Bab 17

Jihan berjalan mengekori Shaka. Keduanya sudah sampai di rumah pukul 4 sore. Shaka buru-buru minta pulang, padahal di tawari menginap semalam di rumah mertuanya, tapi menolak dengan alasan ada pekerjaan yang harus di selesaikan menggunakan laptopnya.

Entah hanya sebuah alasan supaya bisa pulang, atau memang benar-benar ada pekerjaan.

Tapi apapun itu, Jihan tampak tidak peduli lagi ketika Shaka tak bisa berlama-lama di tempat tinggalnya. Jihan berusaha mengerti posisi Shaka, pria yang sudah kaya sejak lahir. Terbiasa berada di tempat-tempat mewah dan bagus, pasti butuh waktu untuk menyesuaikan diri ketika berada di rumah sederhana.

Jadi saat Shaka mengajak pulang, Jihan langsung mengangguk setuju tanpa protes.

"Mama kira kalian mau makan malam di sana." Suara Mama Sonia menyambut Shaka dan Jihan saat akan menaiki tangga.

Jihan menghentikan langkah, niatnya menaiki tangga malah di urungkan karna ingin menghampiri Mama mertuanya untuk cium tangan.

Gurat senyum bahagia tergambar jelas di wajah wanita paruh baya itu sambil menyambut uluran tangan Jihan. Siapa yang tidak bahagia memiliki menantu seperti Jihan, sopan dan sangat menghormati orang tua.

"Mas Shaka banyak kerjaan Mah." Sahut Jihan.

"Aku ke atas dulu." Pamit Shaka. Pria itu buru-buru menaiki tangga. Mama Sonia hanya geleng-geleng kepala melihat sikap putranya. Padahal dulu tidak seperti itu. Sikap cuek dan dinginnya baru muncul beberapa tahun belakangan. Tepatnya sejak di tinggalkan begitu saja oleh kekasihnya, di saat Shaka sedang serius merencanakan pernikahan. Mama Sonia menjadi orang kedua yang paling sakit hati, setelah Shaka tentunya.

Sebab, tidak ada seorang pun yang terima melihat anaknya disakiti.

"Ikut Mama sebentar, ada yang ingin Mama bicarakan." Lirih Mama Sonia seraya beranjak lebih dulu, Jihan mengikuti langkah Mama mertuanya di iringi dengan rasa penasaran dan kekhawatiran. Takut punya salah pada Mama Mertuanya itu.

...*****...

Di ruang perpustakaan yang cukup luas, Jihan dan Mama mertuanya duduk berhadapan. Wanita 25 tahun itu kelihatan gugup, lebih gugup dibanding saat menghadapi sidang skripsi.

Sebab Jihan sadar bahwa dia telah melakukan kesalahan, yaitu menerima tawaran Shaka untuk menikah hanya demi uang 500 juta. Jihan belum siap di benci, belum siap di pandang buruk dan rendah.

"Ada yang mau Mama tanyakan, tapi kamu jawab jujur ya." Mama Sonia menatap lekat-lekat wajah menantunya.

Jihan semakin gugup, jemarinya memainkan ujung dress miliknya.

"Mama mau tanya apa.?" Suara Jihan tercekat, dia kesulitan menelan ludah.Pikirannya sudah jauh kemana-mana. Membayangkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Seandainya pernikahan kontraknya dengan Shaka di ketahui oleh Mama Sonia, Jihan sudah siap untuk menerima kemarahan dan siap angkat kaki dari rumah ini.

"Apa Shaka memperlakukan kamu dengan baik.? Maksud Mama, penuh kelembutan dan perhatian.?" Tanyanya penasaran.

"Mama bukan mau mengorek urusan rumah tangga kamu, hanya saja melihat Shaka masih cuek dan dingin seperti itu, Mama Khawatir dia acuh sama istrinya sendiri."

Sejenak Jihan bisa bernafas lega, setidaknya rahasia pernikahan kontraknya masih aman.

"Soal itu, Mama tidak usah khawatir. Walaupun dingin, tapi Mas Shaka tetap perhatian." Jihan jelas berkata dusta. Mana ada Shaka perhatian, yang ada selalu ketus dan cuek padanya. Tapi demi menunjukkan bahwa pernikahannya baik-baik saja, berkata dusta di depan Mama mertua adalah solusinya. Daripada jujur dan berujung ada masalah, lebih baik bohong demi kebaikan.

"Syukurlah, Mama hanya khawatir saja."

"Sebenarnya ada hal yang Mama rasa perlu kamu tau. Ini tentang masa lalu Shaka."

Obrolan menantu dan mertua itu semakin serius dan dalam. Jihan lebih banyak menyimak cerita tentang masa lalu Shaka. Tentang apa yang menyebabkan Shaka berubah cuek dan dingin. Sikapnya juga terkesan kaku pada semua orang, seakan ingin membatasi interaksi dengan orang lain. Entah karna trauma di kecewakan dan berakhir takut menjalin kedekatan dengan siapapun, meski sekedar berteman. Yang jelas, Shaka benar-benar membatasi dirinya.

...*****...

Jihan masuk ke kamar setelah hampir 1 jam mengobrol dengan Mama mertuanya. Ketika masuk kamar, dia melihat Shaka duduk didepan laptop yang menyala. Jari-jarinya bergerak lancar di atas keyboard. Penampilannya jauh lebih segar dan memakai baju santai. Jelas pria itu sudah mandi.

"Kenapa lama sekali, apa yang kalian bicarakan.?"

Jihan bisa melihat sudut mata Shaka sempat melirik ke arahnya, tapi hanya sekilas tanpa menghentikan aktivitasnya.

"Eh,, itu. Mama sepertinya curiga karna Pak Shaka keliatan cuek dan dingin sama saya." Jawab Jihan jujur. Bukan tanpa alasan Jihan berkata jujur, siapa tau setelah ini sikap Shaka jauh lebih baik walaupun dilakukan karena terpaksa.

"Setelah saya pikir-pikir, wajar saja Mama Sonia curiga. Kita ini masih seperti orang asing, padahal sudah menikah." Jihan berucap lantang dan sedikit keras.

Seketika Shaka menghentikan aktivitasnya dan menatap Jihan.

"Asal kamu nggak bicara macam-macam soal pernikahan ini, Saya rasa nggak ada masalah. Kecurigaan Mama hanya sesaat." Jawabnya enteng.

Jihan mencebikkan bibir, bukan jawaban seperti itu yang dia mau. Dia tidak mau muncul keriput lebih awal hanya gara-gara menghadapi sikap dingin Shaka setiap hari.

Padahal Jihan berharap Shaka mengatakan "Kalau begitu mulai sekarang pura-pura bersikap seperti pasangan pada umumnya di depan orang tuaku."

Bukan karna Jihan ingin di perhatikan oleh Shaka, Bukan.! Jihan hanya malas saja menghadapi manusia dingin yang menurutnya sangat menjengkelkan.

Tak mau menanggapi ucapan Shaka, Jihan memilih berlalu untuk mandi.

...*****...

"Mba jihan, tolong bilangin makasih sama Mas Shaka. Tadi uangnya udah aku pakai buat tambahan service motor."

Jihan menatap Shaka setelah membaca pesan dari Juna. Suaminya itu masih sibuk di depan laptop, bahkan setelah Jihan selesai mandi.

"Maksudnya uang apa Dek.?"

Balas Jihan. Pesan dari Juna malah membuatnya bingung.

"Ituloh, tadi Mas Shaka ngasih duit ke Juna. Katanya buat service motor. Padahal aku cuma curhat kalau motornya masih harus di service lagi, tapi malah di kasih uang. Aku mau nolak, tapi Mama kan sering bilang nggak boleh nolak rejeki."

Ada emoticon menyengir kuda di akhir pesan dari Juna.

Masih belum puas dengan penjelasan Juan, Jihan akhirnya keluar ke balkon kamar dan menelfon adiknya itu. Sekitar 10 menit, Jihan masuk kembali ke kamar. Dia melangkah pelan menghampiri Shaka. Sedingin apapun sikap Shaka, Jihan merasa harus berterimakasih pada suaminya itu. Sebab uang yang di transfer Shaka ke rekening Juna lumayan banyak.

"Pak Shaka,,"

Pria yang di panggil hanya menatap sekilas.

"Hemm,"

Bibir Jihan mencebik, sebenarnya malas bicara dengan Shaka, tapi mau bagaimana lagi.

"Kenapa repot-repot kasih uang ke Juna.? Tadi Juna bilang, katanya makasih. Dia nggak tau kalau kita mau pulang sore, jadi tadi langsung ke bengkel setelah di kasih uang."

Jihan sudah bicara panjang lebar, tapi Shaka sibuk sendiri.

"Pak Shaka.?" Tegur Jihan menahan geram.

"Ya, saya nggak tuli Jihan." Sahut Shaka penuh penekanan.

"Kamu cuma mau bilang itu saja kan.? Saya sedang sibuk."

Jihan menghela nafas kasar, menguji kesabaran sekali bicara dengan gunung es.

"Ya, sekali lagi makasih. Lain kali nggak perlu transfer uang ke Juna, nanti dia,,,

"Terserah saya mau transfer kemana." Potong Shaka cepat.

Jihan merutuk dalam hati, lalu pergi begitu saja. Percuma bicara dengan Shaka. Yang ada malah emosi.

Terpopuler

Comments

Alivaaaa

Alivaaaa

sabar ya Ji

2024-03-26

1

Lina ciello

Lina ciello

alemongg wes tinggalen ae 😡

2024-03-21

0

Klaten Sudimoro

Klaten Sudimoro

Alaaah, ini hanya permainan pengarang. Biar berkesan unik.

2024-03-09

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!