Bab 10

Juna, laki-laki itu tampak gelisah bercampur sedih. Matanya berkaca-kaca. Ada kekhawatiran yang hanya bisa dia pendam sendiri dalam hati. Tak mungkin dia menunjukkan air matanya di depan sang Kakak. Sebagai laki-laki, Juna tak mau terlihat lemah.

Sekitar pukul 8, Shaka tiba di rumah sakit. Pria itu menghampiri Jihan dan Juna yang wajahnya diselimuti kecemasan.

Duduk dengan kepala sama-sama tertunduk, Shaka memilih memperhatikan dari kejauhan. Duduk di salah satu sudut, menyilangkan kedua tangan tanpa mengalihkan pandangan dari dua anak yang mencemaskan hidup dan matinya seorang Ibu karna tengah berjuang di meja operasi.

Ada perasaan iba yang menggelitik dalam hatinya, kala Shaka tanpa sengaja melihat Jihan mengusap sudut matanya. Jihan mungkin menangis, tapi buru-buru di usap agar tak dilihat oleh Juna.

Shaka menelan ludah saat tenggorokannya terasa tercekat. Dia bukan pria tanpa perasaan yang tak bisa merasakan kesedihan orang lain.

Meski sikapnya datar dan dingin, hatinya cukup lembut.

1 jam berlalu. Tepat pukul 9 malam, lampu di luar ruang operasi padam, menandakan proses operasi telah usai. Tak lama seorang dokter keluar dan segera di hampir oleh Jihan beserta Juna.

"Dokter, bagaimana operasi Mama kami.?" Kilat kecemasan terpancar dari sorot mata bening Jihan.

"Alhamdulillah, operasinya lancar. Pasien akan di segera di pindahkan ke ruang rawat inap."

"Alhamdulillah,,," Seru Jihan dan Juna bersamaan. Rona bahagia dan lega tergurat jelas di wajah keduanya.

Di ujung sana, Shaka juga ikut bernafas lega. Pria tegap itu memutuskan menghampiri Jihan yang tampak sudah tenang.

Kedatangan Shaka menimbulkan tanda tanya di benak Jihan. Tidak mengabari, tak di undang juga, tiba-tiba sudah ada di depan mata dengan menenteng paper bag berlogo toko roti terkenal.

Shaka dan Jihan hanya saling pandangan sekilas, sebelum akhirnya Shaka membuka obrolan dengan Juna.

"Kamu sudah makan.?" Tanya Shaka pada laki-laki di depannya.

Juna menggeleng, dia dan sang Kakak sudah mencoba makan malam, tapi terasa sulit untuk sekedar menelan makanan. Karna banyak pikiran menjelang detik-detik operasi Mama mereka. Membuat keduanya tidak nafsu makan.

"Isi dulu perutnya, jangan sampai sakit. Operasinya lancar kan.?" Kata Shaka. Pria itu seolah tau penyebab Juna belum makan.

Shaka lantas menyodorkan paper bag itu pada Juna, lalu pamit ke kantin rumah sakit untuk membeli minum.

Jihan hanya bisa memandang lekat punggung tegap milik Shaka yang kian menjauh dari pandangan. Pria sebaik itu, bagaimana bisa berfikir untuk mempermainkan pernikahan.?

Jihan menggeleng pelan, berusaha menepis pikiran aneh yang memaksa masuk.

Apapun alasan Shaka mengajaknya menikah kontrak, Jihan tak akan mempermasalahkannya. Karna pada kenyataannya dia juga membutuhkan uang Shaka.

...******...

Jihan keluar dari ruang rawat inap Mamanya setelah memastikan keadaan sang Mama baik-baik saja meski belum sadarkan diri.

Di luar ruangan ada Shaka, duduk seorang diri di kursi panjang. Dia menatap datar ke arah Jihan yang kian mendekat dan duduk di sebelahnya.

"Terimakasih banyak Pak Shaka. Sebenarnya saya tidak masalah Mama di tempatkan di kamar biasa." Ucap Jihan atas kebaikan Shaka karna sudah menyediakan kamar VIP untuk Mamanya.

"Saya di suruh Mama, jadi simpan saja terimakasihnya buat beliau." Jawabnya datar.

"Ya, saya akan berterimakasih juga pada beliau." Jihan mengulas senyum tipis, namun tetap terlihat manis.

"Saya pulang dulu." Shaka berdiri dari duduknya, disusul Jihan yang ikut berdiri untuk membungkuk sopan.

"Sekali lagi terimakasih Pak." Ucap Jihan tulus.

"Hemm." Deheman Shaka seperti angin lalu, bersamaan dengan raganya yang kian menjauh dari hadapan Jihan.

Sekaku itu interaksi Shaka dengan Jihan. Keduanya terlihat asing dan tidak ada chemistrynya secuilpun, padahal akan menikah dalam waktu dekat.

...******...

Pagi yang cerah, secerah wajah Jihan dan Juna kalau menatap wanita tangguh di hadapan mereka. Alam seakan ikut mengiringi kebahagiaan keluarga kecil di dalam ruangan VIP rawat inap rumah sakit. Do'a dua anak itu terkabul, harapan bisa melihat Mama sehat kembali sudah terwujud.

Rasa syukur tak henti-hentinya terucap dalam hati Jihan.

Setelah ini dia akan berterimakasih pada Shaka. Berkat uang dari Shaka, operasi bisa di lakukan.

Jihan tak bisa membayangkan jika tidak ada bantuan dari Shaka. Uang 200 juta tak mungkin bisa ada di tangan Jihan sekalipun dia memutuskan menjual diri waktu itu.

Dengan Shaka, Jihan bisa mendapatkan uang lebih banyak tanpa harus menjual kesuciannya.

"Biaya operasinya pasti mahal ya Nak.?" Lirih Dewi di tengah-tengah kebahagiaan dan haru menyelimuti kedua anaknya.

Ada beban berat dari sorot mata Dewi kalau melihat putrinya yang jadi tulang punggung keluarga. Biaya operasi tidak murah, mungkin telah menghabiskan seluruh tabungan Jihan.

Jihan menggeleng cepat, mematahkan anggap Mamanya. Sebab Jihan tidak mau biaya operasi itu membebankan pikiran sang Mama.

"Setengahnya di cover asuransi Mah." Kilah Jihan.

"Mama nggak usah pikirin biaya operasi, yang penting sekarang Mama sudah sehat dan bisa kumpul lagi di rumah."

Dewi langsung percaya ucapan putrinya. Wanita paruh baya itu tampak bernafas lega jika memang biaya operasinya bisa di cover asuransi walaupun hanya setengahnya.

...******...

Sementara itu di rumah megah nan mewah, Shaka menghabiskan waktu hampir 1 jam di ruang olahraga. Pria dewasa itu tak pernah absen mencari keringat setiap libur bekerja. Tak heran kalau otot-ototnya terbentuk indah. Membuat kaum hawa terpikat kala melihat keindahan pahatan sempurna di bagian-bagian tertentu.

Buliran keringat sudah mengucur di tubuhnya. Menambah kesan seksi pada tubuh bagian atasnya yang tak berbalut pakaian.

Nafasnya kian memburu, Shaka menyudahi latihan fisiknya seraya menyambar handuk kecil untuk mengusap keringat di wajah dan leher.

Di lihatnya jam dinding sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Shaka beranjak ke kamarnya untuk mandi dan sarapan setelah itu.

Selesai mandi, Shaka masuk ke walk in closet. Di bukanya lemari pakaian yang berisi baju santai.

Sudut matanya melirik kaos warna hitam bertuliskan brand ternama yang terlipat rapi.

Seketika pikiran Shaka tertarik ke masa lalu. Bayangan sosok seseorang yang memberikan kaos itu terlintas dalam benaknya. Memory memory indah berputar satu persatu.

Masa lalu yang sebenarnya belum usai, namun terpaksa di sudahi karna terhalang jarak dan impian yang harus di wujudkan.

Pada akhirnya Shaka mengalah, membiarkan separuh hatinya di bawa pergi ke negeri nan jauh di sana. Hanya tersisa sepenggal kenangan yang terkadang masih singgah, sulit untuk di lupakan.

Atau mungkin Shaka sengaja membiarkan kenangan itu bertahta di relung hatinya.

4 tahun bukan waktu yang sebentar. Sakit karna perpisahan seolah memberikan trauma tersendiri pada pria 30 tahun itu.

Pada akhirnya Shaka tetap sendiri selama 5 tahun sejak perpisahan itu terjadi.

Entah karna belum ada sosok lain yang mampu menarik perhatiannya, atau memang Shaka enggan membuka hati untuk wanita lain. Membiarkan satu nama di masa lalu masih bertahta di hatinya.

Terpopuler

Comments

Nartadi Yana

Nartadi Yana

aku doakan tar Shaka nya bucin ma Jihan

2024-04-12

0

Ila Lee

Ila Lee

wah berat ni shaka ada mantan kekasih patut tak mahu menikahi

2024-04-06

0

Eylna Fadli

Eylna Fadli

msih mncoba mnikmati alurx...

2024-04-01

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!