NovelToon NovelToon

Penantian Restu

Keyakinan

Oei Sansan atau memiliki nama Indonesia Sania Winata adalah seorang gadis cantik keturunan tionghoa, dengan kehidupannya yang tidak pernah kekurangan, umurnya menginjak 19 tahun yang berstatus sebagai mahasiswi di salah satu Universitas di kota kelahirannya.

Hari ini memasuki semester tiga setelah libur semester, Sansan ke bagian administrasi kampus untuk membayar uang SKS, dan saat antri di sampingnya ada seorang pemuda yang lebih tua dari nya.

"kakak tingkat kali ya?" benak sansan. Hampir setengah jam mereka duduk sampingan tanpa kata.

"selanjutnya!" suara dari administrator memanggil antrian, giliran pemuda di sampinya Sansan.

Sansan menengok ke samping, ternyata tidur pemuda di sampingnya.

"Mas mas bangun, sudah giliranmu?" senggol Sansan ke pemuda tersebut.

"Oh ya mbak, maaf ketiduran!" jawab Wirya sambil segera beranjak ke bagian administrator.

Setelah selesai pembayaran dan administrasi lainnya, Sansan merasa lapar lanjut menuju Ke Kantin Kampus,

tidak sengaja melihat pemuda tadi dengan seorang pemuda yang lebih muda darinya, tapi Sansan hanya diam dan duduk tidak jauh dari pemuda tersebut.

"Hai mbak yang tadi, terimakasih tadi sudah membangunkan saya!" terdengar suara di samping Sansan.

"Oh iya mas sama-sama" jawab Sansan kaget karena tau-tau ada orang di sampingnya langsung menyapa.

"Mbak sendirian, gabung makan dengan saya dan adik saya jika tidak keberatan mbak?" lanjut tawaran dari pemuda tersebut.

"Oh ya saya Wirya dan itu adik saya Ega" pemuda melanjutkan memperkenalkan dirinya sekaligus mengulurkan tangan.

"Saya Sansan eh Sania maksudnya!" Sansan memperkenalkan diri dan menjabat uluran tangan pemuda tersebut.

"Namanya Sansan atau Sania?" lanjut Wirya menegaskan.

"Sansan nama cina dan panggilan keluarga saya, tapi nama Indonesia saya Sania!" Sansan menjelaskan.

"Oh berarti saya panggilnya bukan mbak tapi cici, cece ya hehehhe?" Wirya lanjut percakapan tersebut sambil tersenyum.

"Hahahaha panggil saja Sania, tidak usah pakai ci atau mbak!" Sansan melanjutkan percakapan.

Setelah makan Wirya dan Sansan saling menukar nomor handphone. Sansan baru tau bahwa Wirya ke kampusnya untuk menemani adiknya mendaftar kuliah. Wirya sendiri sudah lulus sarjana satu tahun yang lalu, dan sudah bekerja sebagai guru honorer di kotanya, tidak jauh dari kota tempat tinggal Sansan.

Hampir tiga bulan Sansan dan Wirya berkenalan, berlanjut chat dan telepon setiap hari menjadikan mereka semakin dekat, Wirya menelpon malam itu.

"Halo San?" sapa Wirya.

"Halo juga Wirya, bagaimana jadi kamu ke kampus sini, untuk menengok adikmu sekalian makan denganku" jawab Sansan.

"Hahahah to the point sekali, iya jadi! " jawab Wirya.

"Hahahaha kenapa harus basa-basi" lanjut jawab Sansan.

"Benar-benar, ya sudah tidur!" pinta Wirya ke Sansan.

Akhirnya sampailah, pada hari mereka bertemu mengobrol ketawa bersama, mereka merasa nyaman, sampai akhir nya Wirya menyatakan rasa sukanya ke Sansan, tapi Sansan masih tetap berfikir karena perbedaan adat, budaya dan agama. Apakah kedua orang tua mereka bisa menerima, sedangkan Wirya terlihat serius bukan mengajak pacaran tapi langsung segera menikah.

"Halo, Aku mau ngomong ya, tapi jangan salah paham dulu?" telepon Sansan ke Wirya.

"Iya tidak apa-apa, bagaimana?" jawab Wirya.

"Jika aku jawab iya, atas perasaan yang kamu utarakan kemarin, sedangkan adat, budaya dan agama kita beda pasti kedua orang tua kita tidak setuju?" lanjut Sansan.

"Ya, sebenarnya sebelum kamu tanya hal ini, sebelum aku mengungkapkan perasaanku ke kamu kemarin, sudah aku pikirkan matang-matang!" jawab Wirya.

"Terus bagaimana menurut kamu?" Sansan tidak sabar mendengar pendapat Wirya.

"Kamu mau pindah ke agamaku, tapi bukan demi aku tapi karena kemauan hatimu?" lanjut Wirya.

"Sebenarnya, aku sudah menyukai agamamu itu tapi belum paham benar, hanya aku suka jika melihat orang beribadah dalam agamamu!" lanjut Sansan.

"Coba kamu belajar agamaku, jika kamu yakin dan mau dari hatimu, kita berjuang bersama untuk mendapatkan restu kedua orang tua kita!" tegas Wirya.

"Oke akan aku coba!" tegas Sansan.

Satu bulan sudah berlalu, Sansan diam-diam tanpa sepengetahuan keluarganya, sering datang ke tempat ibadah agama Wirya dan belajar agama tersebut, Sansan pun mulai merasa nyaman dan yakin. Dan segera menelepon Wirya.

"Halo Wirya, aku siap untuk pindah ke agamamu, karena aku yakin dari hatiku sendiri bukan karena kamu tapi karena diriku sendiri, selama sebulan ini aku belajar agamamu hatiku tenang dan nyaman!" sahut Sansan menelepon Wirya.

"Apakah kamu sudah menemui pemuka agamaku, untuk pindah atau mau aku temani untuk melakukannya?" jawab Wirya.

"Boleh, kapan kamu bisa kesini?" lanjut Sansan.

"Besok juga bisa, setelah aku selesai mengajar, kamu ada kelas tidak?" tanya Wirya.

"Aku ada kelas pagi sampai jam 1 siang!" jawab Sansan.

"Oke ketemu di tempat kamu belajar agamaku, di sana ada pemuka agama, kita minta tolong dia untuk mengesahkan kamu pindah agama, jam 4 sore, bagaimana?" tanya Wirya memastikan.

"Oke bisa." tegas Sansan dengan yakin.

Esok hari, sesuai janji jam 4 sore, bertemu di tempat Sansan belajar agama Wirya. Segera menemui guru agamanya dan mengatakan bahwa Sansan ingin pindah ke agama tersebut.

"Apakah mbak yakin, bukan karena paksaan dari orang lain?" tanya guru tersebut memastikan.

"Benar Pak, saya yakin dari hati saya sendiri bukan karena siapapun." tegas Sansan.

"Baik, ikuti ucapan saya." guru mengesahkan Sansan pindah agama.

Setelah sah pindah agama mengikuti agama Wirya, Sansan pulang dan mencoba memberitahu orang tuanya, Papanya Sansan mengamuk dan marah besar, sedangkan Maminya hanya terdiam tanpa kata, adik-adik Sansan hanya coba menjadi penengah saja walaupun ikut kecewa atas keputusan Sansan.

"Ci kamu yakin dengan keputusanmu ini?" tegas adik pertama Sansan.

Sansan mengangguk tanpa suara. (....)

"Papi Mami maafin Sansan, tapi ini keyakinanku?" tegas Sansan meminta maaf dan menjelaskan.

"San kamu paham tidak, tidak ada keluarga kita pindah agama seperti kamu, bagaimana tanggapan dari keluarga besar kita, kamu di pengaruhi oleh siapa, katakan?" tegas Papi Sansan mencecar Sansan untuk jujur.

"Tidak karena siapa-siapa Pi, Sansan yakin dengan agama ini." jawab Sansan.

"Bohong kamu San, pasti ada yang mempengaruhi kamu, iyakan?" tegas Mami Sansan dengan emosi.

"Pemuda yang kapan hari, Mami melihat makan bersama kamu iya bukan?" Mami Sansan menekan Sansan agar jujur.

"Tidak Mi. Dia baik, dia tidak pernah meminta Sansan pindah ke agama dia, tapi memang kemauan Sansan, dan Sansan yakin dengan agama pilihan Sansan." tegas Sansan.

"Bulshiiittt San!, Kamu dari kecil tidak pernah membangkang, kenapa sekarang kamu berani-berani nya membangkang seperti ini?" Mami Sansan marah besar.

"Maafkan aku Mi Pi, tapi ini benar-benar pilihan hatiku." jelas Sansan.

Sansan kekamar nya menangis, karena bersalah sudah mengecewakan orang tuanya, tapi tidak ada penyesalan untuk pilihan yang sudah di ambilnya.

Lanjut di Part 2 ya....

Awal perjuangan

Tiga bulan sejak peristiwa pengakuan pindah keyakinan ke orang tuanya, Sansan di perketat untuk pergi-pergi, yang membuat komunikasi dengan Wirya tidak bisa setiap hari. Harus diam-diam saat di Kampus mencoba pinjam handphone temannya untuk menghubungi Wirya, tapi ibadahnya pada keyakinan barunya semakin hari semakin taat bahkan ibadah-ibadah sunnah pun di jalankan Sansan.

"San...!" Sansan menengok Ke suara dari belakangnya.

"Wirya, kenapa kamu disini?" tanya Sansan.

"Kita Ke Kantin untuk bicara ya?" menggandeng tangan Sansan sambil menuju Ke Kantin Kampus.

"Duduk dulu kamu mau makan apa?" tanya Wirya.

"Apa ya? belum begitu lapar, minum saja dulu, es jeruk saja!" pesan Sansan.

"Oke, aku peseankan dulu." Wirya Ke bagian kasir untuk pesan minuman.

Lima menit kemudian, Wirya menuju ke arah meja Sansan sambil membawakan es jeruk yang sansan pesan, maklum disini Kantin bayar di kasir, dan ambil sendiri jadi tidak di antarkan Ke meja oleh pelayanannya.

"Ngomong-ngomong ada keperluan apa kesini?" tanya Sansan.

"Keperluanku kamu!" tegas Wirya dengan muka datar.

"Hah aku?" tegas Sansan"

"Bagaimana ibadahmu?" basa-basi Wirya.

"Mau menikah denganku?" basa-basi Wirya belum sempat dijawab Sansan, Wirya langsung melamarnya.

"Huhuuhuhkkk...huhukkk." Sansan tersendak karena kaget pernyataan Wirya.

"Kaget ya, aku serius? kalau kamu menikah denganku kita hadapi bareng-bareng kedua orang tua kita."

"Hemmmmm....?" gumam Sansan. sambil berfikir (...)

"Sudah pikirkan benar-benar dulu, tidak harus sekarang kamu jawab!" tegas Wirya melihat Sansan agak syok atas penyataannya.

Pulang dari kampus Sansan mampir menemui guru agamanya, untuk sekedar mengobrol dan mungkin guru tersebut bisa memberikan masukan terkait pernyataan Wirya.

"Guru maaf saya datang kesini mendadak," seru Sansan ke guru di depannya.

"Tidak apa-apa, ada apa? seperti ada yang sangat penting?" tanya gurunya.

"Iya guru, jadi tadi di Kampus Wirya, pemuda yang kemarin menjadi saksi saya mengikuti agama guru melamar saya, saya bingung makanya saya mau mendapat masukan dari guru?" cerita Sansan ke gurunya.

"Sebenarnya yang bisa menjawab itu hatimu sendiri. Apakah hatimu yakin dengan pemuda tersebut menjadi pemimpinmu dan anak-anakmu kelak?" jawab gurunya dengan santai.

"Iya benar guru, tapi tetap saja saya yakin kedua orang tua kami tidak akan merestui, karena perbedaan kami?" tegas Sansan.

"Salah satu ujian kalian berdua. Apakah kalian tetap kuat untuk terus bersama untuk mendapatkan restu dari kedua keluarga kalian, bukan hanya orang tua tapi keluarga kalian yang memang sudah beda dari adat istiadat, budaya dan agama, pasti banyak ujian lainnya, tetapi jika memang kalian tidak siap itu semua, kenapa kalian berani memulai?, coba pikirkan baik-baik tanpa terburu-buru untuk memutuskannya?, karena sekarang kalian sudah di persimpangan bukan lagi sedang memulai." tegas gurunya.

Sansan memikirkan apa yang di katakan gurunya "Benar kenapa aku memulainya jika tidak berani melangkah untuk perjuangkannya, selain itu Wirya sudah yakin sampai berani melamarku?". Sampai di rumah Sansan hanya menunduk dan langsung ke kamarnya tanpa basa-basi ke Maminya.

"San.....San?" panggil Mami.

Karena banyak pikiran Sansan yang berkecamuk seolah tak mendengar panggilan Maminya, sampai Maminya mengikutinya Ke Kamar.

"San...!" Maminya memanggil lagi dan mencoleknya.

"Hah, apa Mi?" reflek Sansan karena kaget.

"Kenapa kamu, dipanggil dari masuk rumah sampai masuk kamar diam saja, awas kesambet lho?" seru Mami.

"Iya Mi, Tidak apa-apa, tadi masih kepikiran mata kuliah yang agak susah, makanya ini mau coba pelajari lagi." jawab Sansan sekenanya.

"Oh ya sudah, Mami kira kenapa?, sudah makan, kalau belum langsung makan, Mami habis beli kue!" sambung Mami.

"Oh ya Mi, nanti Sansan ambil." jawab Sansan.

Maminya sudah keluar dari kamar, dan pikiran Sansan masih bingung berani tidak dia melangkah lebih jauh lagi, dia kepikiran apakah dia akan di usir dari rumah ini, dan tidak dianggap sebagai anak lagi, jika sampai berani menikah dengan Wirya, tetapi jika dia tidak berani melangkah kenapa harus memulai, dengan jelas dan sadar dari awal sudah tau pasti perjuangan berat jika berhubungan dengan Wirya dengan perbedaan yang begitu banyak.

"Aaaaarrrrggghhhh.....!" teriak Sansan kesal karena bingung harus bagaimana.

"Kenapa San?" ternyata teriakan Sansan terdengar Maminya yang di dapur.

"Hah, tidak Mi, kesel ini rumus belum dapat-dapat!" tegas Sansan membuat alasan.

 "Sudah mandi dulu sana?, kemudian baru lanjut belajar lagi dan makan!" tegas Mami.

Setelah dua hari menyakinkan diri, di malam harinya setelah makan malam dengan keluarganya, Sansan mencoba memberanikan diri menyampaikan ke Mami Papinya.

"Pi Mi, habis makan Sansan mau ngobrol ya!" ucap Sansan dengan ragu-ragu.

"Ada apa memang?" jawab Papinya santai.

"Sudah makan dulu!" sahut Mami.

Setelah makan malam.

"Sini San, katanya mau ngobrol, ada apa?" Papinya memanggil Sansan ke ruang keluarga.

"Pi Mi, dan semuanya (maksudnya kedua adiknya)." ucap Sansan.

"Apaan Ci, lama amat mau ngomong saja!" seru adiknya karena Sansan seperti ragu.

"Apa San, kok Mami jadi ada firasat jelek nih, kamu mau ngomong tidak enak?" tanya Mami.

"hemmmm.....hememmmm" Sansan masih belum bisa mengatakan apapun.

"Hemmm.....hemmm apa San?" tanya Papi.

"Itu Pi, itu....!" Sansan panik, grogi, dan susah banget rasanya kata-kata itu keluar dari mulutnya.

"Itu....itu apaan San?" sahut Papi.

"Ayo ngomong, kamu mau bilang tetap masih dengan agamamu itu, iya begitu?" tegas Papi.

"Iya Pi!" jawab Sansan sambil mengangguk.

"Pi, Mi, Sansan mau menikah dengan Wirya!" jelas Sansan.

"Apaaaa....?" Mami kaget dan tidak percaya yang barusan Sansan katakan.

"Plakkk! Plakkk!" tanpa berkata Papi Sansan langsung menampar wajah anak gadisnya.

"Pi, kita bisa ngomong dulu, tidak perlu dengan tamparan begitu!" Bela Mami.

"San kamu?, kurang apa Papi Mami mendidik kamu, semua Papi Mami berikan terbaik buat kamu?" Emosi Papi.

"Hikk....hikkkk!, maaf Pi!" Sansan sambil menangis meminta maaf atas keputusannya.

"San, kamu tidak beneran kan ya?, kalau tidak kamu pindah kuliah di luar kota atau di luar negeri sekalian, biar tidak ketemu lagi sama Wirya Wirya itu, atau kamu di paksa?" Mami berusaha menenangkan dan menasehati Sansan agar Sansan tidak benar-benar dengan keputusannya.

"Tidak Mi, ini keputusan dari Sansan sendiri tidak dipengaruhi siapapun!" jelas Sansan.

"Mi Pi, kalian harus kenal Wirya dulu ya, dia baik, dia juga sudah punya kerjaan dan pasti tanggung jawab sama Sansan." Sansan mencoba untuk meminta pengertian kedua orang tuanya.

"San, kamu sadar tidak?, kenapa kami tidak bisa menerima Wirya itu di keluarga kita, bukan karena baik buruk atau kerjaannya, tapi lebih ke keluarga kita dengan keluarga dia beda San, kamu harus paham itu!" jelas Papi.

"Pi, kasih kesempatan Wirya ketemu Papi Mami ya?, biar Papi Mami tau bagaimana seriusnya Wirya." rayu Sansan.

"San, sebenarnya kamu tau dengan jelas kenapa kalian tidak bisa bersatukan?, tapi kalian mau melangkahi semuanya demi apa? Cinta?" jelas Mami.

"Cinta itu kalau sudah 1-2 tahun juga hilang San, kamu harus paham itu, kamu hidup dengan Papi Mami sudah 19 tahun San, kamu kenal itu orang berapa lama?, belum lagi kelurga dia apa bisa terima kamu?" jelas Mami lagi.

"Benar Ci, kata Mami!, Ci nanti Cici menderita Ci, jika tidak diterima keluarga kita dan keluarga dia (Wirya), Ci pikirkan baik-baik lagi, memang spesialnya apa orang itu dengan orang lain, sampai Cici berani melangkah sejauh ini?" jelas adik pertama Sansan.

Setelah semua ke kamar masing-masing dan orang tua Sansan meminta memikirkan lagi keputusannya, Sansan tidak bisa tidur dan mencoba mengirimkan chat ke Wirya.

"Sudah tidur, kalau belum bisa telepon sebentar?" Chat Sansan ke Wirya.

Lima menit kemudian Wirya telepon Sansan.

"Halo, bagaimana?" sapa Wirya.

"Ya, Aku sudah mencoba memikirkan semua dan sudah mencoba ngomong ke Mami Papiku, untuk menikah dengan kamu" jelas Sansan.

"Oke, terimakasih sudah menerima lamaranku." tegas Wirya dengan rasa lega.

"Tapi,....?" Lanjut Sansan.

"Tapi kenapa?" sahut Wirya.

"Sepertinya salah keputusanku, karena apa iya kita berani melangkah sejauh ini, reaksi orang tuaku saja tadi aku sudah ngeri, belum lagi mikirin reaksi keluargamu juga." jelas Sansan.

"Tenang, kamu tenang ya, pasti bisa yang penting kita berdua yakin, kamu dengerin aku, aku nggak bisa berjuang sendiri tanpa kamu jadi kita harus berdua, sepanjang apapun kita berjuang bersama sampai dimana restu kedua keluarga kita memberikan." jelas Wirya agar Sansan lebih tenang dan yakin.

"Apa kita bisa ya?, melalui hal ini, aku bayangin seperti sudah merinding sendiri?" sahut Sansan.

"Yang penting kamu yakin dengan hubungan kita, kamu yakin dengan aku dan kamu akan terus berjuang denganku apapun yang terjadi " jelas Wirya.

"hmmmm.....hmmmm" suara Sansan hanya menggumam.

"Yakin nggak?, jika tidak ya sudah berhenti saja jangan diteruskan, aku tidak pernah memaksakan jika dari kamu sendiri tidak berani melangkah dan yakin?" tegas Wirya.

"Ayo lanjutkan, yakin bisa jika kita bersama sesuai dengan janji kamu tadi ya?" tegas Sansan.

"Oke, besok aku ke rumahmu jemput sekalian menemui orang tuamu ya?" lanjut Wirya.

"Hah, besok?" Sansan kaget.

"Terus kapan?" tanya Wirya.

"Besok sore saja ya ketemu orang tuaku atau kapan deh!" Sansan ragu-ragu.

"Ya sudah besok sore, aku antar kamu pulang dari kampus sekalian ketemu orang tuamu, bagaimana?"tegas Wirya.

Keesokan harinya, Wirya mengendarai motornya Ke Kampus Sansan untuk ketemu sekalian jemput dan antar ke rumahnya, sebelum sampai di kampus Sansan, Wirya mampir ke toko perhiasan untuk mencari cincin untuk sebagai lamaran ke Sansan. Setelah 20 menitan mencoba dan memperkirakan ukuran Jari Sansan dengan meminta karyawan toko perhiasan tersebut, akhirnya Wirya mendapat cincin yang dia suka dengan harga yang tidak begitu mahal pas sesuai budgetnya. Lanjut ke Kampus Sansan kebetulan sudah lumayan siang, Wirya berencana ajak makan siang Sansan, dan diskusi bagaimana nanti saat ketemu orang tua Sansan, sikapnya harus seperti apa, dia sudah yakin di tolak orang tua Sansan karena perbedaan tapi dia tetap yakin bisa dapat restu jika nekat dan berani, karena dia merasa serius dan benar-benar ingin bersama dengan Sansan.

"San....!" panggil Wirya sudah sampai di Kantin Kampus.

"Sudah lama menunggunya?" balas sansan sambil duduk di depan Wirya.

"Belum baru sampai juga, mau makan apa? atau mau makan di luar Kampus?" tanya Wirya.

"Di sini saja, satu Jam lagi aku masih ada kelas sampai jam 16.15, bagaimana?" jelas Sansan.

"Ya sudah tidak apa-apa, nanti aku ke kostnya Ega saja, menunggu kamu sampai kamu selesai kelasnya?"jelas Wirya.

"Memang kamu hari ini tidak mengajar?, jam segini bisa sampai sini?" tanya Sansan.

"Iya aku ijin ke sekolah, karena ada acara kelurga, hehehe." jelas Wirya.

"Huuuuu.....dasar." ledek Sansan.

"Bener kan ada acara keluarga?" jelas Wirya.

Sansan kembali ke kelas setelah makan siang, dan Wirya ke kost adiknya yang tidak jauh dari Kampus, sambil menunggu jam antar pulang ke rumah Sansan sekalian melamar.

"Ga, Ga ini mas!" ketok pintu kostnya Ega.

"Mas, kok kesini?" sahut Ega.

"Kamu baru bangun?, memang tidak ada kelas?" tanya Wirya.

"Tidak, lagi di belakang cuci baju, ada kelas nanti jam 15.00 sampai jam 18.00!" jawab Ega.

"Oh, Mas kesini mampir saja nanti jam 16.30, Mas juga langsung ada perlu di daerah sini?" jelas Wirya.

"Perlu apa?, memang Mas Tidak mengajar hari ini?, tau-tau sudah sampai sini saja?" tanya Ega.

"Tidak Mas, ada keperluan jadi ijin hari ini." jawab Wirya.

"Ibu bapak tau Mas kesini?" tanya Ega lagi.

"Hahaahah, hemmm.... tidak usah bilang ya!, nanti mas yang bilang langsung sama Ibu dan bapak?" jelas Wirya.

"Lha memang Mas ada keperluan apa? jadi curiga sampai Ibu bapak belum tau Mas kesini?" tanya Ega penuh curiga.

"Aaah kamu masih kecil, belajar dulu yang bener!" seru Wirya santai, karena Ega mulai kepo.

"Mas ada janjian sama cici cici itu ya?, siapa namanya?" ledek Ega.

"Apa sii?, Kepo, sudah sana lanjutin cuci bajunya?" tegas Wirya.

"Apa Mas?, beneran Mas mau kencan sama cici itu ya?" tanya Ega lagi karena penasaran, kakaknya tidak pernah bertingkah seperti ini sebelumnya.

"Sudah sana!, cuci baju." tegas Wirya lagi.

"Mas, Ega ingatin ya jangan main api!, cici sama Mas itu beda semua, pasti keluarga tidak ada yang setuju!" lanjut Ega menasehati kakaknya sambil pergi ke belakang melanjutkan mencuci.

Sebenarnya dalam hati Wirya juga ada sebersit kekhawatiran, Apakah langkahnya ini benar dan yakin bisa sampai akhir memperjuangkannya atau tidak dan berakhir baik semua atau tidak?, tetapi karena Wirya yakin mampu makanya dia tetap akan terus maju apapun yang harus diperjuangkan, dengan berdoa keluarganya dan keluarga Sansan akan merestui, walaupun itu tidak mungkin mudah dan bahkan membutuhkan perjuangan yang panjang.

Jam 16.20 Wirya ketiduran di kost Ega, dan Sansan menyusul ke Kost Ega, tapi belum tau Kost yang sebelah mana, Sansan telepon belum di jawab juga.

"Hemmm Wirya kemana lagi ditelepon nggak di jawab -jawab, pasti ketiduran?" gumam Sansan sambil jalan ke arah kost-kost dekat kampusnya.

"Halo, maaf ketiduran, kamu dimana?" jawab Wirya karena kaget kebangun dengar dering telepon.

"Sudah di depan kampus sebelah kiri yang arah rumah-rumah kost itu, tapi aku belum tau kostnya Ega yang mana?" jawab Sansan.

"Oke, aku jemput sebentar tunggu ya?" lanjut Wirya sambil lari kedepan.

"San, sini maju dikit," panggil wirya yang ternyata tidak jauh dari Sansan berdiri menunggu.

"Masuk dulu deh, kita ngobrol dulu sebelum kita kerumahmu?" ajak Wirya sambil masuk kost Ega kembali.

"Memang rencana kamu bagaimana?, mau langsung melamar begitu atau mau kenalan sama Mami Papiku dulu?" tanya Sansan.

"Langsung melamar, kalau cuma kenalan dikira tidak serius lagi?" sahut Wirya.

"Hemmm,....!, jujur aku takut tau?, kemarin saja saat aku bicara reaksi Papi Mami aku sudah ngeri begitu, apalagi sekarang sama kamu?" lanjut Sansan khawatir.

"Tidak apa-apa, pasti kita bisa melewatinya ya, kamu tenang dan yakin!" Wirya menyakinkan.

Jam 17.45, Wirya menyalakan motornya untuk mengantarkan Sansan pulang sekalian bertemu dengan kedua orang tua Sansan, pasti bisa melewati semuanya dengan baik, yakin bisa. .

Jam 18.15, Sudah sampai di depan Rumah Sansan, memarkirkan motornya di halaman Rumah Sansan, kemudian Sansan jalan duluan, dan membuka pintu dan menyapa Maminya, sedang di ruang keluarga bersama kedua adiknya, Papinya ternyata masih di lantai atas.

"Mi, masak apa?" sapa Sansan.

"Baru pulang, tumben sampai sore kelasnya" jawab Mami.

"Iya Mi, Mi Papi dimana?" tanya Sansan.

"Masih di atas, kenapa?" tanya Mami.

"Hemmm.....! temanku mau kenalan sama Mami dan Papi, dia ada di depan? aku ajak masuk ya Mi" jelas Sansan.

"Pi, turun dulu?" panggil Mami.

"Ya, sebentar lagi" terdengar sahut Papi.

Sementara Sansan ke kamar nya meletakkan tas nya dan langsung menuju kedepan meminta Wirya masuk ke ruang tamu, sambil menunggu Papinya, Sansan menawari minum ke Wirya, belum sempat Sansan mengambilkan minum, Papinya sudah turun dan langsung menemui mereka dan langsung emosi.

"Oh kamu orang yang membuat anak saya tidak benar?" tuduh Papi Sansan.

"Maaf Om, saya Wirya," Wirya memperkenalkan diri sambil menyodorkan tangannya.

"Sudah tidak perlu basa-basi, saya dan keluarga Sansan tidak merestui kalian berdua bersama." tegas Papi Sansan tanpa basa-basi dan tidak mau menyalami Wirya bahkan seakan mengusirnya.

"Pi, Papi duduk dulu, jangan marah dulu, Wirya kesini baik-baik Pi, kenapa Papi begitu." sahut Sansan.

"Baik-baik bagaimana?, apanya yang baik, tau-tau kamu pindah keyakinan karena dia (menunjuk wirya), kamu jadi pembangkang juga karena dia (menunjuk wirya), kamu jadi susah di atur semua karena ini bocah kan?" lanjut Papi Sansan.

"Pi, aku pertegas lagi ya aku pindah keyakinan bukan karna Wirya dan semua keputusan yang aku ambil karena dari keyakinanku sendiri, bukan pengaruh siapapun, aku ingin bersama dengan Wirya juga karena dari diriku sendiri, bukan dipaksa siapapun, Jadi wirya tidak pernah memberikan pengaruh buruk atau memaksakan apapun Pi!" tegas Sansan mulai emosi karena Papinya langsung menuduh Wirya.

"San, kamu berani melawan Papi dan Mami demi seorang pemuda seperti dia?" sahut Mami Sansan.

"Maaf Om,Tante, saya kesini bukan mau ribut saya mau bicara baik-baik." sela Wirya karena melihat sansan dan kedua orang tuanya sudah mulai emosi.

"Diam kamu!" tegas Mami Sansan.

"Kamu itu siapa?, kamu sadar tidak kamu dengan Sansan seperti langit dan bumi?, beraninya kamu mendekati anak saya?, bilang mau bicara baik-baik, apa yang mau di bicarakan baik-baik, kami keluarga Sansan bisa bicara baik-baik dengan orang yang baik-baik juga?" tegas Mami Sansan masih dengan emosi.

"Pi, Mi ,cukup!, Wirya kesini buat perkenalan baik-baik, datang baik-baik karena kami menghormati Papi Mami, tapi Papi Mami malah begini tanggapannya, Apakah tamu belum dipersilahkan duduk saja sudah langsung dituduh? kecewa Sansan sama Papi Mami ." Sansan marah karena penghinaan kedua orang tuanya ke Wirya.

"Ayo kita pergi," Sansan menggandeng Wirya ajak pergi.

"Hah....!" Wirya kaget dan nurut saja digandeng Sansan.

"San, kamu keluar dari rumah ini, sudah tidak usah balik lagi saja kamu!" terdengar Papi nya mengancam.

Sansan dan Wirya tetap pergi dari rumah dan langsung jalan menuju ke Pantai tidak jauh dari sana, Sansan hanya diam sepanjang jalan, Wirya pun paham perasaan Sansan saat ini.

"Kita mau dimana di pantainya?, mau makan malam atau bagaimana?" tanya Wirya memecah keheningan.

"Terserah." jawab Sansan.

"Haduhh...!, Cewek kalau sudah ngomong terserah itu susah ditebak, ampunn hahahah." ledek Wirya agar Sansan sedikit terhibur.

"Aaaah kamu, bukannya ngomong apa malah ledek,huuufthh!" jawab Sansan.

"Ya bagaimana?, kamu ditanya mau kemana terserah ya kan bingung aku, kita makan saja ya?" tanya Wirya.

"Ya sudah iya!" jawab Sansan.

"Makan seafood mau?" tanya Wirya lagi memastikan.

"Terserah!" jawab Sansan singkat.

"Terserah lagi, hahahah." ledek Wirya lagi.

Sampai di warung seafood pinggir pantai Wirya langsung memesan seafood dan beberapa makanan lain,

sebenarnya Wirya sendiri masih agak syok dengan sikap orang tua Sansan yang langsung mengusir nya tanpa basa-basi, seperti tidak sesuai bayangan dia, tapi dia sudah tau pasti akan seperti ini, jadi Wirya berusaha terima tanpa rasa sakit hati atau bagaimana, atas perlakuan orang tua Sansan.

"Maaf ya, atas perlakuan orang tuaku ke kamu tadi?" Sansan memecah keheningan.

"haahh!, tidak apa-apa memang dari awal kita sudah sama-sama tau akan jadi seperti ini, hanya agak kaget saja kaya langsung ditembak mati tanpa bisa jelasin apapun, heheh?" jawab Wirya sambil cengengesan karena Wirya tau Sansan lebih sedih dari dirinya.

"Ya benar, Aku juga nggak bayangin kalau Mami Papiku langsung seperti itu reaksinya, tanpa ada basa-basinya sama sekali" sahut Sansan.

"Sudah tidak apa-apa, jangan sedih, kita makan dulu, habis itu kita pikirkan selanjutnya" jawab Wirya santai agar Sansan juga tenang.

Selesai makan, Wirya dan Sansan mengobrol panjang lebar mengenai langkah selanjutnya yang akan di ambil, belum lagi diskusi untuk perkenalan Sansan dengan keluarga Wirya.

Perjuangannya masih panjang, Lanjut Part 3 ya....

Perjuangan 2

Jam 22.30, Akhirnya Wirya mengantarkan Sansan ke Kost temannya, karena belum mau pulang, dan yakin kedua orang tua Sansan juga masih emosi, jadi diputuskan malam ini Sansan tidur di Kost temannya dan Wirya tidur di Kost adiknya yang tidak jauh dari Kampus.

Handphone Wirya berdering, ternyata telepon dari adiknya.

"Mas dimana, tadi bapak telepon tanya Mas?" tanya Ega.

"Ya sebentar lagi Mas ke Kostmu." jawab Wirya langsung mematikan teleponnya dan lanjut segera ke Kost Ega.

Wirya memarkirkan motor di garasi motor dan langsung masuk ke Kost Ega.

"Ga, buka pintunya ini Mas!" panggil Wirya sambil ketok pintu.

"Mas masih disini?, tidak pulang ke rumah, memang besok Mas ijin lagi?" tanya Ega.

"Ya, bawel amat kamu hari ini, Mas besok tetap mengajar, tapi malam ini Mas inap dulu ya disini, besok subuh Mas pulang." jelas Wirya.

"Tapi Mas beneran mencurigakan, apa yang Mas lakukan hari ini?" tanya Ega penuh curiga.

"sudah sana tidur, Mas mau mandi dulu terus tidur juga!" menjawab Ega yang masih kepo.

Jam 05.00 pagi, Wirya sudah bangun untuk ibadah dan lanjut segera pulang ke kotanya, jarak kotanya ke kota ini sekitar dua jam perjalanan dengan motor. Sampai di Rumah jam 07.10 pagi, Wirya mengucapkan salam melihat kedua orang tuanya sedang di depan dengan aktivitas seperti biasa, Ibunya sedang merawat bunga-bunga di taman depan Rumahnya dan terlihat Bapaknya sedang duduk di kursi di sampingnya terlihat makanan jadul dan segelas teh.

"Pak, Bu!" sapa Wirya sambil berjalan masuk rumah.

"Wir, kamu darimana bapak semalam telepon tidak kamu jawab?, terus telepon adikmu kata adikmu sempat mampir ke Kost adikmu?" tanya Ibunya penasaran.

"Oh Injih Bu, ngapunten hapene kesupen mboten di cas (dalam bahasa jawa), (artinya:oh iya bu, maaf Hp nya lupa tidak di cas)." jawab Wirya spontan.

"Kamu itu kalau pergi ya kasih kabar biar Ibumu tidak khawatir Wir?" sahut Bapaknya.

"Injih pak, ngapunten!" jawab lagi pakai bahasa jawa (maklum kedua orang tua Wirya masih mempunyai keturunan dari keraton jawa yang masih sangat lekat dengan bahasa, budaya, istiadat jawa)."

"Ya sudah sana masuk, kamu mau ke sekolah buat mengajarkan?" tanya Bapaknya lagi.

"Iya pak, karena kemarin sudah sempat ijin." jawab Wirya sambil segera masuk rumah.

Tidak lupa chat ke Sansan menanyakan sudah bangun belum, dan juga rencananya hari ini mau bagaimana apa mau pulang atau bagaimana?, tapi karena ditunggu sampai selesai mandi belum ada balasan chat dari Sansan, Wirya langsung menelepon Sansan.

"Halo, baru bangun ya?" tanya Wirya.

"Oh sudah dari jam setengah 06.00 tadi, tapi belum cek handphone, baru selesai mandi." jawab Sansan.

"Sama, aku juga baru selesai mandi, ini mau siap-siap ke sekolah buat mengajar." sambung Wirya.

"Hemmm bagaimana?, masih bingung aku mau pulang takut sama Papi Mami masih marah, tapi aku tidak punya baju ganti, paling nanti beli dulu." sahut Sansan yang belum tau harus bagaimana dengan kondisinya.

"Menurutku coba kamu pulang, sekalian melihat reaksi orang tuamu dahulu, apakah masih marah atau bagaiamana?" sahut Wirya.

"hemmm...!, iya deh, hari ini aku ada kelas sampai jam 14.30, langsung pulang saja, pasti Papi belum pulang dari kantor juga." jawab Sansan.

"Ya sudah, kamu siap-siap ke kampus aku juga mau segera berangkat ke sekolah ya?, nanti kalau ada apa langsung kabarin ya?" sambung Wirya mengakhiri telepon.

Dalam perjalanan ke sekolah tempat Wirya mengajar, Wirya berpikir bagaimana caranya untuk memperkenalkan Sansan ke orang tuanya, belum lagi masih ingat kemarin orang tua Sansan reaksinya begitu, bagaimana dengan orang tuanya, masih berpikir bagaimana tidak sengaja Wirya baru sadar dia sudah melewati sekolahan tempatnya mengajar, dalam hati ketawa sendiri karena sampai kelewatan padahal dia mengajar di sekolahan ini sudah lebih dari 2,5 tahun walaupun sampai sekarang dia masih honorer juga, maklum di negeri ini untuk menjadi seorang PNS tidak semudah itu dan juga belum hokinya Wirya sudah 2 kali ikut ujian CPNS belum juga lolos, tapi karena Wirya suka bidangnya dalam mengajar tetap dia bertahan tidak mencari pekerjaan lain. Setelah putar balik akhirnya Wirya sampai di parkiran sekolah tempat dia mengajar.

Jam 12.00 waktu istirahat dan makan siang Wirya coba chat Sansan kembali, menanyakan kapan bisa kamu kesini untuk ketemu dengan kedua orang tuanya.tapi sampai hampir jam 13.00 belum juga ada balasan chat dari Sansan.

tapi Wirya masih menunggu sore saja dia akan telepon Sansan agar lebih jelas. Jam 15.30 handphone Wirya berbunyi ternyata Sansan telepon.

"Halo, Wir maaf baru lihat handphone tadi siang banyak tugas jadi makan siang sambil kerjain tugas." sahut Sansan menjelaskan.

"Hah iya tidak apa-apa?" jawab Wirya.

"Kamu sudah selesai mengajar?, sudah di rumah atau masih di sekolah?" tanya Sansan.

"Iya baru sampai rumah, baru mau ibadah terus mau telepon kamu selesai ibadah kamu sudah telepon duluan, hehehhe." jawab Wirya sambil cengengesan.

"Iya , aku lihat chat kamu langsung aku telepon karena aku lihat sudah dari jam 12.00." sambung Sansan.

"Hahahha takut aku marah ya?" Wirya terdengar tertawa sambil meledek Sansan.

"Huuuuh, ya sudah lain kali tidak telepon biarin!" jawab Sansan ketus.

"huhuhhuhuhu.....begitu saja ngambek." ledek Wirya lagi.

"Eh maksudmu, kapan ketemu orang tuamu, bagaimana?" tanya Sansan.

"Haaaa, ya kita ketemu orang tuaku, kan kemarin kita sudah ketemu orang tuamu, sekarang gantian ketemu orang tuaku, biar Bapak Ibuku tau, calon menantunya cantik impor lagi hahahah." sambung Wirya menjelaskan sambil masih cengengesan.

"Kok Impor? apa yang di impor?" tanya Sansan bingung maksud Wirya.

"Hahahha kan kamu itu impor bukan di produksi di Indonesia?" sambung Wirya masih sambil melawak.

"Yeee siapa bilang, jelas aku made in Indonesia cuma gen aku impor hahahah!" sambung Sansan sambil menanggapi lawakan Wirya.

"nah itu berarti tidak orisinil, hahahha!, ada bahannya yang di impor hahahha!" sambung Wirya masih melanjutkan lawakannya.

"Iya juga, tapi dibuat disini bukan semua impor, hahahahha!" lanjut Sansan.

"Jadi bagaimana, calon istriku yang campuran impor wkwkkwkw?" sambung Wirya sambil ketawa ngakak.

"Ampun campuran impor apa coba? hemmm menurutmu kapan enaknya ketemu orang tua mu?" jawab Sansan sambil mikir lagi.

"Sabtu atau Minggu bisa tidak? nanti aku jemput kesitu?" tegas Wirya memastikan waktunya.

"Sepertinya lihat reaksi orang tuaku hari ini, aku pulang ya, bagaimananya aku kabarin lagi." jawab Sansan karena masih bingung memutuskan.

"Ya sudah tidak apa-apa, kamu sana pulang dulu, hati-hati!" jawab Wirya sambil mengakhiri telepon.

Tidak disadari oleh Wirya Ibunya sudah di depan Pintu kamarnya dan mendengarkan obrolannya di telepon dengan Sansan.

"Wir, siapa itu, calon menantu Ibu ya?" tegur Ibunya sambil mendekati Wirya.

"Hah....hah!, apa Bu?" Wirya kaget dan gelagapan menjawab Ibunya.

"Wir, kamu mulai nakal ya sembunyi-sembuny sama Ibu dan bapakmu!, Ayo siapa itu tadi yang ditelepon?" tanya Ibunya lagi.

"Hah, bukan Bu itu tadi anak-anak saja nanyain tugas PR tadi yang aku kasih." jawab Wirya sekenanya.

"Maksudnya kamu pacaran sama anak muridmu sendiri?, walah apa tidak terlalu muda kamu pacaran sama anak SMP Wir?" tegas Ibunya salah paham.

"Haduhhh runyammm!" sambil memegang kepalanya!, Wirya salah kasih alasan.

"Apanya yang runyam Wir?, Ya runyammm kalau kamu pacaran sama muridmu sendiri?" tegas ibunya melihat tingkah anak sulungnya.

"Tidak begitu Bu, maksudnya Ibu salah paham, bukan pacaran sama muridku, Wirya bilang lagi bahas tentang PR, malah ibu bilang pacar?" jelas Wirya.

"Hemmmm kamu bohong sama Ibu?, Ibu tadi dengar kamu tidak bicarain Pekerjaan Rumah atau tugas sekolah." tegas Ibunya.

"Wah Ibu dengar semuanya? (Ekspresi muka Wirya sudah panik dan bengong polos)." sahut Wirya.

"Nah kan kamu ketahuan bohong sama Ibu?" tegas ibunya lagi melihat raut muka anaknya yang polos.

"Haduhhh bagaimana jelasin nya ya Bu, bingung Wirya jelasinnya?, hari minggu saja nanti saya kenalin saya ajak ke rumah ini ya Bu?, tapi jangan kaget ya Bu, dan jangan marah?" Akhirnya Wirya menjelaskan karena Ibunya sudah curiga mau menutupin lagi juga sudah bingung.

"kalau buat Ibu yang penting itu perempuan baik-baik, ibadahnya baik, sopan, sayang sama kamu, mengerti adat istiadat kita dan bisa mendampingi kamu sampai kalian kakek nenek." jelas Ibunya.

"Hah sullittt....!, tapi dia impor Bu, bagaiamana?" tegas Wirya lagi karena dia mikir ini sulit beneran dari dua keluarga benar-benar sulit.

"Impor maksudnya Impor bagaimana Wir?" tanya Ibunya karena penasaran.

"Wirya jelasin pas hari minggu besok pas ketemu ya bu?, biar lebih jelas lagi?" tegas Wirya karena sudah bingung mau jelasin juga malahan nanti bapaknya tau bisa-bisa tidak dibolehin kesini.

"Ya sudah sana kamu mandi dulu, terus ibadah sana!" suruh Ibunya.

Jam 5 sore Sansan sudah sampai di depan rumahnya, tapi mau masuk masih ragu-ragu, sampai adik laki-lakinya pulang main sepakbola di lapangan dekat rumahnya.

"Ci...!, Cici ngapain disini tidak masuk?" suara dari belakang mengagetkan Sansan.

"Hah Jiu....!, tidak mau masuk ini!" Sansan kaget dan reflek jawab adiknya. (nama adik kedua Sansan Oie Jiu yen atau Jiyo Winata)

"Cici semalam tidur dimana? Hotel atau dimana? jangan bilang tidur sama Mas-Mas yang kemarin ya?" tanya Jiu kepo sambil meledek Cicinya.

"Hah, ya tidak, aku tidur ditempat Vely! (nama teman kampus Sansan)." jawab Sansan"Oh Jiu kira tidur.....!" Jiu masih meledek Sansan.

Mobil Papinya sudah masuk gerbang rumahnya, Sansan takut tapi juga bingung harus hadapin Papinya seperti apa?, adiknya menggandengnya ajak masuk.

"Mi, cici pulang nih," teriak Jiu memanggil Maminya.

"Kamu masih tau dimana rumahmu San?, Mami kira kamu sudah lupa dan tidak akan balik kerumah ini lagi?" tegas Mami nya masih emosi.

"Maaf Mi, Sansan hanya mau minta restu Mami buat merestui hubungan Sansan dengan Wirya tidak minta apa-apa lagi Mi," tegas Sansan.

"San....San!, kemarin  Papi dan Mami sudah jelas, kamu keluar dari rumah ini berarti kami sudah tidak menganggap kamu sebagai anak, kenapa kamu kembali lagi, kalau kamu mau minta restu jelas tidak akan kami kasih restu? sudah sana silahkan kamu ambil pakaianmu barang-barangmu bawa keluar dari rumah ini jika kamu masih memilih bersama laki-laki itu?" tegas Papinya sambil masuk rumah tanpa basa-basi.

Sansan menangis sambil masuk ke dalam kamarnya dan segera merapikan pakaian dan barang- barang yang dia akan bawa keluar dari Rumahnya. Di dalam pikirannya juga bingung harus kemana, mau tidak mau inap di tempat Vely lagi sambil cari Kost sendiri.

Sansan segera keluar dari rumah dan memesan taksi online untuk ke Kost Vely, sambil menangis Sansan telepon Wirya.

"Halo, Wir aku keluar dari rumah ya!" masih dengan sesegukan menelepon Wirya.

"Hah, Mami Papi masih marah? ya sudah kamu kemana, apa aku jemput kesitu kamu ke Kost  Ega dulu aku jemput ya?" Wirya langsung segera kasih solusi.

"Tidak usah, aku tidur ditempat teman ku kemarin, besok baru cari Kost sendiri, kamu tidak usah kesini, lagian lusa juga kamu mau jemput aku kan?" tegas Sansan.

"Iya tapi kamu beneran tidak apa-apa?" Wirya khawatir.

"Iya tidak apa-apa, seperti kamu dari awal kita sudah pasti tau keadaannya seperti apa dan pasti tidak mudah." jelas Sansan menenangkan karena dari suaranya Wirya terdenger khawatir.

"Ok, semangat pasti kita berjuang bersama sampai kita dapat restu dari kedua orang tua kita ya." Wirya menyemangati Sansan.

Wirya semakin bingung sebelumnya Ibunya sudah ingatin untuk calon menantunya harus paham adat istiadat dan ibadahnya bagus. Jika Ibunya tau Sansan pindah agama karena kenal dia dan bahkan adat istiadatnya berbeda dengan dia, dan keluarganya bagaimana?, ada kekhawatiran, tapi teringat kata-kata Wirya sendiri jika takut melangkah kenapa harus memulai, dan Wirya tau jelas ini perjuangan akan sangat panjang bahkan tidak bisa dia prediksi sampai berapa bulan berapa tahun, dia mulai menata hati dan pikirannya kembali dengan apa yang pernah dia sampaikan ke Sansan bahwa jika dihadapin berdua pasti akan bisa melaluinya sesulit apapun perjuangan mereka.

Lanjut Part 4 ya...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!