MY SOULMATE

MY SOULMATE

1. Indonesia

[Perjalanan awal menuju masa depan.]

***

New york 07:39 menit.

Malam kini telah berganti dengan pagi. Bulan pun berganti dengan matahari. Kota New york yang semula di hiasi kerlap-kerlip lampu pun lenyap digantikan dengan megahnya pemandangan kota New york yang perlahan terlihat jelas. Kabut tipis samar-samar terlihat masih menyelimuti sekitarnya dan perlahan mulai terbiaskan oleh sinar matahari yang mulai menguasai dunia.

Pria yang masih bergelut di atas ranjangnya itu terlihat menggeliat, kedua matanya pun terlihat berkedut hingga kemudian terbuka secara perlahan menampilkan iris coklatnya yang menawan, mampu menyihir orang-orang yang melihatnya.

Untuk sesaat dia memejamkan matanya, merasakan silau dengan cahaya matahari yang menerobos masuk ke dalam retina matanya tanpa permisi. Begitu dia kembali membuka matanya. Iris matanya yang berwarna coklat itu nampak berbinar begitu diterpa cahaya matahari yang masuk melalui cela-cela tirai tipis yang terpasang di jendela raksaksa kamarnya.

Wajah putih bersihnya terlihat sembab dengan bibir merah muda sedikit berisinya nampak terlihat sexy ketika cahaya matahari juga ikut menyoroti keseluruhan wajahnya.

Dia menguap kecil lalu menggaruk pipinya yang terasa gatal sebelum akhirnya pria itu bangkit terduduk dengan rambut tebalnya yang terlihat kusut bagaikan singa.

Sembaring menatap sekeliling apartemen mewahnya yang terlihat sepi, pria itu pun kembali menguap lebar sembaring meringsek turun dari ranjang king sizenya. Dia berjalan mendekati jendela hanya untuk membuka lebar-lebar tirai kamarnya hingga pemandangan indah pun terpampang nyata dihadapannya.

Kedua sudut bibirnya tertarik, menciptakan senyum tipis hingga memperlihatkan lesung pipit cukup dalam di kedua pipinya membuat wajah itu terlihat semakin tampan dan bersinar.

Puas memandangi pemandangan dihadapannya, pria itu pun bergerak pergi ke kamar mandi mewahnya untuk melakukan ritual pagi, yakni mandi.

Menyalakan shower, pria bertubuh tinggi dan besar bagai atletit dengan perut sispacknya yang terbentuk sempurna di perutnya itu berdiri di bawah guyuran air yang keluar dari shower— membiarkan seluruh tubuhnya basah oleh air. Dia menyisir surai hitamnya kebelakang sembaring mengusap wajahnya beberapa kali dengan telaten.

Sementara itu di lain sisi. Seorang pria paruh baya berpakaian rapih dengan jas hitam pas yang melekat di tubuhnya, serta kacamata yang bertengger di batang hidungnya terlihat melangkah memasuki apartemen dengan map hitam terapit di tangan kirinya.

"Kau datang sepagi ini? Apa ada sesuatu yang terjadi di kantor." Suara berat yang berasal dari si pemilik apartemen terdengar— Ararya Arik Natama, akrab di sapa Arik itu terlihat baru saja keluar dari kamar mandi lengkap dengan handuk putih yang membungkus bagian bawahnya.

Pria paruh baya yang baru saja memasuki apartemennya— tak lain adalah Zou Kasuo— orang kepercayaanya sekaligus sekertarisnya itu menoleh padanya.

Arik menatap Zou sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil yang baru saja dia ambil dari dalam lemari pakaiannya.

"Maafkan saya tuan, karena sudah lancang masuk ke apartemen anda tanpa permisi terlebih dahulu," ucap Zou merasa tidak enak.

Arik tersenyum, "Tidak masalah. Jadi apa yang membawamu kemari, sepagi ini," tanya Arik lagi nampak terlihat begitu penasaran. Wajar saja Arik terlihat begitu sangat penasaran karena Zou tidak pernah datang ke apartemennya secara mendadak seperti ini, apa lagi pria paruh baya itu tidak sempat menghubunginya terlebih dahulu. Sudah bisa Arik tebak, pasti ada hal yang sangat penting yang ingin Zou sampaikan padanya.

Zou menyerahkan map hitam yang sejak dari tadi dia bawa kepada Arik. Arik pun langsung mengambil map itu dan bukanya lantas membaca berkas dalam map tersebut dengan cermat.

"Natama group yang ada di indonesia mengalami masalah cukup besar tuan, seseorang dalam perusahaan sudah membocorkan proyek rahasia perusahaan kita pada perusahaan lain. Yakni perusahaan C&L group. Tak hanya itu saja, saya juga mendapat laporan dari Zenas kalau direktur Hamdan ternyata sudah menggelapkan sejumlah uang perusahaan yang mencapai kerugiaan hingga milyaran rupiah." Lapor Zou.

"Untuk selebihnya tuan bisa menanyakannya pada Zenas."

Arik menutup keras map di tangannya itu lalu menyerahkannya kembali pada Zou. Ekspresi wajahnya yang semula tenang dan ramah seketika berubah jadi dingin. Pria itu menghela nafas dalam, melempar handuk yang dia gunakan untuk mengeringkan rambutnya ke atas kasur lalu menatap sekertarisnya yang sudah 11 tahun mengabdi padanya dengan tatapan tajam.

"Kenapa Zenas baru melaporkan ini sekarang? Seharusnya dia melaporkannya dari dulu!"

Zou menunduk. "Maaf tuan, Zenas belum bisa melaporkannya pada tuan karena dia baru mengetahui hal tersebut baru-baru ini. Hamdan dan orang yang sudah menjual proyek kita pada orang lain benar-benar bermain dengan lihainya sehingga Zenas kesulitan untuk mendapatkan buktinya."

Arik mendengus.

"Kalau begitu siapkan jet pribadiku sekarang juga, kita akan ke indonesia hari ini juga!"

Zou mendongak, menatap tuannya dengan tatapan ragu, "Tapi tuan, hari ini kita ada janji meeting dengan mr. Ten di thailand."

Seolah di ingatkan kembali akan janjinya dengan perusahaan thailand itu Arik langsung memijit keningnya yang terkena migrain seketika.

"Apa kau bisa mundurkan jadwal meetingnya, aku tidak mungkin bisa terbang ke thailand sekarang mengingat perusahaan di indonesia sedang dalam masalah besar. Aku harus segera menanganinya."

"Baiklah tuan, akan saya usahakan untuk meminta jadwal ulang pada tuan Ten. Kalau begitu saya permisi tuan."

Arik mengangguk, menatap sekilas Zou yang melangkah keluar meninggalkan apartemennya. Seperginya Zou, Arik lantas membuka lemari pakaiannya— mengambil satu set pakaian yang akan dia kenakan hari ini untuk pergi ke indonesia.

***

Hari ini cuaca benar-benar terlihat indah. Langit biru membentang luas menaungi bumi, angin sepoy yang berhembus lembut menampar wajah Arik begitu dia turun dari mobil mewahnya.

Setelan mahal yang melekat di tubuh atletisnya itu terlihat begitu pas dan elegan namun juga terkesan mewah. Jas hitam yang di lengkapi kemeja putih di dalamnya itu serta celana hitam licin yang dikenakan Arik hari ini terlihat kontras dengan kulit tubuhnya yang putih. Kacamata hitam dengan lensa gelap yang dikenakannya pun jadi penambah nilai plus pada penampilan sempurna Arik hari ini membuat semua mata yang memandangnya dibuat takjub dan terpesona.

Sebuah jet pribadi dengan nama ‘Natama’ tertulis di badan jet tersebut— terpampang dihadapannya dengan pintu pesawat yang sudah terbuka menurunkan tangga naik menuju jet tersebut. Dengan langkah gagah Arik berjalan memasuki jet pribadinya itu, di mana sekertarisnya Zou dan beberapa pramugari yang bekerja di bawahnya langsung menyambutnya di dalam.

"Bagaimana apa semuanya sudah beres," tanya Arik sembaring jalan ke salah satu kursi.

"Semuannya sudah saya siapkan dan bereskan tuan," jawab Zou mengikuti Arik hingga tuannya itu duduk di salah satu kursi.

"Lalu bagaimana dengan Ten? Apa dia setuju meeting hari ini kita undur," tanya Arik lagi sembaring sibuk memakai sabuk pengamannya.

"Awalnya tuan Ten tidak setuju. Tapi karena saya menjelaskan situasi tuan saat ini yang akan benar-benar sangat sibuk mengurus cabang perusahaan di indonesia akhirnya tuan Ten pun setuju, tapi waktu kesepakatan hanya akan di undur selama satu minggu saja tuan." Beritahu Zou.

Arik mengangguk. "Tidak masalah, baiklah kau boleh pergi."

Zou menunduk lalu pergi dari hadapan Arik untuk duduk di kursi lain yang sudah disediakan untuknya.

Mengusap dagunya Arik menatap keluar jendela di mana jet pribadinya itu mulai berjalan sebelum akhirnya lepas landas.

***

Indonesia 01:23 menit.

Berjam-jam berada dalam pesawat di tambah duduk selama sejam lebih dalam taksi menuju hotel yang akan dia tempati membuat bokong Arik terasa kebas belum lagi tubuhnya yang terasa pegal karena selama perjalanan dia habiskan hanya untuk duduk dalam kendaraan. Dan begitu dia sampai di hotel, Arik langsung merebahkan dirinya di atas kasurnya yang super lembut dan empuk.

Nyaman. Satu kata yang mampu menggambarkan perasaannya saat ini.

Lelah yang menggerogotinya pun tergantikan dengan rasa kantuk yang kian datang begitu dirinya menyentuh kasur dan bantal tersebut. Sampai-sampai hampir saja Arik dibuat terlelap jika saja bel beruntun yang begitu bising tidak mengganggu ketentraman hidupnya.

Berdecak, Arik bangkit dari posisi tidurnya dengan terpaksa— raut kekesalan tercetak jelas sekali di wajah pria berusia 25 tahun itu dengan sorot mata yang terlihat sayu di tambah lingkaran hitam di bawah matanya yang kian jelas, menunjukan bahwa dirinya saat ini sangat lelah dan membutuhkan istirahat.

Tapi yang bertamu pada pukul dini hari seperti ini sepertinya tidak tahu akan etika bertamu yang baik serta privasi seseorang yang membutuhkan istirahat alias tidur. Dengan tidak sopannya tamu itu bahkan terus membunyikan bel tanpa henti meski Arik sudah membukakan pintu hotelnya lebar-lebar.

"Brisik!"

Kesal, marah dan ingin mengumpat bercampur menjadi satu saat Arik tahu siapa pelaku yang sudah mengganggu tidurnya itu dan juga si oknum yang tidak henti-hentinya memencet bel samping pintunya.

Levin Xartadyo, si oknum pengganggu ketentraman hidup Arik akhirnya berhenti juga membunyikan belnya— pria berambut merah itu nyengir lebar pada Arik yang lantas langsung memeluk erat-erat tubuh kekar dihadapannya dengan agak sedikit berjinjit akibat perbedaan tinggi mereka. Ya, Levin cukup pendek jika dibandingkan dengan Arik tapi dia juga tidak sependek itu kok.

"What’s up bro?! Lama tidak bertemu kau makin kekar dan tampan saja hehehe," kelakar Levin menepuk keras pundak Arik tanpa memperdulikan tampang kesal yang ditunjukan sahabatnya itu.

Arik mendengus keras saat melihat sabat sepermainannya waktu dari jaman Tk hingga langgeng sampai sekarang ini— menyelonong masuk ke dalam kamar hotelnya begitu saja, tanpa permisi sama sekali.

Kadang Arik bertanya-tanya pada dirinya sendiri kenapa dia mau-mau saja bersahabat dengan Levin yang kelewatan santuy. Saking santuynya, pria itu bahkan kini mengambil alih ranjangnya. Iya pria dengan rambut merah itu tiduran di atas ranjangya tanpa permisi pula.

"Jadi ada apa kau datang ke sini malam-malam begini?" tanya Arik sambil berusaha menahan kekesalannya.

"Mamih barusan mengusirku dari rumah, tidak ada pilihan lain selain ke sini," jawab Levin santai.

"Terus apa urusannya denganku? Dan itu kasurku jika kau lupa, Leviathan!"

"Pertama namaku Levin, Rik! Levin Xartadyo." Koreksi Levin dengan mata terpejam, "Dan kedua, aku ke sini karena mau menginap, hanya untuk malam ini saja kok."

Arik menghela nafas panjang bercampur lelah. "Kenapa tidak kau sewa saja hotel untuk diri mu sendiri, hanya untuk menyewa satu kamar hotel itu tidak akan membuatmu kesulitan."

"Aku bisa saja menyewa satu kamar hotel, tapi masalahnya mamihku menyita semua kartu kredit, Atm dan juga uangku."

Arik berdecak. "Memangnya apa yang sudah kau lakukan sampai ibu mu menyita semua kartu dan uang mu?"

Levin membuka matanya dan bergerak mengubah posisi tidurnya jadi menyamping.

"Itu karena aku sudah membuat keponakanku Ilira menangis, padahal aku hanya bercanda saja dengan mematahkan kepala barbienya," jawab Levin dengan wajah yang berubah menyendu.

"Pantas saja kau sampai di usir dari rumah dan ibu mu menyita semua kartu dan uang mu, bercandamu itu sudah keterlaluan, Levin."

Levin mempout bibirnya, "Keterlaluan dari mananya coba. Aku hanya bercanda, Arik. Lagi pula itu hanya boneka bukan manusia!"

"Tetap saja bercandamu itu sudah kelewatan batas."

"Ah sudah lah aku pusing, ingin tidur. Jangan menggangguku oke! Kau bisa tidur di sopa kan? Kecuali jika kau ingin tidur satu ranjang denganku, it’s oke aku masih bisa berbagi dengan mu selama itu bukan menyangkut wanita." Setelah mengatakan itu Levin mengubah posisinya membelakangi Arik.

Arik di buat melongo di tempatnya— tidak percaya dengan perkataan yang di lontarkan Levin barusan sebelum akhirnya dia tidur di kasurnya sendiri dengan santainya.

Tolong catat ini baik-baik. Levin tidur di ranjangnya begitu saja! Ranjangnya loh itu! Ranjang yang seharusnya Arik tempati tapi dengan seenak jidatnya Levin justru malah merebutnya begitu saja seolah tidak memperdullikan pemiliknya yang juga tengah membutuhkan ranjangnya. Bahkan perkataan yang Levin lontarkan seharusnya Arik lah yang mengatakannya bukan malah Levin. Tapi ini? Semuanya justru malah kebalikannya.

Sebenarnya di sini yang menyewa hotel itu dirinya atau Levin sih!

Arik mengepalkan tangannya dan mengumpat pelan— menyumpah serapahi sahabatnya itu dalam hati. Arik kemudian menghela nafas sedalam mungkin dan menghembuskannya secara teratur, mencoba menenangkan dirinya agar tidak terbawa emosi.

"Ya tuhan sebenarnya punya dosa apa aku sampai memiliki sahabat macam Levin," gerutu Arik.

Mendengus dan mengusap wajahnya kasar, Arik meraih selimut dan satu bantal yang di pakai Levin dengan kasar membuat dia sempat terbangun tapi tak lama kemudian Levin kembali tertidur.

"Kalau tahu akan menjadi seperti ini akhirnya, aku tidak akan membukakan pintu untuknya tadi," gerutu Arik lagi sambil menata bantalnya di atas sopa sebelum kemudian merebahkan dirinya di sana.

Menarik selimutnya hingga sebatas dada, Arik akhirnya memutuskan memejamkan matanya setelah dia sempat mendelik sebal pada Levin yang tertidur nyaman di kasur empuknya, pria itu bahkan sudah mengorok saja.

"Sial."

—o0o—

Entah kesialan apa yang menimpah Arik hari ini. Tiba-tiba saja mobil yang di kendarainnya mogok di tengah jalan.

Zou pergi untuk mencari bantuan atau bengkel membuat Arik mau tak mau di tinggal sendirian di bawah teriknya matahari yang terasa begitu menyengat. Di tambah lagi polusi udara yang dihasilkan oleh kendaraan-kendaraan yang memadati jalanan ibu kota, serta angin yang berhembus menghantarkan hawa panas alih-alih dingin— membuat Arik yang tengah berdiri di sisi trotoar dengan ponsel yang melekat di telinganya menggeram kesal.

Sejak dari tadi Arik mencoba menghubungi Levin. Niatnya sih mau minta Levin untuk segera menjemputnya, namun sudah dari sepuluh kali Arik mencoba menghubungi Levin. Pria itu tidak kunjung menjawab panggilan Arik membuat Arik kian kesal saja dibuatnya.

Saking kesalnya Arik hampir saja membanting ponselnya, namun niatnya itu urung begitu seorang musafir wanita melintas dihadapannya.

Musaifr wanita itu duduk di pinggir trotoar yang tidak jauh dari sebelah kiri Arik membuat Arik yang melihatnya jadi memperhatikannya.

Pakaian wanita itu terlihat kumal bahkan sobek di beberapa bagian. Rambut panjangnya pun terlihat kusut dan kotor begitu pun dengan wajah dan tangannya. Kaki kotor tanpa alas itu bahkan terlihat luka-luka membuat Arik menatapnya prihatin.

Merasa iba Arik lantas mengedarkan pandangannya hingga akhirnya dia menemukan sebuah warung yang berdiri dipinggiran jalan, bersebrangan dengannya. Arik lantas menyebrangi jalan untuk pergi ke warung tersebut kemudian membeli sandal, dua botol aqua, empat roti, obat merah dan beberapa plester di warung itu. Setelah membayarnya Arik kembali menyebrangi jalan dan langsung menghampiri musafir wanita itu.

"Ini mungkin tidak seberapa tapi saya harap ibu mau menerimanya." Dengan senyum ramah yang terpatri di bibirnya Arik menyodorkan belanjaannya itu kehadapan musafir wanita itu.

Wanita itu menatap kantung plastik yang disodorkan Arik untuknya sejenak lalu beralih menatap Arik dan tak lama kemudian dia mengambil kantung belanjaan itu.

"Terima kasih, nak," ucap wanita itu musafir itu.

"Sama-sama," jawab Arik. Tak lama kemudian sebuah taksi berhenti tepat disamping Arik lalu turun lah Zou dari dalamnya membuat Arik menatap sekertarisnya itu.

"Tuan mobil derek sebentar lagi akan kemari untuk membawa mobil tuan ke bengkel. Sambil menunggu mobil tuan kembali dibenarkan sebaiknya tuan segera pergi ke kantor dengan taksi ini," ucap Zou menatap Arik dan musafir wanita itu secara bergantian.

Arik menganggukan kepalanya kemudian menatap wanita musafir itu lagi dan rupanya wanita musafir itu juga tengah menatap ke arahnya dengan tatapan dalam.

"Tujuan hidup mu akan segera kau temukan nak. Tidak lama lagi kebahagiaan yang kau nantikan akan segera hadir dalam hidupmu," ucap wanita musafir itu tiba-tiba membuat senyum Arik langsung luntur seketika, digantikan dengan raut kebingungan sarat keingintahuan yang nampak begitu kentara.

"Kau hidup hanya untuknya, kau lahir hanya untuk bisa bersamanya, nak. Hanya untuk menempati janji dan sumpah lama yang kalian buat dulu. Jaga dia nak dan jangan kau sia-siakan takdir mu untuk yang kedua kalinya," ucap Wanita musafir itu lagi.

Wanita itu tersenyum lebar berbeda jauh dengan Arik yang kian kebingungan sampai Zou menepuk pelan bahunya membuat Arik kembali sadar akan kehadirannya.

"Ayo tuan, kita harus segera pergi dari sini," ajak Zou.

Dengan berbagai pertanyaan yang berkecamu dibenaknya. Arik terpaksa menuruti Zou masuk ke dalam taksi sebelum kemudian pria paruh baya itu menyusul ikut masuk ke dalam taksi dengan duduk di bagian depan bersama supir taksi.

Menurunkan kaca taksinya, Arik menatap wanita musafir itu lagi yang masih setia duduk di trotoar dengan senyum yang tak luput dari bibir keringnya.

"Tidak usah bingung nak karena apa yang ingin kau ketahui akan terjadi. Biarkan sang waktu yang akan menjawabnya. Semoga kau selalu di lindungi oleh yang maha kuasa dan selalu bahagia."

Seolah mantra sihir, setiap perkataan yang dilontarkan wanita musfir tua itu merasuk dalam pikiran Arik dan terus berputar-putar berulang kali, meski taksi yang di tumpanginya sudah melaju jauh meninggalkan wanita itu dibelakangnya hingga tidak terlihat lagi dipandangannya. Tapi Arik masih bisa mendengar jelas perkataan wanita itu di dalam batok kepalanya seolah sudah melekat di sana dan tidak mau keluar lagi.

"Apa maksud dari perkatan wanita itu?" pikir Arik berusaha mencerna segalannya.

Siapa yang akan hadir dalam hidupnya? Itu pun menjadi daftar pertanyaan Arik selanjutnya. Dia penasaran sangat penasaran namun Arik tahu dia tidak bisa memecahkannya begitu saja selain membiarkan waktu yang akan menjawabnya persis seperti yang di katakan wanita musafir tua itu. Hanya saja Arik sedikit heran bagaimana bisa wanita musafir itu tahu bahwa akan ada seseorang yang akan hadir di hidupnya. Orang yang selama ini sudah ditunggunya?

Memangnya siapa yang dia tunggu selama ini? Arik bahkan tidak tahu dan merasa tidak sedang menunggu siapa-siapa.

"Apa wanita itu memiliki kemampuan melihat masa depan?" batin Arik bertanya-tanya. Kerutan dikeningnya kembali hadir sementara sebelah tangannya terangkat menopang dagu. Dia menatap keluar jendela di mana pemandangan yang tidak jauh berbeda seperti di New york menjadi teman perjalanannya selama di jalan menuju kantornya.

"Tuan baik-baik saja?" tanya Zou menatap khawatir tuannya dari pantulan kaca spion.

Bukannya Zou tak tahu dengan apa yang dipikirkan Arik saat ini hanya saja Zou tidak ingin melihat tuannya berpikir terlalu keras, apa lagi itu untuk sesuatu yang belum pasti.

Zou tidak ingin Arik jatuh sakit karena terlalu banyak berpikir keras. Sudah cukup masalah yang menimpah perusahaan saat ini menjadi beban berat bagi tuannya yang bertanggunng jawab untuk menstabilkannya kembali. Dan sekarang Zou tak ingin hanya karena perkataan wanita musafir itu beban sang tuan kembali bertambah lagi.

"Aku baik-baik saja," jawab singkat yang diberikan Arik itu justru membuat Zou tidak tenang, pasalnya dia justru malah melihat raut tak biasa terpancar dari wajah sang tuan membuatnya jadi kian cemas.

"Tuan yakin tidak papa."

Arik melirik sekertarisnya sekilas lantas berkata, "Iya. Kau tidak perlu mencemaskanku."

"Tidak," batin Zou.

Zou tahu Arik sedang tidak baik-baik saja dalam keadaan seperti ini. Namun karena Zou sudah tahu tabiat tuannya yang seolah tidak ingin diganggu atau di tanyai lagi hanya dari jawaban singkat dan nada bicara yang diucapkan oleh Arik. Akhirnya Zou memilih diam dan mengubur segala pertanyaan juga kecemasaannya seorang diri. Meski mulut Zou rasanya gatal dan ingin terus menanyai Arik sampai akhirnya dia benar-benar merasa tenang dan yakin bahwa Arik memang tidak papa.

Sebenarnya bukan hanya Arik saja. Tapi Zou juga turut memikirkan perkataan tak biasa dari wanita musafir itu. Meski terdengar tak masuk akal tapi nada bicara wanita itu seolah mengandung berbagai makna rahasia.

Terpopuler

Comments

H!@t>🌟😉 Rekà J♡R@

H!@t>🌟😉 Rekà J♡R@

Jiaahhh.. panjangnyoo 1 bab..
em..penulisan huruf kapital buat tempat harus diperhatikan lagi..

2021-06-29

1

Erni Fitriana

Erni Fitriana

kk author... kubaca karyamu

2021-03-09

0

Arif M88

Arif M88

bagus dan menarik

2020-11-02

1

lihat semua
Episodes
1 1. Indonesia
2 2. Bertemu sahabat lama
3 3. Qanshana Alsava Zanisa
4 4. Menyelesaikan masalah
5 5. Mimpi
6 6. Bandung
7 7. Berita buruk
8 8. Merelakan
9 9. Bertemu
10 10. Tidak bisa melupakan
11 11. Apa yang terjadi?!
12 12. Perjanjian kontrak
13 13. Spin of Arik
14 14. Spin of Arik 2
15 15. Rencana Arik
16 16. Pengganggu
17 17. Kesepakatan
18 18. Patah hati
19 19. Pernikahan Radea & Cia
20 20. Arik?
21 21. Villa
22 22. Nomor ponsel
23 23. Permintaan Zara
24 24. Tamu tampan
25 25. New York?
26 26. Telepon dari Eliza dan penjelasannya
27 27. Pergi
28 28. Bandara
29 29. Apartemen Arik
30 30. Bertemu Sendral
31 31. Terkurung
32 32. Restauran
33 33. Tamu tak di undang
34 34. Pria bermata biru
35 35. Rumah sakit
36 36. Berusaha kabur
37 37. Ketakutan
38 38. Pesan
39 39. Kembali dengan selamat
40 40. Memasak bersama
41 Pengumuman
42 41. Mati lampu
43 42. Bukan wanita murahan
44 43. Perasaan yang kian berkembang
45 44. Orang misterius
46 45. Bertemu kedua orang tua Arik
47 46. Keinginan kedua orang tua Arik
48 47. Penolakan Arik & Kemunculan si pria bermata biru
49 48. Telepon
50 49. Teror
51 50. Pantai
52 51. Sakit
53 52. Sebuah kebenaran
54 53. Berita buruk
55 54. Keributan di pagi buta
56 55. Pesta mewah
57 56. Kejutan tak terduga
58 57. Pertunangan
59 58. Keputusan terakhir Qansha
60 59. Rumah Dozy
61 BAB 60. Keributan
62 BAB 61. Emosi
63 BAB 62. Kejutan dipagi hari
64 BAB 63. Arik yang prustasi
Episodes

Updated 64 Episodes

1
1. Indonesia
2
2. Bertemu sahabat lama
3
3. Qanshana Alsava Zanisa
4
4. Menyelesaikan masalah
5
5. Mimpi
6
6. Bandung
7
7. Berita buruk
8
8. Merelakan
9
9. Bertemu
10
10. Tidak bisa melupakan
11
11. Apa yang terjadi?!
12
12. Perjanjian kontrak
13
13. Spin of Arik
14
14. Spin of Arik 2
15
15. Rencana Arik
16
16. Pengganggu
17
17. Kesepakatan
18
18. Patah hati
19
19. Pernikahan Radea & Cia
20
20. Arik?
21
21. Villa
22
22. Nomor ponsel
23
23. Permintaan Zara
24
24. Tamu tampan
25
25. New York?
26
26. Telepon dari Eliza dan penjelasannya
27
27. Pergi
28
28. Bandara
29
29. Apartemen Arik
30
30. Bertemu Sendral
31
31. Terkurung
32
32. Restauran
33
33. Tamu tak di undang
34
34. Pria bermata biru
35
35. Rumah sakit
36
36. Berusaha kabur
37
37. Ketakutan
38
38. Pesan
39
39. Kembali dengan selamat
40
40. Memasak bersama
41
Pengumuman
42
41. Mati lampu
43
42. Bukan wanita murahan
44
43. Perasaan yang kian berkembang
45
44. Orang misterius
46
45. Bertemu kedua orang tua Arik
47
46. Keinginan kedua orang tua Arik
48
47. Penolakan Arik & Kemunculan si pria bermata biru
49
48. Telepon
50
49. Teror
51
50. Pantai
52
51. Sakit
53
52. Sebuah kebenaran
54
53. Berita buruk
55
54. Keributan di pagi buta
56
55. Pesta mewah
57
56. Kejutan tak terduga
58
57. Pertunangan
59
58. Keputusan terakhir Qansha
60
59. Rumah Dozy
61
BAB 60. Keributan
62
BAB 61. Emosi
63
BAB 62. Kejutan dipagi hari
64
BAB 63. Arik yang prustasi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!