Orang Baik

“Lo gak pantes temenan sama kita. Lo ngaca dong! Anak orang miskin sekolah disini!"

Bugh

Perutnya ditendang sampai ia tersungkur ke lantai.

“Pantesan keluarga lo bangkrut! Pindah aja lo sana!"

Bugh

Sekarang punggungnya yang diinjak.

“Eneg gue pura-pura baik di depan Nyokap lo.”

Bugh

***

"HAHH... !" Aurel terbangun dari mimpi yang sangat menyeramkan, bahkan lebih seram dari sekedar dikejar hantu. Kepalanya berdenyut tidak karuan. Hari kedua di rumah Skala tidak begitu buruk. Ia memegang perutnya yang berbunyi. “Hari ini sarapan apa ya?”

Ia keluar dari kamarnya lalu menuju ruang tamu untuk nonton kartun sebentar, kalau ada. Baru saja mau duduk, Aurel dibuat heran dengan setelan formal Skala.

“Skala, kamu mau kemana?” Aurel memandang langkah Skala yang akhirnya duduk disampingnya sambil membawa sandwich.

“Ke kantor. Baik-baik di rumah.”

Hanya tiga lahap, sandwich sudah habis. Skala pun beranjak dan melangkah keluar.

“Tapi, aku mau ikut kamu,” ujar Aurel penuh harap.

Skala balik badan. “Ikut ke kantor??” Dia terkekeh geli lalu mendekat ke hadapannya. “kamu masih kecil mau ngapain disana?” ledeknya. Walaupun sebenarnya boleh saja karena yang punya perusahaan adalah dia.

Tidak terima dibilang anak kecil. Aurel berdiri dan berkacak pinggang. “Aku bukan anak kecil," protesnya menarik dasi Skala yang sudah tertata rapih.

Skala batuk-batuk karena tercekik. Dia melonggarkan dasinya asal. “Diam aja di rumah, makan, atau ke perpustakaan baca buku.”

“Sendirian?” Sepertinya tidak menyenangkan.

“Aku pulang jam 2 siang. Jadi cuma pergi 6 jam karna kantor buka jam 8.”

Aurel melihat jam dinding menunjukkan pukul 7. “Aku kapan sekolah?”

“Besok. Kenapa?”

“Aku ikut.”

“Gak.”

Aurel memeluk pinggang Skala sambil meraung pura-pura menangis. “Aku janji gak bakal ganggu kamu, tapi aku ikut pergi.”

Skala terkesiap tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Dia coba melepaskan tangan Aurel namun pegangannya kuat sekali. Kalau dipaksa lepas, bisa robek bajunya.

Akhirnya Skala menyerah. "Oke, fine… fine, kalau kamu mau ikut. Tapi jangan ganggu aku kerja."

“Janji!” Aurel berkata yakin.

“15 menit kamu harus udah rapi dan sarapan. Buruan.”

Setelah Aurel mengangguk senang, ia berlari masuk ke kamarnya untuk bersiap. Semalam Ibunya datang hanya untuk mengantarkan pakaian dan seragam, jadi ia tidak pusing memikirkan pakai baju siapa di rumah orang.

“Yeay, aku ikut ke kantor.” Aurel berkaca sambil menyisir rambutnya yang panjang sepunggung.

***

“*Rasain lo!” Rambut Aurel dijambak sampai beberapa helainya rontok.

"Hahahah! Sakit ya*?"

Aurel mendengar suara tawa kesenangan di sekelilingnya.

Lagi-lagi ia mendapat sekelebat bayangan buruk. Kepalanya berdenyut lagi, namun masih bisa Aurel tahan.

***

Dari luar Skala berteriak. “Udah mau 15 menit! Buruan!”

“Aurel!” Skala memanggilnya karena tidak ada respon. Dia keheranan mendapati Aurel berjalan gontai tidak bersemangat seperti tadi. “udah?”

“Kamu berangkat aja, aku mendadak pusing.”

“Pusing kenapa?”

“Belakangan ini aku sering liat yang aneh-aneh.”

“Halusinasi?”

“Mungkin.”

"Wajar. Kamu habis jat- maksudnya amnesia. Mungkin efek koma terlalu lama jadi begitu. Tapi, kamu udah janji mau ikut!" tagih Skala.

Aurel berdecak kesal. “Yaudah deh, ayo berangkat.” Ia berjalan duluan.

Sepanjang jalan Aurel memakai earphone sendiri walaupun Skala menyetel musik. Tidak ada yang membuka obrolan karena akan berbahaya jika Skala tidak fokus menyetir.

Sesampainya di Skala Atlas, Aurel mengikuti Skala dari belakang layaknya bodyguard. Bahkan pegawai disini membungkuk 45° atau menyapa “Selamat Pagi”. Bukan hanya pada Skala, tapi juga pada Aurel setelah mereka jalan beriringan.

Aurel menunjuk lift karena dilewati Skala. “Loh, Skala, kita gak naik itu?”

“Gak. Ruangan aku disana.” Skala menunjuk ruangan diujung koridor kiri yang nampak lengang.

“Main-main gih di taman daripada nanti rusuh,” suruh Skala. “sebentar lagi ada rapat, jadi jangan keluyuran. Main disana aja.”

“Satu lagi, kalau ada keributan disini, jangan ikut-ikutan. Diam aja sampai aku datang. Paham?”

Aurel mengangguk cepat.

Setelah Skala masuk ke ruangannya. Aurel sempat memperhatikan kondisi sekitar. Orang-orang sibuk dengan tugasnya dan ia ke kantor orang untuk bermain-main. Tidak apa-apa, lebih baik disini, ditengah keramaian daripada sendirian di rumah.

***

Bosan main di taman karena hanya ada anak kecil, Aurel berdiri di depan pintu bertuliskan Presiden Direktur.

Bagaimana dengan kata Skala yang ingin bertanya ke Dirut soal tugas apa yang akan ia emban di Cabang Jakarta? Jawabannya adalah kalian tertipu. Itu hanya alibi Skala agar kelihatan tidak datar mengemban amanah Alya. Ia tidak perlu bertanya pada dirinya sendiri karena Presiden Direktur Bina Atlas adalah dirinya. Tentang Skala Atlas hanya cabang di Kota Jakarta.

Tangan Aurel terhenti di udara saat beberapa centi lagi mengetuk pintu karena-

“JAMBRET!!”

Aurel menoleh ke lobi dan melihat salah satu karyawan teriak telah dijambret. Insting kemanusiaannya menggerakkan Aurel untuk berlari mengejar jambret tadi. Untungnya, pintu utama tertutup otomatis saat ada bunyi bel darurat. Jadi Aurel mudah meraih tas yang ada ditangan pria itu.

“Lho? Bapak ngapain disini?” bisik Aurel kebingungan dan terkejut pula kenapa Bapaknya ada disini, lalu … menjambret orang. Aurel meremas tas kuat-kuat, matanya memanas. “Bapak… kenapa nyuri milik orang lain?" lirihnya.

Damar justru mendorong Aurel sampai terhuyung ke belakang, ia hampir jatuh jika Skala tidak menahan tubuhnya. Lalu Damar melarikan diri ke pintu tangga darurat, kemungkinan menuju basement karena satu-satunya jalan keluar.

Aurel menatap Skala yang wajahnya tampak memerah. Skala merebut tas yang ada ditangan Aurel lalu memberikannya kepada sang pemilik yang tak lain karyawannya. “Ini, Mbak. Lain kali hati-hati, sudah diberi peringatan kan sejak kemarin.”

“Maaf, Pak. Saya akan lebih hati-hati.”

Aurel menatapnya kasihan. “Jangan dimarahin tau, kasian. Kan gak ada yang tau bakal dijambret.”

Skala mendorong dahi Aurel dengan telunjuknya. “Udah dibilangin, kalo ada keributan jangan ikut-ikut."

“Ya maaf, namanya juga kepedulian sesama manusia.”

"Pikirin diri sendiri dulu. Baiknya begitu," cetus Skala.

Aurel tidak sepemikiran dengan Skala. Ia memikirkan orang lain baru dirinya sendiri.

Kalau prinsip Skala memang seperti itu, pantas Aurel dipaksa menunggunya menyelesaikan beberapa tugas menumpuk diatas meja.

Pikiran Skala buyar karena ada yang ingin dia tanyakan. “Jawab jujur ya, sebenernya kamu koma kenapa?”

"....." Aurel mengangkat bahunya tidak tahu. Kalau dia tahu mungkin tidak perlu mengingat apa yang ia lupakan.

“Ah iya, kamu amnesia.” Bodoh juga ia bertanya. “Kamu mau tau sesuatu?”

“Apa?” Aurel mendekatkan wajahnya karena penasaran.

“Waktu kita ketemu, kamu sedikit aneh.”

“Aneh gimana? Kita ketemu dimana?”

“Aneh, kacau, berantakan, gitu lah. Kita ketemu di jalan.”

“Masa sih? Kayaknya aku gak pernah kacau, justru bahagia terus.” Aurel berpikir sendiri. “sayang banget aku gak inget kita ketemuan gimana dulu.”

Skala berhenti mengetik laptopnya. “Kalo nanti inget, gimana?”

“Pasti seru.”

“Seru apanya,” desis Skala lanjut mengecek data keuangan. Seandainya Aurel tahu pun tidak akan menarik dan dramatis karena mereka bertemu tepat dia coba bunuh diri.

“Skala, kapan kamu selesai?”

Melihat Aurel menguap, Skala menutup laptopnya. “Ayo makan.” Ia berdiri dan melepas jas kantornya. “kamu tunggu disini, sebentar.”

Entah apa yang dilakukan Skala di kamar mandi, Aurel tak mau tahu, sedikitpun.

Hampir 10 menit menunggu, Skala keluar dengan baju biasa seperti di rumah, terlihat santai. Aurel menatapnya datar karena cara jalan Skala mirip model catwalk. "Jangan fashion show... "

Skala tertawa pelan. “Ngapain juga.”

Efek mengantuk saat berjalan, Aurel tersandung kaki kursi dan jatuh. “Ya ampun… "

Kebiasaan Skala, yaitu menertawakannya dalam kondisi apapun. Seperti sekarang ini, pria kurang ajar.

Refleksi dirinya sedang terjatuh di sekolah tiba-tiba mengheningkan suasana walaupun Skala tergelak sembari mengulurkan tangan berniat membantu.

"Berdiri."

Suara Skala terdengar samar dan menggema di telinga Aurel. Tempat yang kini ia pijak seakan berputar dan berganti menjadi sekolah. Ia merasa sedang dicaci maki oleh suara-suara disekitarnya namun tidak ada siapapun disana.

Gak guna lo!

Lo bukan siapa-siapa disini!

Jangan deketin cowok gue!

Orang miskin emang suka nyuri!

Mati aja lo sana!

***

“Rel, gak mau berdiri?”

Dunianya kembali saat suara Skala menyadarkan pikirannya. Melihat Aurel diam saja, Skala sadar ia keterlaluan sudah tertawa keras.

“Maaf deh.”

“Aku mau pulang.” Ia berdiri dihadapan Skala yang bingung.

“Kenapa?”

“Sekarang.”

Skala tahu ada yang tidak beres. Tidak ada yang bisa mengekang Aurel saat ini. Di dalam mobil pun Aurel menatap jalanan saja.

“Kamu kenapa, Rel? Marah ya?”

Bukannya menjawab pertanyaan Skala, ia justru menyumpal telinganya dengan earphone.

“Wah, bener-bener kamu ya.” Skala mencabut earphone-nya sebelah kanan. “ditanya malah begitu. Sopan sedikit.”

Aurel memasang kembali ke telinganya.

“Aurel, iya maaf kalo ketawanya keterlaluan.”

Apa aku tanya ke Bapak ya? Bapak kan satu-satunya orang yang gak suka aku. Siapa tau aku bisa inget semuanya kalo Bapak cerita. Itulah sebabnya Aurel tidak menanggapi Skala.

Skala mendapat telepon dari kantor. “Maaf, saya ada urusan sebentar. Nanti saya kesana cuma ambil laporan keuangan. Makasih ya."

Tapi kata Ibu, aku gak boleh ketemu Bapak. Gimana ini? Gak mungkin terus-terusan halusinasi juga. Bisa gil—

“Jangan pura-pura gak dengar bisa? Aku daritadi nanya.”

“Nanya apa?”

“Gak jadi.” Masam sudah wajah Skala.

Terpopuler

Comments

Daisyridone

Daisyridone

lom paham ceritanya...
masih berusaha nyimak dulu

2021-07-17

1

Hafsah Bayhaqi

Hafsah Bayhaqi

sejauh in mnrut ku bagus

2020-11-08

2

Rainy

Rainy

jangan lupa ya kak untuk mengunjungi karya novel ku ' BAD?? '

2020-08-17

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 "Skala" Tidak Suka Perbandingan
3 Orang Baik
4 Comeback!
5 Semua Tentang Skala
6 Si Kembar
7 Membentak Bukanlah Dia
8 1 Jam Debat
9 Antara Alatas dan Aurel
10 Perubahan (A)
11 Perubahan (B)
12 Terbalik
13 Semula
14 Bukan Ini Maksudnya
15 Ramping dan Krempeng itu beda ya!
16 Gimana sih?
17 Traumanya
18 Ada tokoh baru
19 Aurel mau Aurel
20 Nyusul Mereka
21 Curhatan Masa Lalu
22 Jasanya
23 Diambang Teror
24 Pengkhianat yang Sebenarnya
25 Nikah??
26 Ending?
27 Kehabisan Cara
28 Maaf, gak akan bisa -Aurel
29 Masih Punya Hati
30 RELA
31 Ratu Hutan
32 Gih, pindah -Nabila-
33 Jalan Bertiga (A)
34 Jalan Bertiga (B)
35 Ranu Mintanya Aneh
36 Dina VS Nabila. Menang siapa?
37 Lagi-lagi
38 Rencana (a)
39 Rencana (b)
40 Ranu Ikhlas
41 Bisa apa?
42 Kok Juli?
43 Maaf sebelum menyesal
44 Berbaikan
45 Menuju "Bulan Angkasa"
46 Kehebohan
47 Akhirnya Pindah Juga, Medusa
48 Angin,
49 Ketika Damar Berubah... Semuanya Juga Berubah
50 "Setuju."
51 Obrolan Receh
52 Sisi Lain Bara
53 Random
54 Hari Aurel
55 Pasca UN
56 Bara Gak Jomblo
57 Barangkali Berubah
58 Salah Kaprah
59 Udah Salah. Malu.
60 Teman Lama Skala Bikin Nabila Naik Darah
61 Campur Aduk
62 Senja yang Terluka
63 Satu Menyakiti Sisanya Melindungi
64 Ini Hanya Sebagian
65 Keromantisan Ayah
66 Skala Mana?
67 Kebahagiaan Terletak Pada Sumbernya
68 MABA Tanpa OSPEK
69 Tantangan
70 Marah-Marah
71 Pembelaan Skala ke Leya
72 Saat Kesabaran Nabila Habis
73 Salah Bareng, Gak Ada yang Ngaku
74 Tanpa Sadar Memperbaiki Hubungan
75 Akan Ada Perseteruan
76 Yuan, ngapain?
77 Whisper Challenge [Budek Haqiqi]
78 Berita Mencekam [REVISI]
79 5 Jam Seperti 1 Minggu
80 Kesedihan
81 Bahagia dan Sedih Bersamaan
82 Mereka Bahagia
83 Jaga Kesehatan, Yuan...
84 Skala, Jatuh?
85 Salah Langkah
86 Aksi Kejar Berlangsung Dramatis
87 Duka Dibalik Acara Penghargaan
88 Kejanggalan TKP
89 Suara Dari CCTV
90 Pasca-Sidang
91 Drone Tersembunyi
92 Pemilik Drone
93 Game Over
94 Rapat
95 EPILOG
96 S2 : Skala Melihat Aurel Dalam Diri Aurel
97 S2 : Aurel Bertemu Hans
98 S2 : Makan Bertiga
99 S2 : Tolong Selalu Di Samping Gue
100 S2 : Faisal Tampak Jengah
101 S2 : Kebahagiaan Kita Berbeda
102 S2 : Dia Bagian Dari Mereka
103 S2 : Kelonggaran Dalam Berteman
Episodes

Updated 103 Episodes

1
Prolog
2
"Skala" Tidak Suka Perbandingan
3
Orang Baik
4
Comeback!
5
Semua Tentang Skala
6
Si Kembar
7
Membentak Bukanlah Dia
8
1 Jam Debat
9
Antara Alatas dan Aurel
10
Perubahan (A)
11
Perubahan (B)
12
Terbalik
13
Semula
14
Bukan Ini Maksudnya
15
Ramping dan Krempeng itu beda ya!
16
Gimana sih?
17
Traumanya
18
Ada tokoh baru
19
Aurel mau Aurel
20
Nyusul Mereka
21
Curhatan Masa Lalu
22
Jasanya
23
Diambang Teror
24
Pengkhianat yang Sebenarnya
25
Nikah??
26
Ending?
27
Kehabisan Cara
28
Maaf, gak akan bisa -Aurel
29
Masih Punya Hati
30
RELA
31
Ratu Hutan
32
Gih, pindah -Nabila-
33
Jalan Bertiga (A)
34
Jalan Bertiga (B)
35
Ranu Mintanya Aneh
36
Dina VS Nabila. Menang siapa?
37
Lagi-lagi
38
Rencana (a)
39
Rencana (b)
40
Ranu Ikhlas
41
Bisa apa?
42
Kok Juli?
43
Maaf sebelum menyesal
44
Berbaikan
45
Menuju "Bulan Angkasa"
46
Kehebohan
47
Akhirnya Pindah Juga, Medusa
48
Angin,
49
Ketika Damar Berubah... Semuanya Juga Berubah
50
"Setuju."
51
Obrolan Receh
52
Sisi Lain Bara
53
Random
54
Hari Aurel
55
Pasca UN
56
Bara Gak Jomblo
57
Barangkali Berubah
58
Salah Kaprah
59
Udah Salah. Malu.
60
Teman Lama Skala Bikin Nabila Naik Darah
61
Campur Aduk
62
Senja yang Terluka
63
Satu Menyakiti Sisanya Melindungi
64
Ini Hanya Sebagian
65
Keromantisan Ayah
66
Skala Mana?
67
Kebahagiaan Terletak Pada Sumbernya
68
MABA Tanpa OSPEK
69
Tantangan
70
Marah-Marah
71
Pembelaan Skala ke Leya
72
Saat Kesabaran Nabila Habis
73
Salah Bareng, Gak Ada yang Ngaku
74
Tanpa Sadar Memperbaiki Hubungan
75
Akan Ada Perseteruan
76
Yuan, ngapain?
77
Whisper Challenge [Budek Haqiqi]
78
Berita Mencekam [REVISI]
79
5 Jam Seperti 1 Minggu
80
Kesedihan
81
Bahagia dan Sedih Bersamaan
82
Mereka Bahagia
83
Jaga Kesehatan, Yuan...
84
Skala, Jatuh?
85
Salah Langkah
86
Aksi Kejar Berlangsung Dramatis
87
Duka Dibalik Acara Penghargaan
88
Kejanggalan TKP
89
Suara Dari CCTV
90
Pasca-Sidang
91
Drone Tersembunyi
92
Pemilik Drone
93
Game Over
94
Rapat
95
EPILOG
96
S2 : Skala Melihat Aurel Dalam Diri Aurel
97
S2 : Aurel Bertemu Hans
98
S2 : Makan Bertiga
99
S2 : Tolong Selalu Di Samping Gue
100
S2 : Faisal Tampak Jengah
101
S2 : Kebahagiaan Kita Berbeda
102
S2 : Dia Bagian Dari Mereka
103
S2 : Kelonggaran Dalam Berteman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!