Bab 11

Sinar mentari masuk melalui celah tirai motif bunga dari kamar Jihan. Wanita berparas ayu itu sempat mengerjapkan mata beberapa kali untuk mengumpulkan kesadaran yang setengahnya masih berada di alam mimpi.

Jihan duduk di tepi ranjang, kedua tangannya dibentangkan untuk sekedar merenggangkan otot-otot yang terasa kaku. Hampir 2 minggu bolak-balik kantor, rumah sakit dan rumahnya, badan Jihan mendadak kaku. Tegang karna dipaksa menguras tenaga.

Kini setelah 2 minggu menjalani hari-hari yang tidak mudah, rasa lelah Jihan terbayar dengan kesembuhan Mamanya.

Ya, tak apa meski Jihan harus menukar rasa lelah, bahkan rela mengorbankan masa depannya, asal sang Mama bisa kembali padanya dalam keadaan sehat.

Tok,, Tokk,, Tokk,,

Suara ketukan pintu menyadarkan Jihan di saat pikirannya mulai menerawang pada sosok Shaka.

2 hari yang lalu Shaka menyempatkan datang ke rumah sakit hanya untuk mengantarkan Jihan dan Mama Dewi pulang ke rumah.

"Ya, sebentar." Jihan berseru seraya merai ikat rambut di atas nakas untuk mencepol asal rambut panjangnya.

"Mba Jihan kok belum siap-siap.?" Seloroh Juna begitu Jihan membukakan pintu kamar.

Alis Jihan menukik hingga bertautan. Ini kan haris sabtu, untuk apa siap-siap kalau tidak bekerja. Jihan membatin.

Itu sebabnya dia sengaja bangun siang, sebab tubuhnya butuh istirahat yang cukup dan berkualitas. Sampai Jihan sengaja menonaktifkan ponselnya agar tidak ada gangguan di saat sedang ingin istirahat panjang.

"Sekarang kan hari sabtu Dek, ngapain Mba harus siap-siap." Sahut Jihan sambil berlalu ke dapur untuk mengambil minum.

"Makanya punya HP jangan cuma jadi pajangan aja Mba. Segala di matiin. Jadinya nggak tau kalau di chat dan di telfon Mas Shakai. Tuh, orangnya lagi duduk di teras sama Mama." Cerocos Juna yang mengekori Jihan sampai ke dapur.

Jihan berhenti mendadak dengan kedua mata membola. Wanita itu terkejut bukan main dan langsung kembali ke kamarnya sampai lupa minum.

Juna menggaruk kepala, bingung melihat Kakak lari terbirit-birit ke kamar.

Juna lantas kembali ke teras menemui Shaka.

"Mba kamu belum siap.?" Tanya Mama Dewi ketika anak laki-lakinya muncul dan duduk di sebelah Shaka. Mungkin karna Juna laki-laki, jadi langsung membaur dengan Shaka tanpa canggung.

"Siap darimana Mah.? Orang Mba Jihannya baru bangun. Ilernya sampe kemana-mana." Kata Juna sambil terkikik geli.

Shaka yang mendengar perkataan Juna mendadak ilfil. Jadi wanita cantik yang akan dia nikahi itu tidurnya ileran.? Batinnya.

Ada gurat sesal karena asal mencomot wanita untuk dijadikan istri. Lebih tepatnya menyesal karna baru tau kalau Jihan ileran saat tidur.

"Kalau Mba mu tau, bisa nggak dapat uang jajan kamu karna fitnah Mba mu di depan calon suaminya." Balas Mama Dewi yang tampak bergurau menanggapi celotehan putranya.

Tawa Juna meledak, apalagi saat dia bisa membaca ekspresi jijik dari wajah Shaka. Yang artinya Shaka menanggapi candaannya dengan serius.

"Aku cuma bercanda Mas, Mba Jihan nggak ileran kok."

Shaka tersenyum tipis, sangat tipis dan memasang wajah datar. Namun ada kelegaan yang tidak dia tunjukkan.

Setidaknya Jihan tak akan mengotori ranjangnya saat tidur.

Iissh.!!

Shaka tiba-tiba menggelengkan kepala. Pikiran macam apa yang terlintas di kepalanya. Siapa juga yang akan membiarkan Jihan tidur di ranjangnya.

...******...

Mobil mewah Shaka meninggalkan halaman rumah sederhana yang di sewa Jihan sejak 3 tahun terakhir. Keheningan menyelimuti hingga mobil itu memasuki jalan raya yang padat.

"Butiknya di daerah mana Pak.?" Jihan membuka obrolan, memecah keheningan yang membuatnya mulai bosan. Shaka benar-benar irit bicara. Kecuali kalau sedang memimpin rapat, bibirnya akan mengeluarkan kata demi kata yang terdengar berkualitas.

Lulusan Universitas Oxford memang tidak perlu di ragukan lagi. Sudah pasti otaknya encer.

"Nggak jauh dari kantor."

Jihan mengangguk-angguk setelah mendengar jawaban datar Shaka. Keheningan kembali terjadi. Jihan bingung harus membuka obrolan apa lagi. Mau berceloteh rasanya malu, takut dikira cari perhatian. Akhirnya Jihan memilih diam.

Tidak terasa mobil yang mereka tumpangi sudah terparkir di halaman butik ternama. Jihan mendadak insecure. Sadar bahwa status sosialnya dengan keluarga Shaka berbanding terbalik. Jika ada perumpamaan yang lebih tinggi dari 'bagaikan bumi dan langit', tentu perumpamaan itu sangat cocok untuk menggambarkan Jihan dengan keluarga Shaka.

Aset dimana-mana, perusahaan juga tidak hanya satu, sebenarnya wajar kalau keperluan untuk acara pernikahan Shaka serba mewah dan mahal. Tapi tak wajar bagi Jihan.

"Turun Jihan, mau sampai kapan melamun.!" Suara bariton itu membuyarkan lamunan. Jihan sempat mencebik sebelum melepaskan seatbelt dan bergegas keluar menyusul Shaka.

"Mama Sonia sudah datang.?" Tanya Jihan seraya melirik mobil mewah yang tidak asing baginya terparkir jarak 2 mobil dari mobil milik Shaka.

"Hemm."

"Ya ampun, jutek sekali." Gerutu Jihan sewot.

...******...

"Akhirnya kalian sampai juga. Sini sayang, kamu pilih sendiri ya gaunnya." Mama Sonia menyambut calon menantunya dengan senyum yang merekah. Wanita paruh baya itu menggandeng tangan Jihan layaknya anak sendiri.

Tapi tunggu, anaknya sendiri saja tidak di sambut. Shaka sampai terlihat melirik sebal karna dicueki Mamanya sendiri.

"Pagi Pak Shaka. Mari ikut saya, ada beberapa pilihan tuxedo terbaik di butik kami." Seorang pelayan menyambut ramah pelanggannya.

Sudah lebih dari 7 tahun keluar Shaka menjadi langganan di butik itu. Pemiliknya seorang designer ternama yang sudah go internasional.

Harga rancangannya tak main-main. Tapi tak jadi masalah untuk para pelanggannya yang 90 persen didominasi oleh Sultan.

Tanpa kata, Shaka mengikuti langkah perempuan yang membawanya ke salah satu ruangan.

Sedangkan Mama Sonia dan Jihan mulai sibuk memilih gaun untuk pernikahan.

Melihat gaun-gaun mewah dan elegant yang berjejer, Jihan membayangkan berapa keluarga Shaka harus menggelontorkan segepok uang untuk membeli gaun yang pastinya tidak murah itu.

Jihan sudah memberikan usul pada calon Mama mertuanya siapa menyewa gaun saja, rasanya sayang kalau harus beli dan hanya dipakai sekali seumur hidup. Apalagi pernikahannya tidak sungguhan. Pernikahan akan berakhir sesuai dengan tanggal yang disepakati.

Tak mau terlalu lama di butik, dan kebetulan calon Mertuanya juga akan bertolak ke Singapura, jadi Jihan langsung menentukan pilihan pada gaun sederhana. Tapi sesederhana apapun gaun itu, masih terlihat waw dan elegant.

Jihan lantas mencobanya. Mama Sonia tampak bangga melihat kecantikan calon menantunya tersebut. Putranya memang tidak salah pilih. Selain cantik, Jihan juga sopan, baik dan terlihat tidak materialistis.

"Cantik sekali menantu Mama." Puji Mama Sonia.

"Sebentar jangan di lepas dulu, Mama panggilin Shaka biar liat." Mama Sonia keluar dari ruangan itu dan begitu semangat memanggilkan putranya.

Shaka yang di gandeng tangannya tampak enggan mengikuti sang Mama. Menurutnya dia tidak perlu melihat Jihan mencoba gaun. Lagipula tak ada untungnya dan tidak berpengaruh apapun untuknya.

"Lihat calon istri kamu, cantik kan.?" Seru Mama Sonia bangga.

Shaka terdiam di tempat, menatap tanpa kedip pada sosok gadis berbalut gaun warna putih dengan sambut yang di sanggul. Beberapa anak rambutnya dibiarkan menjuntai dikedua sisi wajah.

'Cantik'.

Kata itu terucap meski dalam hati. Tak mau terpengaruh dengan pikiran yang ber kemelut, Shaka buru-buru menyingkirkan segala pikiran atas pemandangan di depan matanya.

Terpopuler

Comments

Lindawati Pasaribu

Lindawati Pasaribu

suka

2024-04-25

0

Ani Baru

Ani Baru

gengsi si sahka

2024-04-21

1

Nartadi Yana

Nartadi Yana

mulai muna nih Shaka

2024-04-12

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!