Part 5 ~Luka?~

Ataar kembali di pukul oleh papanya, karena masih saja keluar tanpa pamit. Namun, kalau misalnya dia tak keluar, apa papanya tak akan memukulnya? Tidak, dia pastikan akan tetap di pukul.

Dia pikir pulang lebih larut lagi, dia tak akan mendapatkan cambokan papanya, tapi dugaannya salah. Ataar selalu di tunggu.

"Sial," teriak Ataar memukul dirinya sendiri. "Sialan, kenapa Ataar harus lahir di dunia ini?" tanyanya.

"Kalau Papa tak suka denganku, kenapa tak langsung membunuhku saja? Kenapa harus menyiksaku? gue bukan obat pereda capek, yang harus dia gunakan untuk menghilangkan rasa capeknya. Gue capek, di saat gue di luar sana, gue bahagia walaupun hanya sederhana bersama yang lain, tapi di saat gue kembali. Hanya penyiksaan yang gue dapat. Ternyata, terbukti bahwa anak brandalan tak semuanya nakal, tapi ada juga brandalan yang mencari kebahagiannya di luar sana, bersama temannya. Mereka brandalan yang tak mendapatkan kebahagian di rumahnya. Orang-orang selalu menyebutnya, kalau mereka adalah anak nakal, pembuat onar, tapi orang-orang tak tahu gimana kehidupan seseorang itu sampai memilih untuk menjadi anak brandalan. Mereka mendapatkan kebahagian dengan temannya yang selalu berada di dekatnya. Mereka memang brandalan, tapi setidaknya hati mereka seperti hati malaikat dan berkemanusian."

"Kalau bukan, karena kak Fisha dan Umi. Mungkin gue udah menyerah, tapi mereka masih ada. Gue ingin terus melihat keduanya bahagia. Dan gue juga sudah berjanji dengan ketiga teman gue, gue berjanji akan tetap bersama mereka."

Ataar mengambil silet di laci dan bercode di lengannya. rasa sakit di kulitnya, tak seberapa luka di hatinya, yang di berikan oleh papanya.

"Papa gak jahat, dia baik. Dia Papa Ataar, Ataar aja yang jahat. Membawa sial kedalam hidupnya," ucapnya menghapus air mata.

"Ataar ingin umi atau kak Fisha bahagia. Ataar ingin melihat kedua ratu Ataar bahagia. Tolong, kuatkan Ataar ya Allah. Buat kekuatan Ataar lebih banyak lagi. Agar sanggup menanggung beban yang berada di pundak Ataar. Ataar percaya kepadamu, engkau memberiku ujian besar, karena hamba orang kuat."

Dia merebahkan tubuhnya di kasur, hingga terlelap ke alam mimpi.

Keesokan paginya, Ataar seperti biasa. Akan berangkat pagi agar tak bertemu dengan sang papa.

Dan seperti biasa juga, dia menunggu di halte bus sampai busnya datang.

Dia fokus mendengarkan musik di earphonenya. Di saat asik-asiknya melamun, dia tersentak di saat ada yang menepuk lengannya.

Ataar memutar bola matanya, di saat tahu siapa yang menepuknya.

"Halo, calon masa depan," sapa seseorang yang tak lain adalah Ara.

"Hari jumat gue, buruk," gumam Ataar geser ke samping, tapi gadis itu malah ikutan bergeser.

Di saat bus datang, Ataar buru-buru menaikinya sebelum banyak orang yang akan saling mendorong.

Ara yang ingin juga ikut menaiki bus itu, terdorong oleh orang sehingga hampir terjatuh.

Ataar yang melihatnya sedikit kaget. Dia hati paling dalamnya, dia ingin menolong Ara, tetapi egonya mengalahkannya.

Di dalam bus, Ara berusaha mendekati Ataar, walaupun kakinya terkena kaki seseorang sehingga dia terjatuh.

Dia berdiri di depan Ataar, karena di samping lelaki itu ada seorang nenek. Jadi dia tak bisa duduk.

"Aw," ringis Ara, karena seorang remaja seusia Ataar mendorongnya.

Ataar yang melihatnya, menarik tangan Ara, menyuruhnya duduk, dia yang akan berdiri.

Ataar memberikan tatapan tajam ke arah remaja itu. Remaja itu pun membuang muka ke arah lain.

Ara yang melihatnya tersenyum mengembang, mungkinkah, Ataar akan membalas cinta monyetnya ini?

"Dia tuh bocah sd, kalau nangis gimana?" tanya Ataar sehingga senyuman Ara memudar menggantikannya dengan cemberut. Mau marah, tapi itu benar adanya.

Ara mengerucut bibirnya.

Di saat bus sampai di halte dekat sekolah Ara, gadis itu seperti tak rela berpisah dengan Ataar.

"Siapa yang turun di sini?" teriak pak sopir. Ara buru-buru turun dari bus, dengan menatap ke arah Ataar dengan pandangan senduh.

"Babay." Ara melambaikan tangannya kepada Ataar.

Saat bus juga telah sampai di halte dekat sekolah yang Ataar tempati, lekaki itu turun dan berlari ke arah sekolahnya.

"Ataar," panggil seseorang membuat Ataar menoleh kebelakang.

Ternyata kakak kelasnya, Ataar sangat risih dengan kakak seniornya, yang sering genit kepadanya. Meminta bantuan harus Ataar yang membantunya.

"Iya, kak?" tanya Ataar.

"Baru datang?" tanya seniornya basa-basi.

"Belum kak, masih di atas bus," jawab Ataar berlari memasuki gerbang sekolah.

Bruk!

Ataar menabrak seseorang. Hari ini dia benar-benar sial.

"Ataar, lo kalau jalan-jalan lihat-lihat," ucap Gibran membantu temannya berdiri. "Kenapa sih buru-buru seperti di kejar ondel-ondel."

"Gib, temanin gue ke kantin, gue traktir. Gue lapar banget," ucap Ataar menarik Gibran ke arah kantin.

"Woi, nariknya di tangan aja. Gak usah di lengan, kaya nyeret boronan aja," celetuk Gibran.

Ataar melepaskan tarikannya. Namun, malah menarik tas Gibran.

Setelah selesai memesan makanan. Mereka memilih untuk bolos hari ini.

"Tumben pengen bolos, biasanya takut tuh."

Ataar tidak menjawab pertanyaan Gibran, dia fokus menghabiskan baksonya dan es teh yang dia pesan. Dari semalam dia belum makan apa-apa.

"Lo kayanya lapar banget njir, gak makan dari semalam lo? Jangan terlalu banyak makannya, nanti maagnya kambuh," ucao Gibran.

Ataar menyimpan sendoknya, dan meminum es tehnya.

Niel dan Gentara yang baru saja datang, langsung ikut bergabung sambil membawa minuman yang mereka pesan masing-masing.

"Tar, tadi lo di bus bareng cewek. Dia siapa?" tanya Niel.

"Di bus?"

Niel mengangguk. "Lo gak nyadar kalau kita se bus?"

Ataar menggeleng. Dia memang tak menyadari adanya Niel di bus tadi.

"Jadi siapa, Tar?"

"Gak tahu, gak kenal. Gue cuma bantuin dia, karena di gangguin cowok."

Mereka semua mengangguk. "Lo peduli juga, gue kira lo bodoh amatan."

"Dia wanita, lantas gue membantunya. Gue mempunyai dua wanita yang gue sayangi, gue bayangin di antara mereka berdua, berada di posisi cewek itu tadi. Gimana rasanya kalau tak di tolong?"

Mereka bertiga mengangguk-mengangguk. Setelah berteman oleh Ataar, mereka bertiga sedikit demi sedikit, dapat pemasukan bersikap berkemanusian.

"Gue salut ma lo, Tar." Gentara memberikan Ataar jempol, di ikutin yang lain.

Ataar hanya memberikan ekspresi datar, dia beralih menatap ponselnya.

"Tar, tumben gak masuk kelas?"

"Malas," jawab Ataar, merebahkan kepalanya di atas meja, dengan hoodie yang menutupi kepalanya.

Lengan hoodie Ataar tak sengaja terulur ke atas, sehingga mereka bertiga melihat jelas luka yang berada di pergelangan tangan Ataar. Mereka bertiga saling memandang satu sama lain, seakan pikiran mereka tersambung.

Terpopuler

Comments

Happyy

Happyy

😘😘

2023-12-29

0

Pujiastuti

Pujiastuti

lanjut kak tetap semangat upnya

2023-08-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!