Haura : The Parallel Universe
1
“Haura”
Tubuh gadis itu diguncangkan cukup keras, sekedar agar si gadis cepat terbangun dari tidurnya. Sekali. Dua kali. Tak ada jawaban. Selalu seperti itu. Haura dan Kasur adalah hal yang harus dipisahkan. Kalau tidak ya seperti ini.
Dasar kebo!
“Haura! Hey!”
Si gadis akhirnya melenguh, membuka selimut yang membungkus tubuhnya. Menampilkan wajahnya yang sedikit bengkak dengan mata yang masih terpejam sempurna.
“5 menit lagi, Bu”
“Bu?” si pelaku yang sejak lima belas menit lalu berusaha membangunkan Haura mengerutkan kening. “Haura. Bangun cepetan! Udah jam 7, kamu mau kita terlambat?!”
HAH?!
Mata Haura yang semula terpejam, akhirnya terbuka lebar. Gadis itu buru-buru membuka selimut yang membungkus tubuhnya. Dia harus segera masuk kedalam kamar mandi sebelum Mas Angga atau Mba Husna. Bisa makin terlambat dia kalau harus ada di antrian ketiga.
Tapi Gerakan terburu-buru Haura terhenti ketika gadis itu membuka salah satu pintu dan itu adalah pintu kamar mandi. Tunggu! Bukannya harusnya itu pintu ke luar kamar? Kenapa malah pintu kamar mandi?
“Haura? Kenapa bengong!”
Haura menoleh, mendapati seorang gadis cantik melipat tangan didepan dada dengan wajah merengut. “Siapa?”
“Heh?!” gadis itu mendelik. “Nggak usah pura-pura amnesia karena itu nggak lucu. Buruan mandi. Kita udah telat begok”
Kening Haura mengkerut, dia tak mengindahkan ucapan si gadis cantik. Matanya secara otomatis memindai isi kamar. Tidak. Ini bukan kamarnya! Haura tidak pernah punya kamar sebagus dan seluas ini.
Kamar Haura kecil, paling kecil dibanding kamar Mas Angga dan Mba Husna. Tidak seperti sekarang. Kamar ini luasnya dua sampai tiga kali kamar Haura, dan dengan fasilitas lengkap. Lihat saja satu set meja belajar dengan merk terbaik, televisi ukuran besar dan jangan lupakan ranjang berukuran queen.
Tunggu! Haura tidak sedang bermimpi kan?
“Haura! Ngapain bengong!” gadis cantik itu sudah berdiri didepan Haura, menepuk keras pundak Haura. “Hari ini kita ada ulangan Fisika. Jam pelajaran kedua. Kalau kamu lupa” katanya dengan penekanan disetiap kalimat.
Haura mengerjap kebingungan, “Dimana ini?” suaranya akhirnya keluar juga. “Dan kamu siapa?”
Gadis cantik yang adalah sahabat Haura itu mendelik. Kesal dengan drama yang dibuat Haura.
“Haura! Nggak lucu. Buruan mandi!” tubuh Haura didorong masuk kedalam kamar mandi kembali. “Nggak lebih dari lima menit. Aku nunggu di meja makan”
Haura menepuk kepalanya, masa bodo, dia memang ada ulangan Fisika kan hari ini? Karena itu dia belajar mati-matian agar nilainya bisa dia banggakan didepan Ibu dan Bapak. Biar tidak kalah dari Mba Husna. Pokoknya bagi Haura, dia tidak boleh kalah dari Mba Husna apalagi Mas Angga. Tidak boleh!
Gadis itu mandi dengan cepat, sedikit mengernyit ketika melihat pantulan dirinya, rambutnya tiba-tiba panjang kembali. Padahal Haura ingat betul dia baru memotong pendek rambutnya seminggu yang lalu. Kok bisa?
Keluar dari kamar mandi, gadis itu kembali kebingungan. Kenapa tidak ada lemari didalam kamar seluas itu?
“Heh? Ya Tuhan, masih bengong aja. Buruan ganti baju” tubuh Haura didorong menuju pintu lain dikamar itu.
Mata Haura melotot melihat walk in closet. Rumah siapa sebenarnya ini? Seumur-umur Haura belum pernah menginjakan kaki ditempat seperti ini. Pakaian yang diatur sedemian rapinya. Sepatu, jepit rambut, jam tangan dan kaos kaki. Aduh, kepala Haura sepertinya mau pecah.
“Sudah aku duga kamu bakal bengong lagi. Kan udah aku bilang Ra, kalo abis subuhan tuh nggak usah tidur lagi. Kayak orang begok kan kamu” cewek cantik yang sampai sekarang Haura tak tahu namanya itu masuk kedalam walk in closet, berjalan menuju salah satu lemari kemudian mengambil seragam yang sama seperti yang dikenakan cewek itu. Tapi itu bukan seragam sekolahku!
“Pake. Buruan” penekanan disetiap kalimat. “Kamu sarapan di mobil. Nggak ada bantahan” dan cewek itu keluar dari walk in closet sambil membanting pintu.
.
.
Bangunan super megah itu lebih pantas disebut hotel atau museum daripada sebuah sekolah. Apalagi dengan deretan mobil mewah yang terparkir didepannya. Haura mengikat rambutnya dengan gugup. Dari pembicaraannya dengan gadis cantik yang merecokinya sejak pagi tadi yang ternyata bernama Angel, Haura mengambil kesimpulan kalau dia bertransmigrasi entah ke bagian dunia lain yang mana. Ini bukan dunia novel yang dibaca Haura, bukan juga dunia nyata Haura. Haura tersesat didunia yang lain, ditubuh seorang gadis yang sialnya berwajah dan memiliki nama yang sama dengan Haura.
“Tumben diiket?”
Haura mengernyit, “Panas” katanya asal.
Keduanya berjalan menyusuri lorong kelas. Kerutan kembali muncul diwajah Haura ketika setiap kali bertemu sekumpulan anak, mereka buru-buru menghindar atau langsung menutup mulut tak bersuara.
DUG
“Haura, aku nggak sengaja. Maaf”
Seseorang menabraknya. Tapi bukan itu yang membuat mata Haura memicing aneh. Tapi karena Haura melihat tubuh siswi yang menabraknya berrgetar hebat.
Tunggu! Haura bukan orang yang suka membully kan?
“Matamu disimpen dimana?!” bukan suara Haura, tapi Angel. Gadis itu berkacak pinggang, matanya menatap dingin siswi didepan Haura.
“Maaf” cicit siswi itu, makin menundukan kepalanya.
“Angel” Haura meraih siku Angel, ketika Angel menoleh, Haura menggeleng.
Kerutan muncul diwajah Angel, “Haura—”
“Wah padahal belum jam delapan, tapi kamu bahkan udah mem-bully” protesan Angel terpotong.
Sekelompok siswa, berisi 4 orang berjalan ke arah Haura dan Angel. Haura bisa melihat tatapan ketidaksukaan empat pemuda itu dan dengusan dari Angel.
“Pahlawan kesiangan” sindir Angel.
Haura memilih diam. Gadis itu tengah memproses scene yang kini tengah terjadi padanya. Empat orang siswa tampan yang sepertinya sangat membenci Haura dan Angel, tatapan penasaran siswa siswi lain, ke tak gentaran Angel. Sepertinya scene ini sudah sering terjadi.
“Kamu bisa pergi” salah satu dari empat cowok itu menepuk pundak siswi yang menabrak Haura.
“Suruh siapa?!” Angel menyela.
“Saya”
Angel mendengus, “Yap. Super hero syndrome” katanya dengan tatapan mencemooh. Gadis itu memeluk lengan Haura. “Ayo kita pergi dari sini”
Haura mengangguk, melangkah beriringan bersama Angel, membuat kerutan dikening salah satu dari empat pemuda itu.
“Dia nggak salah makan kan?”
“Kok nggak ada adegan merayu atau bergelayut manja?”
Salah satu pemuda disana membalikan badan, menatap punggung Haura dan Angel dengan mata berkilat marah.
.
.
“Haura, are you okay?” akhirnya Angel bisa bertanya juga. Dia baru saja berhasil keluar kelas setelah menyerahkan kertas jawaban ulangan fisika. Kaget setengah mati ketika melihat Haura mendahuluinya mengumpulkan kertas jawaban.
“Kamu beneran nyerah?”
“Soal?”
“Fisika” mereka berjalan beriringan, membuat orang-orang menyingkir. “Setidaknya kamu baca soalnya dulu, Ra”
Mata Haura menyipit, “Aku isi semuanya”
“Apa?”
Haura tersenyum kecil. Setidaknya, belajar mati-matiannya bisa dia gunakan disini. Tunggu, Haura didunia ini nggak sebodoh itu kan?
“Apa menu makan siang hari ini?”
Haura yang sudah lebih dahulu keluar kelas setelah menyerahkan kertas ulangan memang langsung memeriksa ponselnya. Ralat, ponsel Haura. Gila, itu adalah ponsel keluaran terbaru. Haura memiliki selera yang sama dengan selera Haura. Bagus.
Dan dari ponsel canggih itu Haura berhasil mencari tahu soal sekolah ini. Kalau tidak sedang duduk, Haura yakin dia bakal terjatuh saking shock-nya. SMA Pramudya Fullday School adalah sekolah swasta terbaik dengan fasilitas terbaik pula. Ekstrakulikuler yang berisi klub-klub yang tak ditemui disekolah swasta manapun dan tentu saja yang sejak tadi membuat senyum Haura mengembang adalah fasilitas makan siang dengan konsep empat sehat lima sempurna.
“Mie tumis seafood, sayuran dan daging cincang” Angel menjawab, “Kamu mau kita pesan diluar? Aku mau kentang goreng”
Haura menoleh, “Jangan bercanda. Kita butuh setidaknya mie buat tetep bisa fokus belajar”
Kening Angel mengkerut, “Kamu mau makan mie?”
“Cuman orang begok yang nggak suka mie”
“Dan kamu salah satunya” Angel menyahut.
Haura mengangkat bahu acuh. Lagian yang diomongin Angel begok kan bukan dirinya. Begitu dia memasuki ruang makan, para siswa-siswi yang sedang mengantri langsung menyingkir. Wah, Haura semakin yakin bahwa image Haura yang ini sangat jelek. Sepertinya bukan hanya sebagai pembully saja.
Tapi Haura cuek saja, mengambil nampan dan mulai mengisinya dengan menu makan siang hari itu. Setelahnya dia dan Angel duduk disalah satu meja kosong disana.
“Kayaknya nasiku kurang deh”
Mata Angel melotot, “Sadar Ra, sadar” katanya.
Kemudian kehebohan terjadi, kaki Haura ditendang oleh Angel. Gadis itu mengernyit kebingungan. “Apaan?” masalahnya dia sedang mengagumi betapa enaknya daging cincang dipiringnya.
“Aydhan and the gank. Dan tuan putri mereka, Sofia”
Haura melihat ke arah yang ditunjuk Angel dengan dagunya, melihat empat pemuda yang tadi pagi menemuinya dan seorang cewek cantik berjalan beriringan dengan senyum. Tidak. Ada seorang yang tidak menampilkan senyum.
“Lucu banget. Padahal kamu tunangan Aydhan, tapi bahkan cowok itu selalu musuhin kamu demi membela si princess”
Uhuk
Apa katanya tadi? Tunangan? Haura tunangan dengan Aydhan? Yang masa Aydhan?
“Kita tahu itu hanya tunangan bisnis, tapi setidaknya dia memperlakukan kamu dengan baik kan?” Angel mendengus, “Lihat, bahkan si princess itu bisa membuat Aydhan tersenyum. Aku sebel banget”
Haura mengangguk. Jadi yang sejak tadi memasang wajah stoic itu Aydhan.
“Teman-temannya nggak kalah nyebelinnya. Kita belum pernah membahas ini kan, Ra? Astagfirulloh” Angel mengetuk meja berkali-kali sambil bilang ‘amit-amit’. “Semuanya pro sama si Sofia, nggak tahu otaknya dicuci atau gimana”
“Angel”
“Tapi yang bikin aku nggak tahan deket mereka adalah tatapan merendahkan mereka ke kamu. Emang kenapa kalau kamu suka sama Aydhan. Salah? Aku nggak rela mereka natap kamu begitu”
“Angel”
“Haura”
“Aku nggak suka Aydhan”
“APA?”
“Sekarang aku sadar kalo aku nggak suka Aydhan” tukas Haura.
“Ra? Kamu beneran nyerah?”
“Soal fisika?”
“Soal Aydhan!” Angel menatap serius pada Haura. “Kamu ngejar dia dari sekolah dasar, dari belum tahu kalau yang kamu rasain itu perasaan suka. Sekarang kamu bilang kamu baru sadar kalo kamu nggak suka Aydhan? Kamu waras, Ra?”
Oh, jadi Haura menyukai Aydhan sejak dulu. Tapi melihat bagaimana pemuda itu bersikap dan bagaimana cerita dari Angel tentang Aydhan, rasanya cinta Haura bertepuk sebelah tangan.
“Mungkin aku salah paham?” Haura mengedikan bahu acuh. “Perasaan manusia itu, sesuatu yang mudah sekali berubah”
“Tapi nggak secepet itu, Ra” Angel menggeram, “Kemarin sore kamu masih nangis bombay gara-gara Aydhan nurunin kamu di jalan tol”
“Mungkin itu alasannya. Aku jadi sadar”
“Kamu aneh” Angel menghela nafas panjang, tapi matanya masih memicing pada Haura. “Apa ini efek kamu kehujanan dan pingsan? Atau sesuatu terjadi sebelum aku datang? Atau—ada yang belum kamu ceritain sama aku?”
Mendengar ucapan Angel, Haura jadi berpikir kalau Angel adalah orang yang paling mengerti Haura. Pasalnya, sepertinya Angel menjadi tempat ‘pulang’ jika Haura ada masalah. Gadis itu juga terlalu mudah dan mengenal seluk beluk mansion Haura. Kalau mereka tidak dekat, tidak mungkin kan Angel berkeliaran dengan bebas di mansion Haura? Apalagi sambil memerintah seenaknya para asisten rumah tangga Haura?
“Aku nggak menutupi apapun dari kamu”
“Benar” Angel menyahut. “Jadi sekarang kamu nggak tergila-gila sama Aydhan?”
“Nggak. Tenang aja. Sekarang aku waras”
Angel tertawa. Ada kelegaan yang dilihat Haura pada tatapan Angel padanya. Apa selama ini Haura selalu membuat gadis cantik didepannya ini kesulitan? Selalu mengkhawatirkan dirinya?
“Mie-nya enak”
Uhuk
Sebentar! Kenapa semuanya berputar?
“HAURA!”
….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Siru
awal yg baguss 👍👍
semangat thorr 💪💪
2024-02-02
0