[Kegundahan sang jomblo wati.]
***
"Kapan kamu nikah."
"Kamu kapan punya gandengan."
"Sendiri terus, nggak bosen apa. Tuh lihat saudara kamu yang lain aja udah pada punya pasangan."
"Belum punya pasangan Juga? buruan deh kamu cari pasangan sebelum tua."
"Kamu mau jadi perawan tua."
***
Hari demi hari telah berlalu dan kini hari libur pun telah tiba. Dari Senin kini telah berganti menjadi hari minggu. Hari yang sangat di sukai semua orang tapi tidak dengan satu orang.
Ketika semua pasangan muda mudi asik berkencan dengan pasangan mereka. Istilah sundanya ngapel malam mingguan— Jalan-jalan dan bersenang-senang dengan pacar.
Gadis berkulit putih mulus itu justru asik mendekam di dalam kamarnya— Tiduran di atas ranjang dengan kedua kakinya yang di angkat tinggi-tinggi menempel ke dinding, sementara rambut hitam panjangnya dia biarkan terurai berantakan di atas bantal.
Dia benci hari minggu. Karena di hari ini pula dirinya merasa amat kesepian juga tertekan.
Hari minggu yang selalu dia habiskan seorang diri di dalam kamar.
Dia bosan. Tapi apa yang harus dia lakukan? Tidak ada hal yang bisa dia lakukan selain berdiam diri di kamarnya. Karena jika dia nekad keluar dari batas yang telah di tentukan yakni pintu kamarnya maka bisa dipastikan dia akan semakin teraniyaya oleh omongan keluarganya. Itu sebabnya dia memilih diam di kamar dari pada harus keluar kamar dan malah mendapatkan omongan tak sedap yang berpotensial menyakiti hati kecilnya.
Sembaring bersidekap. Gadis itu menatap lurus langit-langit kamarnya yang berwarna putih gading— meratapi nasibnya yang mengenaskan.
Headseat terjejal di kedua telinganya, mengalunkan musik Nct dream X Hrvy ; Don't need your love yang berdentum-dentum di telinganya.
Di saat gadis seusianya asik menghabiskan waktu mereka dengan berpacaran.
Semua itu justru tidak berlaku bagi si jomblo wati bernama Qanshana Alsava Zanisa. Panggil saja Qansha. Umurnya baru menginjak 24 tahun dari sebulan yang lalu dengan status kejombloan hakiki yang niscaya sudah melekat di dalam dirinya, sejak dia di lahir ke dunia hingga dia berusia dua puluh empat tahun.
Bukan karena Qansha tidak laku, tapi karena gadis itu saja yang terlalu pemilih. Banyak kok pria di luaran sana yang ingin mendekati Qansha, mencoba merobohkan benteng perlindungan yang sudah dibangun tinggi-tinggi oleh gadis itu.
Akan tetapi, semuanya selalu berakhir sia-sia.
Semua pria yang mendekatinya selalu angkat tangan karena tidak kuat menghadapi sikap dingin dan acuh Qansha. Sampai status jomblowati itu pun melekat sempurna di dirinya.
Bukan tanpa alasan pula Qansha nekad melakukan hal yang ekstrem tersebut. Menutup hatinya rapat-rapat dari para pejantan di luaran sana yang ingin mendekatinya.
Itu karena Qansha tidak ingin trauma di masa lalunya terulang kembali. Di mana hatinya terluka dan kecewa hanya karena Qansha selalu salah memberikan hatinya pada seorang laki-laki. Dan semenjak kejadian itu, Qansha bertekad tidak akan membuka hatinya sampai dirinya benar-benar menemukan tambatan hati yang benar-benar cocok dan pas untuknya.
Tentunya tidak mudah juga bagi seorang Qansha menjalani hidup dengan status jomblo wati yang masih melekat pada dirinya.
Berbagai gangguan selalu datang dari berbagai sisi. Terutama dari keluarganya sendiri.
Tak jarang anggota keluarganya itu selalu saja memanas-manasi Qansha mengenai dirinya yang masih menjomblo di saat gadis-gadis lain sudah pada memiliki pasangan.
Bahkan ada dari teman seumurannya yang sudah menikah muda. sementara dirinya? sampai sekarang masih saja betah menyendiri.
Selain memanas-manasinya, Anggota keluarganya juga gemar sekali menjodoh-jodohkan dirinya dengan cowo-cowo di luaran sana. Bahkan tak tanggung-tanggung anggota keluarganya plus ibunya dengan entengnya mempromosikan dirinya pada anak tetangga, teman, bahkan sahabat mereka. Qansha tentu saja sangat jengkel pada keluarganya terutama sang ibu. Di pikir memangnya dia barang apa seenaknya main di promosikan begitu saja seolah dirinya memang sudah tak laku betulan.
Well, meski Qansha jengkel dan kesal dia tidak menunjukan itu pada keluarganya secara terang-terangan, tepatnya belum. Jika keluarganya sampai melewati batas baru Qansha akan bergerak. Namun untuk saat ini dia memilih diam dan menahannya seorang diri.
Meski Qansha terlihat cuek dengan nasehat dan perkataan keluargannya. Di balik semua itu Qansha selalu mendengarkan dan tentu saja dirinya mulai cemas.
Awalnya Qansha memang selalu memasa bodokan masalah sindir-menyindir mengenai dirinya yang masih betah menjomblo dan juga acara jodoh menjodohkan itu. Namun belakangan ini dia mulai merasa terganggu, risih dan cemas, semuanya bercampur menjadi satu. Bahkan pertahanan diri yang selama ini Qansha bangun hampir saja goyah dan itu semakin diperparah oleh sang ibu.
Makin hari ibunya itu makin menjadi-jadi. Bahkan keluarganya yang lain juga tak henti-henti mengolok-ngolok dirinya yang masih saja betah menjomblo.
Seperti contohnya beberapa saat yang lalu ketika keluarganya tengah mengadakan makan malam.
Qansha yang waktu itu asik tengah makan terpaksa menelan makananya dengan setengah kesal ketika sang ibu lagi-lagi mengajukan perkataan yang hampir sama seperti hari-hari sebelumnya.
"Kamu tahu gak, Jesly. Anak teman ibu dia udah mau menikah loh."
"Oh," jawab Qansha datar.
"Calonnya tampan loh, dia baik juga. Suka bantu-bantu orang. Terus katanya calon suaminya itu anak insinyur." Zara, sang ibu terlihat melirik Qansha menunggu reaksi apa yang akan dikeluarkan oleh anaknya. Namun tak lama kemudian Zara terlihat kecewa begitu melihat reaksi Qansha yang biasa-biasa saja.
"Mau dia anak Insinyur kek, anak dokter kek, anak presiden atau anak alien sekalipun aku gak perduli. Toh gak ada urusanya sama aku." Qansha kembali menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.
Meski Qansha terlihat biasa saja, nyatanya dalam hati dia sedang menahan kekesalannya akibat ucapan sang ibu yang lagi-lagi menjurus pada hal privasinya.
"Oh iya, anak tetangga sebelah. Reni, kamu kenalkan. Itu loh teman sepermainanmu waktu kecil, yang dekil dan item." Zara kembali berujar.
"Iya kenal. Kenapa emangnya."
"Dia juga udah mau tunangan loh. Padahalkan jika dibandingkan sama kamu, Reni kalah jauh. Cantik kan kamu kemana-mana, tapi kenapa Reni malah lebih dulu tunangan dari kamu. Mana calon suaminya itu ganteng banget lagi kaya Mantan boyband Exo si akang Luhan."
Qansha menghela nafas. "Ya itukan emang udah jodohnya Reni aja bu. Lagian gak baik jelek-jelekin orang. Apa lagi tetangga sendiri. Semua rejeki dan jodoh itu udah diatur sama tuhan sesuai porsinya masing-masing."
Zara terdiam, menatap kesal sang anak yang selalu bersikap acuh mengenai pasangannya.
"Terus kamu kapan punya pasangan? Minimal gebetan gitu?"
Sudah Qansha duga, semua pembicaraan ibunya itu pasti akan berujung mengenai pembahasan kapan Qansha akan punya pacar.
Jika boleh jujur Qansha sebenarnya sudah lelah mendengar perkataan dan pertanyaan serupa yang diajukan ibunya itu.
"Jadi gimana Qansha." Zara Menatap serius Qansha.
"Udah dong bu. Jangan nanya terus. Biarin Qansha makan dengan tenang," bela Gery, sang ayah.
Zara menggeleng, menghiraukan perkataan suaminya itu dan tetap menatap serius Qansha. "Jadi gimana. Kapan kamu mau punya pacar?"
Seketika nafsu makan Qansha pun langsung hilang begitu dia mendengar perkataan yang sama kembali terlontar, untuk yang kesekian kalianya dari mulut sang ibu.
"Jadi kapan kamu mau cari pacar?" ulang Zara penuh penekanan.
"Ibu kira mudah kali cari pacar, kaya beli gorengan di warung," batin Qanshana kesal.
"Nanti nunggu Jaehyun nembak aku."
"Ibu serius Qansha."
"Aku juga serius bu."
"Qansha... "
"Ck, Ibu bisa gak sih nanyanya yang lain aja. Jangan itu terus yang dibicarain aku bosen dengernya."
"Kalau kamu bosen makanya cepetan cari pasangan sana. Jodoh gak akan dateng sendiri kalau kamu terus ngerem diri di kamar Qanshana."
"Aku udah punya pacar kok bu, Si Taeyong itu pacar aku tahu."
"Maksud ibu pacar sungguhan. Qansha. Bukan pacar khayalan," geram Zara.
"Dari pada ngidolain mereka yang gak guna. Sebaiknya kamu fokus sama masa depan mu. Mau jadi apa kamu nanti. Jika masa muda mu saja kamu habiskan hanya untuk menggilai para artis kpop itu. Yang bahkan mereka saja tidak tahu kamu hidup."
"Bu!"
"Ibu mau kamu cari pasangan Qanshana Alsava Zanisa! Atau kamu mau jadi perawan tua!"
Kedua tangan Qansha yang berada di bawah meja langsung terkepal erat. Dengan kasar Qansha manghembuskan nafasnya, mencoba memendam amarahnya setelah dia mendengar perkataan terakhir sang ibu meski terdengar sepele tapi itu cukup menyakitkan untuknya.
"Qansha baru umur 24 tahun bu. Kenapa ibu ngebet banget sih pengen aku cepet-cepet punya pasangan," sungut Qansha kesal.
"Justru karena umur kamu makin bertambah. Seharusnya kamu udah punya calon suami, minimal pacar dulu kek. Kamu tahu gak sih, umur segitu dan kamu masih belum juga punya pasangan itu gak wajar."
"Wajar-wajar aja. Di luar sana banyak tuh yang umurnya 33 masih menjomblo bahkan ada yang baru menikah di usia segitu. Apa lagi artis."
"Ya itu karena mereka hidup di perkotaan, tapi untuk kamu yang hidup di perdesaan itu gak wajar. 26 tahun saja untuk seorang wanita itu sudah dikatain perawan tua Qansha. Memangnya kamu mau di kata-katain perawan tua sama masyarakat."
Dengan wajah tertekuk Qansha bangkit berdiri, "Terserah ibu mau anggep aku apapun bahkan Lgbts sekalipun. Aku gak perduli!" Setelah mengatakan hal itu Qansha pun memutuskan untuk pergi ke kamarnya tanpa memperdulikan teriakan ibunya yang terus memanggil-manggil namanya.
Qansha menghela nafas dalam.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang," lirih Qansha.
Bohong jika dirinya sekarang merasa baik-baik saja. Bohong juga jika dirinya sekarang merasa tenang di saat teman-temannya sudah berpasang-pasangan. Bahkan bohong jika saat ini dirinya tidak merasa kesepian tanpa adanya seorang kekasih disampingnya.
Nyatanya Hampir Lima tahu sejak peristiwa itu, Qansha tidak pernah merasa baik. Dirinya tidak pernah sekali pun merasa tenang.
Selama lima tahun pula Qansha merasa begitu kesepian di antara rasa sakitnya dengan hati yang kian kosong dan hampa.
Selama bertahun-tahun dia memendam semua itu sendirian. Tanpa ada yang tahu seperti apa perasaanya selama ini.
Qansha tidak pernah sekalipun membiarkan orang lain tahu bahwa sebenarnya dibalik sikap dingin, acuh dan keras kepalanya itu dirinya begitu rapuh nan hancur. Semua itu dia lakukan semata-mata hanya sebagai bentuk pertahan dirinya yang lemah.
Dan yang terpenting. Di antara sikap dingin dan segala bentuk pertahanan dirinya selama lima tahun itu. Sekeras apa pun Qansha mencoba melupakanya. Nyatanya Qansha tidak benar-benar bisa melupakan masa lalunya itu.
Sampai saat ini dirinya masih mencintai dia. Seseorang yang pernah singgah dikehidupannya.
Seseorang yang sudah memberikan warna indah namun juga kelabu dalam hidupnya.
Dia, orang yang telah mengajarkan apa itu cinta padanya dan juga meninggalkan sebuah rasa trauma di hidupnya.
Dialah cinta pertamanya yang sulit Qansha lupakan.
Jika kalian bertanya-tanya apakah Qansha pernah mencoba membuka hatinya kembali?
Tentu saja Qansha pernah mencoba membuka hatinya beberapa kali, karena bagaimana pun Qansha juga ingin mencoba memiliki seorang kekasih. Namun semua itu selalu berakhir gagal.
Tak ada satupun di antara laki-laki itu yang sanggup meluluhkan hatinya dan menghilangkan trauma itu.
Itu lah sebabnya kenapa sampai sekarang Qansha masih saja betah menjomblo. Selain karena trauma dengan masa lalu. Memang tak ada satu pun yang sanggup menggantikan cinta pertamanya.
"Rasanya sangat sulit dan menyakitkan." Qansha mendesah, menyentuh dadanya yang terasa sesak. "Tapi aku yakin suatu saat nanti semua masalah ini akan berakhir aku hanya perlu menunggu."
—My Soulmate—
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
H!@t>🌟😉 Rekà J♡R@
😅😅😅 Kirain Jaehyun beneran.. ternyata halu aja dia...
ku kenalin ma adek ku mau..?? JK ama Taehyung msh jomblo..
2021-06-30
2
Vivi Agustina
kayaknya mantannnya khansa nikah ama mantannya si arik
2021-06-01
0
nobita
semangat qansha, msh umur segitu aja gpp...
2021-03-14
0