Awal perjuangan

Tiga bulan sejak peristiwa pengakuan pindah keyakinan ke orang tuanya, Sansan di perketat untuk pergi-pergi, yang membuat komunikasi dengan Wirya tidak bisa setiap hari. Harus diam-diam saat di Kampus mencoba pinjam handphone temannya untuk menghubungi Wirya, tapi ibadahnya pada keyakinan barunya semakin hari semakin taat bahkan ibadah-ibadah sunnah pun di jalankan Sansan.

"San...!" Sansan menengok Ke suara dari belakangnya.

"Wirya, kenapa kamu disini?" tanya Sansan.

"Kita Ke Kantin untuk bicara ya?" menggandeng tangan Sansan sambil menuju Ke Kantin Kampus.

"Duduk dulu kamu mau makan apa?" tanya Wirya.

"Apa ya? belum begitu lapar, minum saja dulu, es jeruk saja!" pesan Sansan.

"Oke, aku peseankan dulu." Wirya Ke bagian kasir untuk pesan minuman.

Lima menit kemudian, Wirya menuju ke arah meja Sansan sambil membawakan es jeruk yang sansan pesan, maklum disini Kantin bayar di kasir, dan ambil sendiri jadi tidak di antarkan Ke meja oleh pelayanannya.

"Ngomong-ngomong ada keperluan apa kesini?" tanya Sansan.

"Keperluanku kamu!" tegas Wirya dengan muka datar.

"Hah aku?" tegas Sansan"

"Bagaimana ibadahmu?" basa-basi Wirya.

"Mau menikah denganku?" basa-basi Wirya belum sempat dijawab Sansan, Wirya langsung melamarnya.

"Huhuuhuhkkk...huhukkk." Sansan tersendak karena kaget pernyataan Wirya.

"Kaget ya, aku serius? kalau kamu menikah denganku kita hadapi bareng-bareng kedua orang tua kita."

"Hemmmmm....?" gumam Sansan. sambil berfikir (...)

"Sudah pikirkan benar-benar dulu, tidak harus sekarang kamu jawab!" tegas Wirya melihat Sansan agak syok atas penyataannya.

Pulang dari kampus Sansan mampir menemui guru agamanya, untuk sekedar mengobrol dan mungkin guru tersebut bisa memberikan masukan terkait pernyataan Wirya.

"Guru maaf saya datang kesini mendadak," seru Sansan ke guru di depannya.

"Tidak apa-apa, ada apa? seperti ada yang sangat penting?" tanya gurunya.

"Iya guru, jadi tadi di Kampus Wirya, pemuda yang kemarin menjadi saksi saya mengikuti agama guru melamar saya, saya bingung makanya saya mau mendapat masukan dari guru?" cerita Sansan ke gurunya.

"Sebenarnya yang bisa menjawab itu hatimu sendiri. Apakah hatimu yakin dengan pemuda tersebut menjadi pemimpinmu dan anak-anakmu kelak?" jawab gurunya dengan santai.

"Iya benar guru, tapi tetap saja saya yakin kedua orang tua kami tidak akan merestui, karena perbedaan kami?" tegas Sansan.

"Salah satu ujian kalian berdua. Apakah kalian tetap kuat untuk terus bersama untuk mendapatkan restu dari kedua keluarga kalian, bukan hanya orang tua tapi keluarga kalian yang memang sudah beda dari adat istiadat, budaya dan agama, pasti banyak ujian lainnya, tetapi jika memang kalian tidak siap itu semua, kenapa kalian berani memulai?, coba pikirkan baik-baik tanpa terburu-buru untuk memutuskannya?, karena sekarang kalian sudah di persimpangan bukan lagi sedang memulai." tegas gurunya.

Sansan memikirkan apa yang di katakan gurunya "Benar kenapa aku memulainya jika tidak berani melangkah untuk perjuangkannya, selain itu Wirya sudah yakin sampai berani melamarku?". Sampai di rumah Sansan hanya menunduk dan langsung ke kamarnya tanpa basa-basi ke Maminya.

"San.....San?" panggil Mami.

Karena banyak pikiran Sansan yang berkecamuk seolah tak mendengar panggilan Maminya, sampai Maminya mengikutinya Ke Kamar.

"San...!" Maminya memanggil lagi dan mencoleknya.

"Hah, apa Mi?" reflek Sansan karena kaget.

"Kenapa kamu, dipanggil dari masuk rumah sampai masuk kamar diam saja, awas kesambet lho?" seru Mami.

"Iya Mi, Tidak apa-apa, tadi masih kepikiran mata kuliah yang agak susah, makanya ini mau coba pelajari lagi." jawab Sansan sekenanya.

"Oh ya sudah, Mami kira kenapa?, sudah makan, kalau belum langsung makan, Mami habis beli kue!" sambung Mami.

"Oh ya Mi, nanti Sansan ambil." jawab Sansan.

Maminya sudah keluar dari kamar, dan pikiran Sansan masih bingung berani tidak dia melangkah lebih jauh lagi, dia kepikiran apakah dia akan di usir dari rumah ini, dan tidak dianggap sebagai anak lagi, jika sampai berani menikah dengan Wirya, tetapi jika dia tidak berani melangkah kenapa harus memulai, dengan jelas dan sadar dari awal sudah tau pasti perjuangan berat jika berhubungan dengan Wirya dengan perbedaan yang begitu banyak.

"Aaaaarrrrggghhhh.....!" teriak Sansan kesal karena bingung harus bagaimana.

"Kenapa San?" ternyata teriakan Sansan terdengar Maminya yang di dapur.

"Hah, tidak Mi, kesel ini rumus belum dapat-dapat!" tegas Sansan membuat alasan.

 "Sudah mandi dulu sana?, kemudian baru lanjut belajar lagi dan makan!" tegas Mami.

Setelah dua hari menyakinkan diri, di malam harinya setelah makan malam dengan keluarganya, Sansan mencoba memberanikan diri menyampaikan ke Mami Papinya.

"Pi Mi, habis makan Sansan mau ngobrol ya!" ucap Sansan dengan ragu-ragu.

"Ada apa memang?" jawab Papinya santai.

"Sudah makan dulu!" sahut Mami.

Setelah makan malam.

"Sini San, katanya mau ngobrol, ada apa?" Papinya memanggil Sansan ke ruang keluarga.

"Pi Mi, dan semuanya (maksudnya kedua adiknya)." ucap Sansan.

"Apaan Ci, lama amat mau ngomong saja!" seru adiknya karena Sansan seperti ragu.

"Apa San, kok Mami jadi ada firasat jelek nih, kamu mau ngomong tidak enak?" tanya Mami.

"hemmmm.....hememmmm" Sansan masih belum bisa mengatakan apapun.

"Hemmm.....hemmm apa San?" tanya Papi.

"Itu Pi, itu....!" Sansan panik, grogi, dan susah banget rasanya kata-kata itu keluar dari mulutnya.

"Itu....itu apaan San?" sahut Papi.

"Ayo ngomong, kamu mau bilang tetap masih dengan agamamu itu, iya begitu?" tegas Papi.

"Iya Pi!" jawab Sansan sambil mengangguk.

"Pi, Mi, Sansan mau menikah dengan Wirya!" jelas Sansan.

"Apaaaa....?" Mami kaget dan tidak percaya yang barusan Sansan katakan.

"Plakkk! Plakkk!" tanpa berkata Papi Sansan langsung menampar wajah anak gadisnya.

"Pi, kita bisa ngomong dulu, tidak perlu dengan tamparan begitu!" Bela Mami.

"San kamu?, kurang apa Papi Mami mendidik kamu, semua Papi Mami berikan terbaik buat kamu?" Emosi Papi.

"Hikk....hikkkk!, maaf Pi!" Sansan sambil menangis meminta maaf atas keputusannya.

"San, kamu tidak beneran kan ya?, kalau tidak kamu pindah kuliah di luar kota atau di luar negeri sekalian, biar tidak ketemu lagi sama Wirya Wirya itu, atau kamu di paksa?" Mami berusaha menenangkan dan menasehati Sansan agar Sansan tidak benar-benar dengan keputusannya.

"Tidak Mi, ini keputusan dari Sansan sendiri tidak dipengaruhi siapapun!" jelas Sansan.

"Mi Pi, kalian harus kenal Wirya dulu ya, dia baik, dia juga sudah punya kerjaan dan pasti tanggung jawab sama Sansan." Sansan mencoba untuk meminta pengertian kedua orang tuanya.

"San, kamu sadar tidak?, kenapa kami tidak bisa menerima Wirya itu di keluarga kita, bukan karena baik buruk atau kerjaannya, tapi lebih ke keluarga kita dengan keluarga dia beda San, kamu harus paham itu!" jelas Papi.

"Pi, kasih kesempatan Wirya ketemu Papi Mami ya?, biar Papi Mami tau bagaimana seriusnya Wirya." rayu Sansan.

"San, sebenarnya kamu tau dengan jelas kenapa kalian tidak bisa bersatukan?, tapi kalian mau melangkahi semuanya demi apa? Cinta?" jelas Mami.

"Cinta itu kalau sudah 1-2 tahun juga hilang San, kamu harus paham itu, kamu hidup dengan Papi Mami sudah 19 tahun San, kamu kenal itu orang berapa lama?, belum lagi kelurga dia apa bisa terima kamu?" jelas Mami lagi.

"Benar Ci, kata Mami!, Ci nanti Cici menderita Ci, jika tidak diterima keluarga kita dan keluarga dia (Wirya), Ci pikirkan baik-baik lagi, memang spesialnya apa orang itu dengan orang lain, sampai Cici berani melangkah sejauh ini?" jelas adik pertama Sansan.

Setelah semua ke kamar masing-masing dan orang tua Sansan meminta memikirkan lagi keputusannya, Sansan tidak bisa tidur dan mencoba mengirimkan chat ke Wirya.

"Sudah tidur, kalau belum bisa telepon sebentar?" Chat Sansan ke Wirya.

Lima menit kemudian Wirya telepon Sansan.

"Halo, bagaimana?" sapa Wirya.

"Ya, Aku sudah mencoba memikirkan semua dan sudah mencoba ngomong ke Mami Papiku, untuk menikah dengan kamu" jelas Sansan.

"Oke, terimakasih sudah menerima lamaranku." tegas Wirya dengan rasa lega.

"Tapi,....?" Lanjut Sansan.

"Tapi kenapa?" sahut Wirya.

"Sepertinya salah keputusanku, karena apa iya kita berani melangkah sejauh ini, reaksi orang tuaku saja tadi aku sudah ngeri, belum lagi mikirin reaksi keluargamu juga." jelas Sansan.

"Tenang, kamu tenang ya, pasti bisa yang penting kita berdua yakin, kamu dengerin aku, aku nggak bisa berjuang sendiri tanpa kamu jadi kita harus berdua, sepanjang apapun kita berjuang bersama sampai dimana restu kedua keluarga kita memberikan." jelas Wirya agar Sansan lebih tenang dan yakin.

"Apa kita bisa ya?, melalui hal ini, aku bayangin seperti sudah merinding sendiri?" sahut Sansan.

"Yang penting kamu yakin dengan hubungan kita, kamu yakin dengan aku dan kamu akan terus berjuang denganku apapun yang terjadi " jelas Wirya.

"hmmmm.....hmmmm" suara Sansan hanya menggumam.

"Yakin nggak?, jika tidak ya sudah berhenti saja jangan diteruskan, aku tidak pernah memaksakan jika dari kamu sendiri tidak berani melangkah dan yakin?" tegas Wirya.

"Ayo lanjutkan, yakin bisa jika kita bersama sesuai dengan janji kamu tadi ya?" tegas Sansan.

"Oke, besok aku ke rumahmu jemput sekalian menemui orang tuamu ya?" lanjut Wirya.

"Hah, besok?" Sansan kaget.

"Terus kapan?" tanya Wirya.

"Besok sore saja ya ketemu orang tuaku atau kapan deh!" Sansan ragu-ragu.

"Ya sudah besok sore, aku antar kamu pulang dari kampus sekalian ketemu orang tuamu, bagaimana?"tegas Wirya.

Keesokan harinya, Wirya mengendarai motornya Ke Kampus Sansan untuk ketemu sekalian jemput dan antar ke rumahnya, sebelum sampai di kampus Sansan, Wirya mampir ke toko perhiasan untuk mencari cincin untuk sebagai lamaran ke Sansan. Setelah 20 menitan mencoba dan memperkirakan ukuran Jari Sansan dengan meminta karyawan toko perhiasan tersebut, akhirnya Wirya mendapat cincin yang dia suka dengan harga yang tidak begitu mahal pas sesuai budgetnya. Lanjut ke Kampus Sansan kebetulan sudah lumayan siang, Wirya berencana ajak makan siang Sansan, dan diskusi bagaimana nanti saat ketemu orang tua Sansan, sikapnya harus seperti apa, dia sudah yakin di tolak orang tua Sansan karena perbedaan tapi dia tetap yakin bisa dapat restu jika nekat dan berani, karena dia merasa serius dan benar-benar ingin bersama dengan Sansan.

"San....!" panggil Wirya sudah sampai di Kantin Kampus.

"Sudah lama menunggunya?" balas sansan sambil duduk di depan Wirya.

"Belum baru sampai juga, mau makan apa? atau mau makan di luar Kampus?" tanya Wirya.

"Di sini saja, satu Jam lagi aku masih ada kelas sampai jam 16.15, bagaimana?" jelas Sansan.

"Ya sudah tidak apa-apa, nanti aku ke kostnya Ega saja, menunggu kamu sampai kamu selesai kelasnya?"jelas Wirya.

"Memang kamu hari ini tidak mengajar?, jam segini bisa sampai sini?" tanya Sansan.

"Iya aku ijin ke sekolah, karena ada acara kelurga, hehehe." jelas Wirya.

"Huuuuu.....dasar." ledek Sansan.

"Bener kan ada acara keluarga?" jelas Wirya.

Sansan kembali ke kelas setelah makan siang, dan Wirya ke kost adiknya yang tidak jauh dari Kampus, sambil menunggu jam antar pulang ke rumah Sansan sekalian melamar.

"Ga, Ga ini mas!" ketok pintu kostnya Ega.

"Mas, kok kesini?" sahut Ega.

"Kamu baru bangun?, memang tidak ada kelas?" tanya Wirya.

"Tidak, lagi di belakang cuci baju, ada kelas nanti jam 15.00 sampai jam 18.00!" jawab Ega.

"Oh, Mas kesini mampir saja nanti jam 16.30, Mas juga langsung ada perlu di daerah sini?" jelas Wirya.

"Perlu apa?, memang Mas Tidak mengajar hari ini?, tau-tau sudah sampai sini saja?" tanya Ega.

"Tidak Mas, ada keperluan jadi ijin hari ini." jawab Wirya.

"Ibu bapak tau Mas kesini?" tanya Ega lagi.

"Hahaahah, hemmm.... tidak usah bilang ya!, nanti mas yang bilang langsung sama Ibu dan bapak?" jelas Wirya.

"Lha memang Mas ada keperluan apa? jadi curiga sampai Ibu bapak belum tau Mas kesini?" tanya Ega penuh curiga.

"Aaah kamu masih kecil, belajar dulu yang bener!" seru Wirya santai, karena Ega mulai kepo.

"Mas ada janjian sama cici cici itu ya?, siapa namanya?" ledek Ega.

"Apa sii?, Kepo, sudah sana lanjutin cuci bajunya?" tegas Wirya.

"Apa Mas?, beneran Mas mau kencan sama cici itu ya?" tanya Ega lagi karena penasaran, kakaknya tidak pernah bertingkah seperti ini sebelumnya.

"Sudah sana!, cuci baju." tegas Wirya lagi.

"Mas, Ega ingatin ya jangan main api!, cici sama Mas itu beda semua, pasti keluarga tidak ada yang setuju!" lanjut Ega menasehati kakaknya sambil pergi ke belakang melanjutkan mencuci.

Sebenarnya dalam hati Wirya juga ada sebersit kekhawatiran, Apakah langkahnya ini benar dan yakin bisa sampai akhir memperjuangkannya atau tidak dan berakhir baik semua atau tidak?, tetapi karena Wirya yakin mampu makanya dia tetap akan terus maju apapun yang harus diperjuangkan, dengan berdoa keluarganya dan keluarga Sansan akan merestui, walaupun itu tidak mungkin mudah dan bahkan membutuhkan perjuangan yang panjang.

Jam 16.20 Wirya ketiduran di kost Ega, dan Sansan menyusul ke Kost Ega, tapi belum tau Kost yang sebelah mana, Sansan telepon belum di jawab juga.

"Hemmm Wirya kemana lagi ditelepon nggak di jawab -jawab, pasti ketiduran?" gumam Sansan sambil jalan ke arah kost-kost dekat kampusnya.

"Halo, maaf ketiduran, kamu dimana?" jawab Wirya karena kaget kebangun dengar dering telepon.

"Sudah di depan kampus sebelah kiri yang arah rumah-rumah kost itu, tapi aku belum tau kostnya Ega yang mana?" jawab Sansan.

"Oke, aku jemput sebentar tunggu ya?" lanjut Wirya sambil lari kedepan.

"San, sini maju dikit," panggil wirya yang ternyata tidak jauh dari Sansan berdiri menunggu.

"Masuk dulu deh, kita ngobrol dulu sebelum kita kerumahmu?" ajak Wirya sambil masuk kost Ega kembali.

"Memang rencana kamu bagaimana?, mau langsung melamar begitu atau mau kenalan sama Mami Papiku dulu?" tanya Sansan.

"Langsung melamar, kalau cuma kenalan dikira tidak serius lagi?" sahut Wirya.

"Hemmm,....!, jujur aku takut tau?, kemarin saja saat aku bicara reaksi Papi Mami aku sudah ngeri begitu, apalagi sekarang sama kamu?" lanjut Sansan khawatir.

"Tidak apa-apa, pasti kita bisa melewatinya ya, kamu tenang dan yakin!" Wirya menyakinkan.

Jam 17.45, Wirya menyalakan motornya untuk mengantarkan Sansan pulang sekalian bertemu dengan kedua orang tua Sansan, pasti bisa melewati semuanya dengan baik, yakin bisa. .

Jam 18.15, Sudah sampai di depan Rumah Sansan, memarkirkan motornya di halaman Rumah Sansan, kemudian Sansan jalan duluan, dan membuka pintu dan menyapa Maminya, sedang di ruang keluarga bersama kedua adiknya, Papinya ternyata masih di lantai atas.

"Mi, masak apa?" sapa Sansan.

"Baru pulang, tumben sampai sore kelasnya" jawab Mami.

"Iya Mi, Mi Papi dimana?" tanya Sansan.

"Masih di atas, kenapa?" tanya Mami.

"Hemmm.....! temanku mau kenalan sama Mami dan Papi, dia ada di depan? aku ajak masuk ya Mi" jelas Sansan.

"Pi, turun dulu?" panggil Mami.

"Ya, sebentar lagi" terdengar sahut Papi.

Sementara Sansan ke kamar nya meletakkan tas nya dan langsung menuju kedepan meminta Wirya masuk ke ruang tamu, sambil menunggu Papinya, Sansan menawari minum ke Wirya, belum sempat Sansan mengambilkan minum, Papinya sudah turun dan langsung menemui mereka dan langsung emosi.

"Oh kamu orang yang membuat anak saya tidak benar?" tuduh Papi Sansan.

"Maaf Om, saya Wirya," Wirya memperkenalkan diri sambil menyodorkan tangannya.

"Sudah tidak perlu basa-basi, saya dan keluarga Sansan tidak merestui kalian berdua bersama." tegas Papi Sansan tanpa basa-basi dan tidak mau menyalami Wirya bahkan seakan mengusirnya.

"Pi, Papi duduk dulu, jangan marah dulu, Wirya kesini baik-baik Pi, kenapa Papi begitu." sahut Sansan.

"Baik-baik bagaimana?, apanya yang baik, tau-tau kamu pindah keyakinan karena dia (menunjuk wirya), kamu jadi pembangkang juga karena dia (menunjuk wirya), kamu jadi susah di atur semua karena ini bocah kan?" lanjut Papi Sansan.

"Pi, aku pertegas lagi ya aku pindah keyakinan bukan karna Wirya dan semua keputusan yang aku ambil karena dari keyakinanku sendiri, bukan pengaruh siapapun, aku ingin bersama dengan Wirya juga karena dari diriku sendiri, bukan dipaksa siapapun, Jadi wirya tidak pernah memberikan pengaruh buruk atau memaksakan apapun Pi!" tegas Sansan mulai emosi karena Papinya langsung menuduh Wirya.

"San, kamu berani melawan Papi dan Mami demi seorang pemuda seperti dia?" sahut Mami Sansan.

"Maaf Om,Tante, saya kesini bukan mau ribut saya mau bicara baik-baik." sela Wirya karena melihat sansan dan kedua orang tuanya sudah mulai emosi.

"Diam kamu!" tegas Mami Sansan.

"Kamu itu siapa?, kamu sadar tidak kamu dengan Sansan seperti langit dan bumi?, beraninya kamu mendekati anak saya?, bilang mau bicara baik-baik, apa yang mau di bicarakan baik-baik, kami keluarga Sansan bisa bicara baik-baik dengan orang yang baik-baik juga?" tegas Mami Sansan masih dengan emosi.

"Pi, Mi ,cukup!, Wirya kesini buat perkenalan baik-baik, datang baik-baik karena kami menghormati Papi Mami, tapi Papi Mami malah begini tanggapannya, Apakah tamu belum dipersilahkan duduk saja sudah langsung dituduh? kecewa Sansan sama Papi Mami ." Sansan marah karena penghinaan kedua orang tuanya ke Wirya.

"Ayo kita pergi," Sansan menggandeng Wirya ajak pergi.

"Hah....!" Wirya kaget dan nurut saja digandeng Sansan.

"San, kamu keluar dari rumah ini, sudah tidak usah balik lagi saja kamu!" terdengar Papi nya mengancam.

Sansan dan Wirya tetap pergi dari rumah dan langsung jalan menuju ke Pantai tidak jauh dari sana, Sansan hanya diam sepanjang jalan, Wirya pun paham perasaan Sansan saat ini.

"Kita mau dimana di pantainya?, mau makan malam atau bagaimana?" tanya Wirya memecah keheningan.

"Terserah." jawab Sansan.

"Haduhh...!, Cewek kalau sudah ngomong terserah itu susah ditebak, ampunn hahahah." ledek Wirya agar Sansan sedikit terhibur.

"Aaaah kamu, bukannya ngomong apa malah ledek,huuufthh!" jawab Sansan.

"Ya bagaimana?, kamu ditanya mau kemana terserah ya kan bingung aku, kita makan saja ya?" tanya Wirya.

"Ya sudah iya!" jawab Sansan.

"Makan seafood mau?" tanya Wirya lagi memastikan.

"Terserah!" jawab Sansan singkat.

"Terserah lagi, hahahah." ledek Wirya lagi.

Sampai di warung seafood pinggir pantai Wirya langsung memesan seafood dan beberapa makanan lain,

sebenarnya Wirya sendiri masih agak syok dengan sikap orang tua Sansan yang langsung mengusir nya tanpa basa-basi, seperti tidak sesuai bayangan dia, tapi dia sudah tau pasti akan seperti ini, jadi Wirya berusaha terima tanpa rasa sakit hati atau bagaimana, atas perlakuan orang tua Sansan.

"Maaf ya, atas perlakuan orang tuaku ke kamu tadi?" Sansan memecah keheningan.

"haahh!, tidak apa-apa memang dari awal kita sudah sama-sama tau akan jadi seperti ini, hanya agak kaget saja kaya langsung ditembak mati tanpa bisa jelasin apapun, heheh?" jawab Wirya sambil cengengesan karena Wirya tau Sansan lebih sedih dari dirinya.

"Ya benar, Aku juga nggak bayangin kalau Mami Papiku langsung seperti itu reaksinya, tanpa ada basa-basinya sama sekali" sahut Sansan.

"Sudah tidak apa-apa, jangan sedih, kita makan dulu, habis itu kita pikirkan selanjutnya" jawab Wirya santai agar Sansan juga tenang.

Selesai makan, Wirya dan Sansan mengobrol panjang lebar mengenai langkah selanjutnya yang akan di ambil, belum lagi diskusi untuk perkenalan Sansan dengan keluarga Wirya.

Perjuangannya masih panjang, Lanjut Part 3 ya....

Terpopuler

Comments

Oralie

Oralie

Bikin deg-degan.

2023-08-21

0

Asri Irwansyah

Asri Irwansyah

Aduh, cliffhanger-nya bikin saya gak tahan nunggu, ayo lanjutkan thor!

2023-08-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!