Aurel sudah duduk di kursinya. Ia sendiri tanpa chairmate. Bagaimanapun, ini hari pertamanya kembali bersekolah, ia butuh teman sebangku untuk beradaptasi kedepannya.
Ia memandangi setiap sudut kelas yang nampak indah karena hiasan dari origami yang mungkin dibuat mereka. Mengesankan.
"Maaf, disebelah aku emang gak ada ya?" Aurel akhirnya memberanikan diri bertanya pada orang didepannya yang sedang ketawa-ketiwi.
Mereka laki-laki dan perempuan. Yang laki-laki menyerong ke arah Aurel, "Lo nanya gue?"
Tentu saja iya. "Iya.."
"Belum dateng lebih tepatnya." Ia tersenyum ramah. "lo Aurel kan? Gue Ghaisan," katanya sambil menyodorkan tangan kanan.
Aurel menerima uluran tangannya, "Salam kenal. Kamu kenal aku?"
"Barusan dia ghibahin lo bareng sama Presdir Bina Atlas." Ghaisan melirik Fina selaku teman sebangkunya.
Fina tersenyum malu lalu memukul lengan Ghaisan, "Bokap gue partner kerjanya makanya gue kenal."
Aurel bersemangat, "Wah, berarti kamu kenal Skala?"
"Namanya Skala??" Ghaisan dan Fina bertanya serempak. Aurel mengangguk cepat.
"Iya, Skala.. dia baik loh."
Fina tertawa, "Lo udah berapa lama sama dia?"
"Hampir setahun.."
"Daebak! Setahun..." Fina menutup mulutnya tak percaya. "eh, gue denger lo koma?"
"Iya, ceritain dong." Ghaisan menimpali.
Ini yang buat Aurel bingung ingin cerita dari mana, masalahnya ia kan hilang ingatan.
"Lo gimana sih! Kan tadi Kepsek udah ngumumin kalo Aurel amnesia karna kecelakaan." Kini Fina mencubit pinggang Ghaisan.
"Kepala Sekolah bilang ke kalian?" tanya Aurel penasaran.
"Iya, sebelum lo masuk, Kepsek udah ngumumin." Fina memelototi Ghaisan.
Ghaisan balik memelototi Fina, "Gue lupa, Fin."
Tunggu. Setelah diperhatikan, ada kesamaan dari mereka jika Aurel tidak salah. "Kalian... kembar ya?"
"Sssutttt!!" Mereka kompak menyuruh Aurel diam.
"Kok lo tau sih?" Fina bertanya sambil berbisik.
Ghaisan mencondongkan wajahnya, "Jangan sampe yang lain tau. Oke?"
"Kenapa?"
"Ya biar kesannya kita pacaran, padahal kembaran," jawab Ghaisan sekenanya.
"Trus, trus? Skala rumahnya dimana?" Rupanya Fina masih ingin tahu tentang Skala.
"Jauh..."
"Lo coba dong bilang ke dia biar kita bisa mampir main. Mau ya? Ya ya ya??" rayu Fina memasang wajah memelas.
Aurel ragu kalau Skala mau menerima tamu selain dirinya dan Alya, "Hehe.. coba nanti aku tanya ya."
"Yee, bangga amat lo keknya," ujar Ghaisan.
"Iri bilang boss!" sahut Fina.
Ringtone Panggilan Masuk
"Sebentar." Aurel menjeda obrolannya dan mengeluarkan ponsel dari saku roknya.
'SKALA'
Aurel menggeser tombol hijau di ponselnya, "Iya?"
"Aman kan disana?"
"Aku baik-baik aja, ada apa?"
"Kamu pulang jam berapa?"
"Jam... aku tanya dulu." Aurel belum tahu kalau itu. Ia menjauhkan sedikit ponselnya dari telinga, "Ghaisan, Fina, kita pulang jam berapa?"
"Jam tiga." Mereka jawab serempak lagi.
"Jam tiga," jawab Aurel.
"Kamu tunggu di depan gerbang aja, nanti aku jemput."
"Bukannya tadi kamu udah bilang ya?" Aurel bingung.
"Iya kah? Aku lupa. Yaudah, aku tutup telfonnya."
"Skala."
Entah mengapa semua orang menoleh padanya. Fina megap-megap tidak percaya kalau Aurel sedang bicara dengan Skala. Daebak!
"Iya??"
"Kamu terkenal disini," ucapnya berbisik.
"HAHAHA... gak heran... kamu baik-baik aja disana..."
"Okeee." Aurel memasukkan kembali ponselnya. Ia mendapati seseorang duduk disebelahnya dengan santai sambil melempar tasnya ke atas meja.
"Jul, temen baru tuh." Fina memberi kode pada Julias.
Julias menoleh, "Ohh, ini... lo amnesia ya katanya?"
"Iya, gila gak, baru kali ini gue liat orang amnesia," jawab Ghaisan seperti biasa, ekspresif.
Julias masih menunggu jawaban dari Aurel. Namun karena dia diam, jadi Juli anggap jawabannya "IYA".
"Lo harusnya kelas duabelas kan?"
"Iya."
"Lo kok kayak dukun sekarang?" Ghaisan memperhatikan Juli yang mengeluarkan dan memberikannya novel dan memberikannya pada Aurel.
Juli membisikkan sesuatu disamping telinga Aurel, "Gue juga kecelakaan di hari lo kecelakaan."
Aurel membelalak tidak percaya.
"Ini novel gue.. gue kasih gratis."
"Makasih..."
Hujan Dalam Sendu, Cinta Dalam Diam, Menunggu Diatas Kerinduan.
Aurel berpikir kalau buku-buku karya Julias adalah pengalaman dia sendiri. Sepertinya ada yang cintanya bertepuk sebelah tangan. Tapi tidak pa-pa, yang penting ia menambah koleksi perpustakaan Skala.
"Curang pada bisik-bisik segala." Fina tidak terima.
Juli tersenyum pada Aurel. "Bukan apa-apa."
TETTT TETT TETT
Bel masuk sudah berbunyi. Mereka semua bersiap mengikuti KBM. Jam pertama sampai ketiga adalah mapel Matematika.
Sulit bagi Aurel karena ingatannya benar-benar lemah. Ia bahkan hanya memahami seper-empat dari 100% yang diterangkan guru di depan. Bagaimana ini? Apakah masih ada kesempatan untuk tes percepatan naik kelas?
Juli memperhatikan Aurel yang memangku dagunya, "Lo pasti gak ngerti ya?"
Aurel berdehem saja.
"Ntar juga lo paham."
"Semoga."
Aurel terhanyut dengan ucapan Juli kalau dia kecelakaan di hari ia kecelakaan. Apa dia bercanda?
Aurel dijatuhkan ke bawah.
Pluk!
Ia dilempari telur busuk dan tepung terigu oleh orang-orang yang tak bisa ia lihat wajahnya dengan jelas.
Lalu mereka tertawa dengan kejamnya.
"Selamat ulang tahun, Aurel..."
Mereka tertawa lagi sambil menaburi tepung terigu lagi diatas kepalanya.
Aurel memejamkan matanya untuk melihat mereka. Tapi yang terlihat hanya siluetnya.
"Sedikit lagi, Aurel... kamu pasti bisa!"
Terlalu memaksakan diri justru membuat telinganya berdengung dan kepalanya sakit.
Bruk!
***
Skala berjalan tergesa-gesa sejak keluar dari mobilnya karena mendapat info kalau Aurel pingsan saat jam kedua berlangsung. Ia berjalan sendirian sepanjang koridor sambil komunikasi dengan sekretarisnya untuk meng-handle pekerjaannya sementara.
Skala membuka pintu Ruang UKS sesuai papan petunjuk. Ia melihat Aurel sudah didampingi dr. Alatas karena sebelum kemari ia menghubunginya.
Skala menggeser dr. Alatas, "Rel, gapapa?"
"Dia gapapa. Tadi sudah saya tanya kenapa bisa pingsan, katanya dia terlalu memaksakan diri buat ingat sesuatu." dr. Alatas menjelaskan pada Skala.
"Dokter, aku udah boleh ikut KBM lagi kan?" tanya Aurel.
"Gapapa, tapi jangan dipaksakan seperti tadi."
Skala mendorong dahi Aurel hingga ia rebahan lagi, "Istirahat dulu."
dr. Alatas melihat jam dinding, "Saya harus kembali ke rumah sakit. Aurel, ingat ya jangan dipaksakan. Jangan lupa obatnya nanti siang diminum."
Aurel mengangguk.
"Permisi," pamitnya sambil membawa tas hitam berbentuk kotak, P3K di tangannya.
Aurel duduk lagi di kasur, "Kamu ngapain kesini? Aku kan hubungin Dokter Alatas, kenapa kamu jadi kesini juga?"
Skala berkacak pinggang lalu menyisir rambutnya ke belakang, "Wah, belum tau aku siapa."
"Kamu Skala."
"Aku punya kenalan di setiap sudut Indonesia."
"Ya terus??"
"Makanya jangan kenapa-kenapa. Masih pagi udah pingsan."
Aurel merengut kesal, "Aku cuma mau tau! Kamu gak ngerti!" Ia turun dari kasur dan menenteng sepatunya keluar dari UKS.
Skala menahan nafas, "ABG labil." Ia mengejar Aurel.
Aurel mengusap air matanya yang jatuh ke pipinya sambil terus berjalan.
Skala meraih tangannya, "Aurel."
"Aku mau ke kelas." Ia menepis pelan tangan Skala.
"Yaudah, silahkan."
Skala membiarkan dia pergi. Memang seharusnya dibiarkan saja biar tidak marah-marah.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Gechabella
penasaran ma msa lalunya
2021-06-22
1
(`⌒´メ) HONEY BEAR ✧ 🦕
Korban bully kah dulu nya?
2020-12-14
2
Isti Komah
kok kya serem masa lalu nya ya
2020-11-25
2