Penantian Restu
Oei Sansan atau memiliki nama Indonesia Sania Winata adalah seorang gadis cantik keturunan tionghoa, dengan kehidupannya yang tidak pernah kekurangan, umurnya menginjak 19 tahun yang berstatus sebagai mahasiswi di salah satu Universitas di kota kelahirannya.
Hari ini memasuki semester tiga setelah libur semester, Sansan ke bagian administrasi kampus untuk membayar uang SKS, dan saat antri di sampingnya ada seorang pemuda yang lebih tua dari nya.
"kakak tingkat kali ya?" benak sansan. Hampir setengah jam mereka duduk sampingan tanpa kata.
"selanjutnya!" suara dari administrator memanggil antrian, giliran pemuda di sampinya Sansan.
Sansan menengok ke samping, ternyata tidur pemuda di sampingnya.
"Mas mas bangun, sudah giliranmu?" senggol Sansan ke pemuda tersebut.
"Oh ya mbak, maaf ketiduran!" jawab Wirya sambil segera beranjak ke bagian administrator.
Setelah selesai pembayaran dan administrasi lainnya, Sansan merasa lapar lanjut menuju Ke Kantin Kampus,
tidak sengaja melihat pemuda tadi dengan seorang pemuda yang lebih muda darinya, tapi Sansan hanya diam dan duduk tidak jauh dari pemuda tersebut.
"Hai mbak yang tadi, terimakasih tadi sudah membangunkan saya!" terdengar suara di samping Sansan.
"Oh iya mas sama-sama" jawab Sansan kaget karena tau-tau ada orang di sampingnya langsung menyapa.
"Mbak sendirian, gabung makan dengan saya dan adik saya jika tidak keberatan mbak?" lanjut tawaran dari pemuda tersebut.
"Oh ya saya Wirya dan itu adik saya Ega" pemuda melanjutkan memperkenalkan dirinya sekaligus mengulurkan tangan.
"Saya Sansan eh Sania maksudnya!" Sansan memperkenalkan diri dan menjabat uluran tangan pemuda tersebut.
"Namanya Sansan atau Sania?" lanjut Wirya menegaskan.
"Sansan nama cina dan panggilan keluarga saya, tapi nama Indonesia saya Sania!" Sansan menjelaskan.
"Oh berarti saya panggilnya bukan mbak tapi cici, cece ya hehehhe?" Wirya lanjut percakapan tersebut sambil tersenyum.
"Hahahaha panggil saja Sania, tidak usah pakai ci atau mbak!" Sansan melanjutkan percakapan.
Setelah makan Wirya dan Sansan saling menukar nomor handphone. Sansan baru tau bahwa Wirya ke kampusnya untuk menemani adiknya mendaftar kuliah. Wirya sendiri sudah lulus sarjana satu tahun yang lalu, dan sudah bekerja sebagai guru honorer di kotanya, tidak jauh dari kota tempat tinggal Sansan.
Hampir tiga bulan Sansan dan Wirya berkenalan, berlanjut chat dan telepon setiap hari menjadikan mereka semakin dekat, Wirya menelpon malam itu.
"Halo San?" sapa Wirya.
"Halo juga Wirya, bagaimana jadi kamu ke kampus sini, untuk menengok adikmu sekalian makan denganku" jawab Sansan.
"Hahahah to the point sekali, iya jadi! " jawab Wirya.
"Hahahaha kenapa harus basa-basi" lanjut jawab Sansan.
"Benar-benar, ya sudah tidur!" pinta Wirya ke Sansan.
Akhirnya sampailah, pada hari mereka bertemu mengobrol ketawa bersama, mereka merasa nyaman, sampai akhir nya Wirya menyatakan rasa sukanya ke Sansan, tapi Sansan masih tetap berfikir karena perbedaan adat, budaya dan agama. Apakah kedua orang tua mereka bisa menerima, sedangkan Wirya terlihat serius bukan mengajak pacaran tapi langsung segera menikah.
"Halo, Aku mau ngomong ya, tapi jangan salah paham dulu?" telepon Sansan ke Wirya.
"Iya tidak apa-apa, bagaimana?" jawab Wirya.
"Jika aku jawab iya, atas perasaan yang kamu utarakan kemarin, sedangkan adat, budaya dan agama kita beda pasti kedua orang tua kita tidak setuju?" lanjut Sansan.
"Ya, sebenarnya sebelum kamu tanya hal ini, sebelum aku mengungkapkan perasaanku ke kamu kemarin, sudah aku pikirkan matang-matang!" jawab Wirya.
"Terus bagaimana menurut kamu?" Sansan tidak sabar mendengar pendapat Wirya.
"Kamu mau pindah ke agamaku, tapi bukan demi aku tapi karena kemauan hatimu?" lanjut Wirya.
"Sebenarnya, aku sudah menyukai agamamu itu tapi belum paham benar, hanya aku suka jika melihat orang beribadah dalam agamamu!" lanjut Sansan.
"Coba kamu belajar agamaku, jika kamu yakin dan mau dari hatimu, kita berjuang bersama untuk mendapatkan restu kedua orang tua kita!" tegas Wirya.
"Oke akan aku coba!" tegas Sansan.
Satu bulan sudah berlalu, Sansan diam-diam tanpa sepengetahuan keluarganya, sering datang ke tempat ibadah agama Wirya dan belajar agama tersebut, Sansan pun mulai merasa nyaman dan yakin. Dan segera menelepon Wirya.
"Halo Wirya, aku siap untuk pindah ke agamamu, karena aku yakin dari hatiku sendiri bukan karena kamu tapi karena diriku sendiri, selama sebulan ini aku belajar agamamu hatiku tenang dan nyaman!" sahut Sansan menelepon Wirya.
"Apakah kamu sudah menemui pemuka agamaku, untuk pindah atau mau aku temani untuk melakukannya?" jawab Wirya.
"Boleh, kapan kamu bisa kesini?" lanjut Sansan.
"Besok juga bisa, setelah aku selesai mengajar, kamu ada kelas tidak?" tanya Wirya.
"Aku ada kelas pagi sampai jam 1 siang!" jawab Sansan.
"Oke ketemu di tempat kamu belajar agamaku, di sana ada pemuka agama, kita minta tolong dia untuk mengesahkan kamu pindah agama, jam 4 sore, bagaimana?" tanya Wirya memastikan.
"Oke bisa." tegas Sansan dengan yakin.
Esok hari, sesuai janji jam 4 sore, bertemu di tempat Sansan belajar agama Wirya. Segera menemui guru agamanya dan mengatakan bahwa Sansan ingin pindah ke agama tersebut.
"Apakah mbak yakin, bukan karena paksaan dari orang lain?" tanya guru tersebut memastikan.
"Benar Pak, saya yakin dari hati saya sendiri bukan karena siapapun." tegas Sansan.
"Baik, ikuti ucapan saya." guru mengesahkan Sansan pindah agama.
Setelah sah pindah agama mengikuti agama Wirya, Sansan pulang dan mencoba memberitahu orang tuanya, Papanya Sansan mengamuk dan marah besar, sedangkan Maminya hanya terdiam tanpa kata, adik-adik Sansan hanya coba menjadi penengah saja walaupun ikut kecewa atas keputusan Sansan.
"Ci kamu yakin dengan keputusanmu ini?" tegas adik pertama Sansan.
Sansan mengangguk tanpa suara. (....)
"Papi Mami maafin Sansan, tapi ini keyakinanku?" tegas Sansan meminta maaf dan menjelaskan.
"San kamu paham tidak, tidak ada keluarga kita pindah agama seperti kamu, bagaimana tanggapan dari keluarga besar kita, kamu di pengaruhi oleh siapa, katakan?" tegas Papi Sansan mencecar Sansan untuk jujur.
"Tidak karena siapa-siapa Pi, Sansan yakin dengan agama ini." jawab Sansan.
"Bohong kamu San, pasti ada yang mempengaruhi kamu, iyakan?" tegas Mami Sansan dengan emosi.
"Pemuda yang kapan hari, Mami melihat makan bersama kamu iya bukan?" Mami Sansan menekan Sansan agar jujur.
"Tidak Mi. Dia baik, dia tidak pernah meminta Sansan pindah ke agama dia, tapi memang kemauan Sansan, dan Sansan yakin dengan agama pilihan Sansan." tegas Sansan.
"Bulshiiittt San!, Kamu dari kecil tidak pernah membangkang, kenapa sekarang kamu berani-berani nya membangkang seperti ini?" Mami Sansan marah besar.
"Maafkan aku Mi Pi, tapi ini benar-benar pilihan hatiku." jelas Sansan.
Sansan kekamar nya menangis, karena bersalah sudah mengecewakan orang tuanya, tapi tidak ada penyesalan untuk pilihan yang sudah di ambilnya.
Lanjut di Part 2 ya....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
way way
ditunggu updatenya kak
2023-08-19
0