SENJA TERLUKA
Seorang pria dengan rambut basah akibat keringat susah payah menceburkan diri ke sungai untuk menyelamatkan gadis yang tiba-tiba lompat dari jembatan. Entah skenario apa yang Tuhan takdirkan, ia baru sampai di Jakarta dan sudah melihat orang mencoba bunuh diri saat mobilnya kehabisan bahan bakar di jalan lenggang dekat TPU.
Air sungai cukup dalam, ia bahkan kesulitan untuk menggapai tangan gadis itu untuk diangkat ke atas. Sebelum mereka tewas tenggelam karena kehabisan napas, ia berusaha menyelam lebih dalam agar meraih lengannya.
Setelah berhasil mengangkat tubuhnya ke tepi sungai, ia melakukan resustasi jantung dengan CPR. Tanpa izin, ia juga melepas sabuk dan membuka kancing jas agar gadis ini mudah bernapas.
"Tolong!"
"Tolong!"
Beruntung ada warga yang sedang memancing walaupun cukup jauh, mereka menghampiri mereka dan menghubungi ambulans agar bisa diselamatkan. Semoga saja.
***
Nama pria itu adalah Skala. Ia duduk di depan UGD, giginya bergemelatuk karena kedinginan belum sempat ganti baju. Ketika perawat keluar, Skala langsung bertanya mendekatinya. “Gimana, Dok, keadaannya?”
“Kami menemukan ini.” Perawat itu menyodorkan satu dompet kecil pada Skala. “mohon maaf, Pak. Namun, pasien atas nama Aurelina akan kami pindahkan ke ruang ICU karena sangat kritis dan ada kemungkinan mengalami koma."
“Ko— koma?!”
“Betul. Tampaknya, akibat pukulan benda tumpul di kepalanya mengakibatkan cedera di bagian otak.”
Kenapa pukulan? Gadis tadi jatuh tenggelam di dalam air, bukan dipukul. Skala kini bingung.
“Saya liat dia jatuh ke sungai. Saya rasa dia mencoba bunuh diri," jawab Skala.
Dokter itu terkejut, “Semuda itu bunuh diri? Tapi, kami juga menemukan beberapa lebam yang infeksi di tubuhnya. Kalau walinya sudah datang, mohon disampaikan, Pak. Kami akan berusaha menyelamatkan pasien.”
“Terima kasih.”
***
Skala melihat lewat kaca yang tembus ke dalam ICU kalau perempuan yang tadi ia tolong sedang koma.
Lebam infeksi...
Pukulan benda tumpul...
Lalu menceburkan diri ke sungai...
Apa ini? Batin Skala. Ia sudah melihat isi dompet yang berisi kartu pelajar dan beberapa foto. Namanya Aurelani, kelas 2 sekolah menengah atas.
Gadis malang itu harus terbaring dengan waktu lama, kalau mampu bertahan.
6 bulan kemudian...
Pertama kali Aurel terbangun dari koma. Pertama kalinya ia merasa dikelilingi oleh orang dengan harapan besar, lalu tidak lama kemudian sayup-sayup ia mendengar suara berat milik seorang pria yang memanggil dokter dengan tergesa-gesa.
“Aurel? Sudah bangun?” tanya seorang wanita setengah paruh baya yang ada disebelah kanan brankar anaknya.
Mereka tampak mewanti-wanti jawaban yang keluar dari bibir indah Aurel yang kini pucat.
Aurel menatap 4 orang yang masing-masing ada 2 di sisi kanan dan kirinya.
“Kalian siapa… ?” tentu ia bertanya karena tidak tahu. Walaupun suaranya serak, ia yakin mereka mendengar pertanyaannya.
Wanita setengah paruh baya yang tadi bertanya pada Aurel pun memeluk pria disampingnya sambil menangis.
“Kamu gak inget kita? Termasuk Ibu kamu?” tanya Skala terdengar cemas.
***
Dokter sudah menjelaskan beberapa rincian mengenai kondisi Aurel saat ini. Setelah dilakukan tes CT-scan otak, Aurel didiagnosia mengalami jenis amnesia retrograde yaitu hilang ingatan pada masa lalu akibat cedera pada otak. Hal itu diyakini oleh Dokter setelah menanyakan beberapa hal pribadi seperti nama, usia, tempat tinggal, sekolah, dan nama orang tua. Namun, Aurel menjawab tidak tahu semua.
“Maaf, Bu. Saya gak tepat waktu nyelametin Aurel. Maaf.”
Sedari tadi Alya selaku orangtua satu-satunya yang masih ada disamping Aurel sampai detik ini, bosan karena pria bernama Skala, pria yang menyelamatkan anaknya terus meminta maaf walaupun sudah ditegur pelan.
“Ndak papa, Skala. Iki jenenge takdir, kamu sudah nolong Aurel pun Ibu kesuwun,” ujar Alya dengan lembut. Mereka duduk menunggu di kursi depan ICU lagi.
“Skala, Ibu ndak bisa bayangin kalau kamu gak nolong Aurel. Walaupun Aurel koma hampir setengah tahun, kesuwun kamu masih mau jenguk Aurel.”
Jujur saja Skala tidak bodoh-bodoh amat tentang bahasa jawa. Jadi ia bisa paham walaupun Alya pakai bahasa campur aduk.
Alya menggenggam tangan Skala, “Ibu boleh minta tolong, Ndung?”
Skala bertanya, “Apa, Bu?”
“Jaga Aurel, ya?”
Skala tidak mengerti, dia bahkan disini saat bertemu Aurel, bagaimana dengan tempat tinggal dan kantornya yang ada di luar Kota Jakarta.
“Jaga… Aurel???” Skala mengulang pertanyaan Alya sambil menggaruk tengkuknya gugup.
“Aurel sudah banyak menderita. Mungkin hari itu Aurel sudah ada di titik paling lemah, Ibu rasanya ndak percaya kalau dia mau bunuh diri.” Alya tak segan curhat dengan Skala. Dengan bicara, Alya bisa mengurangi rasa sesak tiap kali memijakkan kaki di rumah sakit hanya untuk menengok anaknya yang saat itu koma.
Skala paham, “Maaf, Bu, yang tadi ada didalam itu siapanya Aurel?”
“Mereka teman-temannya Aurel. Namanya Nabila sama Bintang.”
Skala mengangguk-angguk saja. Selama 6 bulan ini, ia juga bertanya-tanya pada dirinya sendiri kenapa masih tetap di Jakarta hanya untuk mendengar kondisi Aurel -remaja yang berusaha bunuh diri menceburkan tubuhnya ke sungai sedalam 5 meter atau mungkin lebih.
“Kamu ndak pulang, Nak?”
“Saya pulang kemana, Bu?” kekehnya tanpa disuruh. “saya kan ke Jakarta cuma mampir main ke cabang kantor.”
“Kamu sudah kerja?!” Tentu Alya terkejut. Ia kira selama ini, Skala itu mahasiswa karena tampangnya masih muda dan kece.
“Sudah, di Bina Atlas.”
“Lho?! Itu kan tempat pendidikan juga ya, Nak?” Alya semakin tidak menyangka.
“Iya, Bu. Kami menampung lulusan pelajar yang minat jadi Staff di PT Skala Atlas sekaligus menyalurkan beasiswa ke pendidikan."
“Terus kamu sudah menikah?” tanya Alya dengan raut polos.
Seketika Skala tersedak air liurnya sendiri. “Belum. Saya belum kepikiran, Bu.”
Alya tersenyum. Selagi masih muda kenapa tidak menikah saja. Tidak mungkin menunggu tua dan keriput baru nikah.
Perawat yang keluar dari ICU menghampiri mereka dengan senyum merekah, “Bu, karena kondisi Aurel sudah stabil, besok pagi akan kami pindahkan ke rawat inap.”
“Alhamdulillah.” Alya mengusap wajahnya bersyukur.
“Ini pasti karena doa, Bu Alya,” ucap sang perawat tadi. “masih muda sudah melewati masa-masa sulit di sekolah. Saya sarankan pindah sekolah saja, Bu. Demi kebaikan Aurel.” Pihak rumah sakit sempat pasrah untuk mencabut alat bantu nafas Aurel semasa koma karena tidak ada perkembangan. Namun Skala dan Alya mencegah mereka untuk tetap membuat Aurel bernafas, ia yakin anaknya akan bangun, seperti saat ini, doa-doanya dijabah.
Skala memandang Alya yang tampak ragu. Sebenarnya ia setuju dengan apa yang perawat itu katakan daripada hal serupa terulang.
“Nanti saya yang urus perpindahan sekolah Aurel,” ujar Skala diakhiri tawa kecil.
Perawat itu mengangguk, “Baik. Saya permisi, Bu Alya, Mas Skala.”
Alya menatap Skala, “Kamu benar mau Aurel pindah sekolah?”
Skala mengangguk, “Memangnya kenapa? Bukannya bagus?”
“Kamu ini sudah banyak bantu Ibu…”
“Selagi masih hidup, menolong orang bisa jadi berkah, Bu.”
Alya menepuk lengan Skala, “Ibu mau beli makanan dulu buat kamu. Kamu temenin Aurel ya.”
Skala paham itu permintaan orang tua pasien. Maka sudah seharusnya dia turuti. “Siap, Bu.” Skala membuka pintu dengan pelan dan melihat Aurel sedang bermain rubrik sambil tiduran. “Permisi.”
Aurel menghentikan aktivitas bermainnya dan menatap Skala sebentar.
“Kamu udah sehat?”
“Kamu siapa?” tanya Aurel.
“Skala,” singkatnya.
“Aurel."
“Udah tau.”
“Kok udah tau?”
“Jangan banyak tanya … kamu masih belum sehat.”
Akhirnya Aurel pun tidak bertanya lagi, dan Skala menyimpulkan kalau Aurel penurut. Apa itu sebabnya dia diam saja saat diperlakukan tidak baik oleh teman-temannya? Ada banyak pertanyaan yang ingin Skala tanyakan jika Aurel dibolehkan berpikir tentang kehidupan setengah tahun lalu. Sayang sekali kondisinya masih memprihatinkan.
“Kamu gak inget aku siapa? Sekilas mungkin?”
Aurel menggeleng. "Memang kenapa?” tanyanya. Rasanya ia baru lihat sekarang. Maklumi saja untuk saat ini. Ingatan Aurel sangat pasif dan entah sampai kapan akan begini. “Ibu mana?”
“Lagi beli makan.”
Aurel memegang rambutnya lalu tampak bingung. “Kayaknya dulu rambut aku pendek," desisnya.
“Jangan heran. Kamu koma hampir setengah tahun, gimana gak panjang rambutnya.” Skala dengan santainya bersandar di sofa empuk.
“Setengah tahun?” sahutnya pelan. Aurel berpikir sejenak. “aku masih sekolah? Atau udah kerja?"
“Ya … begitulah. Karena kamu koma, jadi kamu harus daftar ulang kelas 2 trus ujian susulan supaya bisa ke kelas 3.”
“SMP?”
“SMA lah,” ketusnya.
“Ohh, begitu.” Ia paham sekarang. “Skala,” panggilnya.
“Kenapa?”
“Kamu itu siapanya Ibu? Atau jangan-jangan kamu kakak aku?”
“Bukan.”
“Terus?”
“Buat sekarang rahasia.”
Aurel merengut kesal. “Oke deh. Tapi aku koma karena apa? Kecelakaan?"
“Nabrak tembok, mungkin."
“Aku serius.”
“Masih rahasia juga, kenapa sih? Tidur itu lebih penting buat kamu sekarang.” Setelah dipikir lagi, Skala sadar. “tapi kamu koma 6 bulan. Seenggaknya istirahat aja, jangan banyak tanya.”
Alya datang membawa makanan padang untuknya dan Skala. “Maaf ya, Aurel, kata dokter kamu harus makan makanan disini,” ujar Alya.
“Iya.”
Menunggu mereka makan, Aurel mengambil buku yang ada diatas nakas untuk dibaca.
“Nak, Skala, bagaimana atas usulan Ibu tadi?”
Skala yang baru saja hendak memasukkan makanan ke mulutnya langsung menurunkan tangan kembali, “Pindah ke tempat tinggal saya aja, Bu,” jawab Skala sekenanya.
Alya tahu kalau anak dihadapannya juga tidak tega bahkan bingung. Tapi yang saat ini Aurel kenal hanya dia dan Skala.
“Coba nanti saya hubungi Dirut Cabang, siapa tau saya boleh disana.”
“Matursuwun, Nak, Skala.”
“Sami-sami, Bu.” Itupun ia tahu karena pernah bertemu client asal Jawa.
“Bu, aku kapan pulang?” Aurel sudah tidak betah di rumah sakit.
Ya gimana gak betah, 6 bulan dia disini, Pikir Skala tersenyum singkat. Di otaknya, Aurel hanya gadis lugu yang harus diberi araham setiap hari supaya pikiran gadis itu berkembang, tidak stuck disitu saja.
“Sabar ya, Aurel. Kamu masih harus dirawat … mungkin senin depan kamu pulang. Nanti Ibu tanya dokter.”
Aurel tersenyum dan mengangguk cepat. “Lebih cepat, lebih baik, Bu.”
Skala harap ucapan itu keluar dari mulutnya. Dialah yang menunggu cukup lama Aurel bangun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
guest1052940504
nyimak
2021-07-11
1
Yulia Nengsih
menarik ya
2021-04-14
1
💗Erna iksiru moon💕
aq mampir
2020-12-30
1