Ataar'S Wound
Anak balita berusia 5 tahun itu berlari menghindari kakaknya.
"Ataar, jangan lari-larian dong," ucap kakaknya mengejar adiknya itu.
"Kak Cha." Anak itu berbalik badan dan berlari ke arah Fisha. Fisha pun menangkap tubuh adiknya.
"Jangan lari-lari lagi, nanti kamu jatuh," peringat Fisha mendudukan adiknya di sofa. "Makan nasi kamu, kalau gak makan nanti pas papa pulang kamu mau di pukul lagi?" tanya Fisha.
Ataar buru-buru menggeleng. Dia buru-buru menghabiskan makanan yang di buatkan kakaknya.
"Kalau makanannya habis, nanti Ataal dapat hug papa gak?" tanya Ataar menatap Fisha. Fisha terdiam sesaat lalu mengangguk bata-bata.
"Nanti dapat hug, kakak," ucap Fisha.
"Mau di peluk papa," ucap Ataar piluh.
"Yaudah, kalau Ataar habisin makanannya. Nanti dapat hug papa," bujuk Fisha.
Ataar dengan berbinar, melahap makanannya sampai habis tak tersisa.
Fisha dan Ataar menoleh, Ataar tersenyum dan berlari ke arah papanya yang baru saja pulang dari kerja.
"Papa," seru Ataar lompat-lompat.
Pria itu bukannya menangkap tubuh putranya, dia malah menuju putrinya yang membersihkan bekas makan Ataar.
Fisha menoleh dan berdiri. Pria itu langsung menggendong putrinya.
"Papa, Fisha berat loh. Fisha udah besar," ketus anak gadis itu.
Papa Altar terkekeh dan menurunkan kembali putri Cantiknya. Dia memberikan anaknya itu sebuah paperbang.
Ataar menatap mereka dengan polos. Kenapa papanya menggendong kakaknya? Dia sudah menghabiskan makanannya, Fisha tadi bilang dia akan mendapatkan pelukan dari papa.
"Papa, buat Ataal mana?" tanya Ataar merentangkan kedua tangan mungilnya pada sang papa.
"Gak ada," ucap papanya ketus, pergi dari sana.
Fisha menatap adiknya dengan tatapan kasihan. Dia menyodorkan paperbang yang dia punya.
"Ini punya kamu dan kakak," ucap Fisha. Ataar yang tadinya cemberut jadi tersenyum mengambil paperbang itu.
"Tapi, kak, dalam papelbang ini cuma ada boneka, lobotnya mana?" tanya Ataar kembali sedih.
"Kan boneka juga boleh buat cowok, emang cewek doang?"
Ataar menggeleng. "Gak kok, teman Ataal punya boneka juga," jawab Ataar.
"Tukan jadi ngapain harus robot, emang kamu gak mau hadiah dari papa?"
"Mau, aku mau. Ini hadiah paling indah, kakak bial Ataal yang simpan, ya," seru Ataar.
Gadis berusia 10-tahun itu tersenyum mengangguk, dia mengandeng tangan adiknya ke kamar.
"Kakak, Ataal belum dapat hug papa," sahut Ataar mendongak ke atas menatap kakaknya. "Temanin Ataal yok ke luang kelja papa." Ataar menarik tangan kakaknya menuju ruang kerja papa Altar.
"Papa," panggil Ataar berlari ke arah papanya. "Ataal udah habisan makanan, jadi Ataal dapat hug gak?" tanya Ataar.
"Siapa yang mau peluk kau?" tanya papa Altar.
"Papa,"jawab Ataar tersenyum sambil merentangkan tangannya.
"Bawa dia pergi, Fisha," pinta sang papa menyuruh anaknya.
"Tapi, pah-"
"Bawa dia pergi, atau papa pukul dia lagi?"
Fisha buru-buru menarik tangan adiknya pergi dari sana.
"Kenapa kakak? Ataal mau hug papa, kakak sering dapat hug. Kok Ataal gak?" tanya Ataal menangis.
Sesampainya di kamar, Fisha mendudukan adiknya di ranjang.
"Papa lagi sibuk kerja cari uang buat sekolah Ataal nanti. Ataal pengen sekolah kan?" tanya Fisha.
Anak berusia lima tahun itu mengangguk. "Mau," jawabnya menghapus air matanya.
"Makanya jangan nangis, nanti di hug kok!"
"Nantinya kapan, kak Cha?" tanya Ataar berusaha menghapus air matanya yang terus jatuh. "Papa kemalin pukul lengan Ataal sampe bilu, telus kakak bilang kalau papa tuh sayang Ataal, nanti di kasih hug. Sampai kapan baru dapat hugnya?"
Fisha menghapus air mata adiknya. "Ataar mau menggambar gak sama kakak? Kaka punya pensil baru loh. Tadi kakak beli di sekolah buat kamu dan kakak."
Fisha merongok tas ranselnya mengeluarkan pensil di atasnya ada kuda poni berwarna hijau dan pink.
"Ini kuda poni, Ataal kan cowok bukan cewek."
"Yang warna hijau itu untuk cowok, lihat nih kamu warna hijau kakak yang warna pink."
Ataar mengambil pensil tersebut. "Ayo menggambar," ajak Ataar turun dari ranjang membuka tas kakaknya, mengeluarkan buku gambar.
Fisha tersenyum lalu ikut menggambar bersama dengan sang adik.
"Kamu gambar apa?" tanya Fisha. Ataar menjauhkan bukunya di saat Fisha yang ingin mengintip.
"Gak boleh di lihat!" tegas Ataar menjauh dari Fisha.
Fisha hanya terkekeh.
"Kakak Cha, lihat ini punya Ataal lucu gak?" tanya Ataar menunjukan gambarnya.
Fisha mengambil hasil gambar adiknya. Di gambar itu nampak ada empat manusia lidih.
"Ini kakak dan umi yang lagi sakit di lumah sakit, telus ini aku dan papa," jelas Ataar tersenyum. "Besok aku mau pamel ke Genta, kalau aku udah pandai bikin gini. Biar Genta nangis kencang, dia kan belum pintal." Anak itu tertawa.
Fisha hanya tersenyum seraya mengusap-ngusap kepala adiknya.
"Yaudah, kalau gitu kamu harus apa?"
"Harus bobo, cepat bangun. Dapat hug papa," seru anak itu menaiki ranjang untuk tidur. "Kakak ayo naik, peluk Ataal. Luka Ataal sakit. "
Fisha buru-buru menghapus air matanya yang hampir tumpah.
"Fisha kangen umi, umi cepatlah sadar. Fisha kasihan lihat adik Fisha," batin Fisha memejamkam matanya, dia ikut tidur dan membelai rambut adiknya.
"Besok dapat hug papa," gumam anak kecil itu yang mulai menutup mata. "Besok Ataal cepat bangun biar Ataal lebih dulu yang dapat hug papa dari pada kakak Cha."
Hati Fisha kembali sesak gumaman adiknya yang terdengar piluh.
Pagi harinya, bukannya mendapatkan pelukan. Ataar malah mendapatkan siraman air begitu dingin di pagi hari.
"Papa." Fisha mulai menangis melihat adiknya di guyur air yang begitu dingin.
Ataar hanya tersenyum. "Papa mau mandiin Ataal," ucap anak itu dengan polosnya.
"Papa udah, lihat wajah Ataar mulai memucat," cegah Fisha.
"Fisha!" bentak papanya sehingga Fisha tersentak kaget dan memilih mundur. Bukan takut, tapi kalau udah seperti itu, biasanya papanya semakin membuat Ataar kesakitan.
"Papa, papa ada telfon dari dokter umi," ucap Fisha. Akhirnya ada yang bisa membuat papanya berhenti.
Papa Altar menyimpan shower dan berjalan buru-buru keluar dari kamar mandi. Fisha pun buru-buru memeluk adiknya.
"Kakak tadi papa mandiin Ataar, tapi mungkin papa gak tahu kalau cara mandiinnya bukan gini. Papa juga gak memakai air hangat, tubuh Ataal dingin banget, tapi Ataal sedang di mandiin papa," seru anak itu.
Fisha menghapus air matanya. Dia mengambil handuk dan membalutkannya di tubuh Ataar.
"Kakak dingin."
"Tunggu, ya!" Fisha mengambil selimut untuk menghangatkan tubuh adiknya. Wajah anak itu sudah memucat.
"Kakak Cha, Ataal pengen lihat wajah umi. Pasti cantik banget ya?"
Fisha mnegangguk. "Umi cantik banget, nanti ya. Umi akan sembuh terus temanin kita main," jawab Fisha tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
reza indrayana
Kenapa seorang Altar jdi ayah yg kejam ....bikin marah aja dg sikap yg Temorament begitu ...Huchh. ..😥😥🤦🏼♂️🤦🏼🤦🏼♂️🤦🏼
2024-03-31
0
Ade Syafira
sedih banget kamu tar
2024-03-26
0
Happyy
👊🏼👊🏼👊🏼
2023-12-29
0