nanti kejauhan dan kena orang lain," sergah suara khas seseorang yang ternyata masih Marisa hafal suaranya.
"Mas Raka," seru Marisa sambil berdiri dan hendak berbasa-basi sejenak dengan Raka. Namun, Raka segera menarik lengan gadis kecil itu dan pergi begitu saja seperti ingin menghindari Marisa.
"Kak Risa. Kak Risa masih kenal dengan lelaki itu, kan?" Marqisa tiba-tiba menghampiri dan bertanya dengan memasang wajah heran dan kaget, sebab Marqisa tidak menduga bahwa Kakaknya akan bertemu secara tidak sengaja dengan mantan suaminya lima tahun yang lalu.
"Papaaaa, aku ingin main bola dengan Tante itu sebelum kita masuk ke kamar hotel," pinta gadis kecil itu sambil merengek dan memaksa Papanya untuk memutar tubuhnya kembali. Marisa dan Marqisa mendengar rengekan gadis kecil itu, keduanya masih di situ berdiri saling pandang.
"Kita pergi saja Kak, sebelum istrinya datang, aku tidak mau istrinya salah paham terhadap kita terutama terhadap Kak Risa," usul Marqisa was-was. Marqisa takut kakaknya dijadikan korban salah sasaran kecemburuan istri orang karena melihat anaknya dekat dengan perempuan lain. Terlebih sikap Raka yang tidak bersahabat saat melihat Marisa, Marqisa bisa menyimpulkan, mantan suami kakaknya itu masih mengenang pahitnya masa lalu bersama kakaknya, meskipun saat perceraian kakaknya lima tahun yang lalu Marqisa masih ABG, tapi dia sudah paham betul kejadian dan penyebab perceraian itu apa.
Marisa setuju dengan usuk adiknya itu, mereka mulai membalikkan badan dan melangkah meniggalkan tempat itu.
"Tanteeee, jangan pergiiiii!" teriak seorang bocah ke arah Marisa dan Marqisa, sudah bisa ditebak itu pasti gadis kecil itu.
"Tante, kenapa aku panggil kalian pergi begitu saja? Apa kalian tidak suka bermain dengan anak kecil?" ulang gadis kecil itu membuat Marisa dan Marqisa dilanda bingung.
"Ayo, Sayang, jangan paksa mereka untuk bermain denganmu. Mereka ada kesibukan lain. Apalagi ini sebentar lagi malam, lebih baik kita kembali ke kamar," paksa Raka meraih tubuh kecil itu ke dalam pangkuannya.
"Tidakkk, aku hanya ingin main sebentar sebelum malam," pintanya lagi. Marisa tidak tega, dia membalikkan tubuhnya dan segera berlari menuju anak kecil itu. Marqisa ingin mencegahnya, tapi tidak keburu.
"Ijinkan aku sebentar bermain dengan anakmu, Mas. Aku tidak akan menyakitinya," ujar Marisa menatap penuh permohonan pada Raka yang menatap tajam ke arah Marisa.
"Ayo Tante, kita bermain bola dan pasir. Papa tunggu saja di sini, ya," celotehnya polos seraya berontak dari pangkuan Papanya . Gadis kecil imut yang cantik menggemaskan itu berlari dan memegang jemari Marisa erat seakan takut dilepaskan.
Akhirnya Marisa dan Marqisa bermain bola dan pasir di pantai itu sesuai keinginan gadis kecil itu. Meskipun Marisa merasa canggung dan malu berada di hadapan mantan suaminya, tapi Marisa berusaha setenang mungkin saat bermain bersama anaknya Raka.
"Huhhhh, takdir apa lagi yang direncanakan Tuhan sehingga aku dipertemukan kembali dengan mantan istri sok ABG itu. Kenapa harus bertemu dan kenapa Cila tiba-tiba mau dan lengket dengan Marisa?" dumel Raka di dalam hati.
2Sampai kapanpun Raka akan ingat perlakuan Marisa dulu saat masih menjadi istrinya. Mereka dijodohkan dan tidak ada cinta sama sekali diantara mereka. Namun, Raka sebagai pria yang lebih dewasa dari Marisa kala itu, dia berusaha mencintai dan menerima Marisa apa adanya, tapi tetap saja Marisa yang masih belia saat itu belum juga bisa membuka hatinya dan mencintainya, malah kegiatan sehari-harinya dia habiskan berkumpul dengan teman-temannya, bukan mengurus rumah tangga.
Mungkin, Raka juga salah telah menerima perjodohan begitu saja dari kedua orang tuanya, berharap silaturahmi antara kedua orangtuanya berlanjut dengan perjodohan mereka. Karena Raka tidak mampu bertahan dengan sikap Marisa yang tidak peduli, akhirnya Raka menyerah dan rumah tangga itu bertahan cuma satu tahun.
**
Raka masih memperhatikan interaksi antara anaknya dan kedua adik kakak itu begitu akrab. Dan dengan waktu yang terhitung cepat mereka mudah dekat. Raka tahu mungkin Cila sedang merindukan sosok seorang Mama yang selama ini dia rindukan. Wajar saja Cila merindukan sosok seorang Mama, sebab sejak usia Cila dua tahun, Mamanya Cila atau almarhumah istrinya meninggal dunia akibat penyakit leukimia yang menggerogoti tubuhnya.
Raka sadar betul apa yang dirasakan Cila saat ini, dia merindukan kasih sayang seorang Mama untuk menemani hari-harinya, tapi apa dikata, istri yang dia cintai telah berpulang ke hadirat sang Khalik dan meninggalkan Cila yang masih batita kala itu.
Sehingga saat ini pun Raka belum mau membuka hatinya untuk perempuan lain, yang jelas sosok Marsela ibu kandung Cila belum bisa digantikan oleh perempuan manapun.
Jeritan dan celotehan bahagia dari bibir sang anak terus mengalir, Raka melihat betapa bahagianya Cila saat ini menikmati kebersamaan dengan orang asing yang baru saja dikenalinya. Namun Cila seakan sudah sangat dekat dan tidak terlihat canggung.
"Papaaa, ayo ikut main, sebentar saja," tarik Cila tanpa Raka sadari sebelumnya sehingga Raka tidak bisa menolaknya. Dengan terpaksa Raka berdiri dengan hati yang kesal. Cila terus membawa Papanya ke tengah pemainan lempar bola, dan bagi siapa saja yang tidak bisa menangkapnya, maka akan diberi hukuman yaitu dilumuri pasir di wajahnya.
Mereka berempat masih bermain dengan rasa canggung yang masih dirasakan Marisa, sedangkan Raka dengan wajah tanpa senyum masih menerima lemparan bola dari ketiga perempuan beda usia itu dengan mulus.
"Awghhhh," jeritan dari mulut Marisa refleks terdengar saat Marisa gagal menerima lemparan bola dari Raka, sehingga Cila memutuskan menghukum Marisa.
"Tante gagal terima bola dari Papa, jadi Papa harus menghukum Tante. Karena siapapun yang melakukan kesalahan harus dapat hukuman," celoteh gadis kecil imut itu seakan mengorek kesalahan lama Marisa kepada Raka di masa lalu. Marisa terhenyak dan ingin menghindar, tapi atas kesepakatan tadi terpaksa Marisa harus menerima hukuman itu.
"Ayo Papa, ambil pasirnya untuk dibalurkan ke wajahnya Tante," ujar Cila memberikan aba-aba. Raka berpikir sejenak dengan perintah gadis kecilnya, haruskah ia melakukan itu? Namun ketika dia ingat masa lalu, sepertinya inilah kesempatan untuk membalaskan sakit hati pada Marisa di masa lalu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Nur Hidayah
udah gedhe hukumnya diranjang bikin adiknya cila tp dohalalkan dulu ya
2025-01-07
1
Kenzi Kenzi
leukimia?iso nurun neng anak e to thor?....chila,..bgmn nasib e..semoga ikut gen bapak e
2023-11-19
1
anggita
raka... cila... marisa😏
2023-10-01
1