Menggapai Rembulan
...Pertemuan pertama telah berhasil menghanyutkanku pada indahnya cinta dalam diam. Tiap pertemuan selanjutnya selalu menghadirkan canda dan tawa. Kuharap itu tak akan pernah berakhir. Walau kusadar, setiap pertemuan pasti ada perpisahan....
...________________________________________...
Langit jingga mulai menghiasi nabastala, matahari pun perlahan turun ke kaki langit menjemput bulan yang tak lama lagi akan menampakkan pantulan cahayanya. Memberi peringatan kepada para insan yang sibuk bekerja untuk mengistirahatkan tubuh yang sudah dirundung lelah.
Aura, seorang wanita anggun dengan jas dokter tampak masih betah menikmati waktu di dalam ruangannya. Sebuah ponsel yang memperlihatkan gambar seorang pria tampan berkacamata tak lepas dari genggaman. Begitu pun dengan senyuman yang tak memudar sedikit pun ketika membayangkan jika sebentar lagi pria itu akan menjadi imam dalam hidupnya.
Kisah cinta mereka memang begitu manis! Awal pertemuan hingga akhirnya berakhir dalam sebuah lamaran tak terduga, selalu saja menjadi kenangan tak terlupakan. Besok adalah hari yang menjadi impiannya selama ini, menikah dengan pria yang sangat ia cintai.
Tring
Aura segera mengalihkan gambar calon suaminya itu ketika sebuah pesan dari nomor tak di kenal masuk. Wanita itu mengerutkan dahinya beberapa saat membaca tiap kata yang ada dalam pesan tersebut, lalu segera pergi meninggalkan ruangannya.
Aura melajukan mobilnya menuju ke sebuah rumah makan malam itu juga. Ia mengambil tempat duduk di pojok ruangan sambil menunggu kedatangan orang yang tadi mengirimkannya pesan. Sembari menunggu, seorang wanita yang kebetulan berada di tempat itu tiba-tiba menyapanya.
"Kak Aura?" sapa wanita cantik berhijab itu dengan senyuman ramah.
"Bintang?" balas Aura ikut tersenyum tak kalah ramah.
Mereka saling berbincang selama hampir satu jam, tapi orang yang ingin ditemui Aura tak kunjung datang. Kedua wanita itu pun akhirnya memutuskan untuk pulang. Namun, akibat sebuah masalah, Aura menawarkan diri untuk mengantar Bintang pulang ke rumahnya malam itu, tapi naas, mobil yang mereka tumpangi tiba-tiba meledak dan terbakar di tengah jalan yang cukup sepi.
Ledakan itu tak hanya menyisakan luka akan kehilangan sosok yang tercinta, tapi juga luka akan lepasnya sebuah harapan dan impian yang sudah di depan mata.
"Jodoh ialah takdir yang telah Allah tetapkan dalam kitab Lauhul Mahfuz. Tak ada siapa pun yang tahu, kecuali Allah. Sama halnya dengan kematian, ia telah tertulis dengan rapi, bahkan sebelum manusia itu dilahirkan," tutur Aura sambil menatap ke arah rembulan yang tampak cerah malam itu.
Nizam tersenyum kala mendengar penuturan dari gadis berhijab di sampingnya. "Kamu benar."
Aura mengalihkan pandangannya dan sejenak menatap laki-laki yang juga sedang memandangnya. "Nizam, ayo kita menyimpan benda istimewa kita di sana." Aura menunjuk ke belakang gazebo yang tidak jauh dari tempat mereka duduk saat ini.
Laki-laki itu mengerutkan keningnya. "Benda istimewa? Untuk apa?"
"Sebagai penanda saja, siapa tahu kita masih dipertemukan kembali saat dewasa, misal berjodoh, kita bisa kembali mengambil benda istimewa itu bersama. Namun, jika tidak, maka kamu bisa memberikan benda istimewa itu kepada istrimu."
"Ciee yang udah bahas jodoh. Tenang saja, Aura. Saat aku telah memiliki penghasilan sendiri, aku akan langsung melamarmu."
Aura tertawa pelan mendengar perkataan sahabat kecilnya itu.
"Kenapa tertawa? Aku serius, loh, ini." Nizam menatap serius ke arah Aura, membuat tawa gadis itu mereda.
"Nizam, Nizam. Usia kita itu 17 tahun loh! Gampang banget ngomong lamar kayak anak kecil nyebutin cita-cita aja."
"Ya memangnya kenapa? Itu memang cita-citaku."
"Kamu jangan lupa, bahwa cita-cita manusia itu tidak selamanya sejalan dengan rencana Allah."
"Iya, sih. Tapi bukankah kita bisa merayuNya di sepertiga malam?"
"Memang, tapi kembali lagi, Allah lebih mengetahui mana yang terbaik untukmu. Kalau memang bukan, ya jangan maksa."
Nizam mencebik lalu membuang tatapannya ke depan. "Kamu itu bicara seolah tidak ingin aku melamarmu, sangat kontras dengan apa yang kamu bahas dan ingin kamu lakukan sekarang."
Aura hanya tersenyum simpul menanggapi perkataan Nizam. "Karena aku juga manusia, Zam. Aku tentu memiliki keinginan sendiri, tapi aku tidak tahu, mana yang kelak akan melamarku lebih dulu, kamu atau kematian."
"Huss, ngomong apa, sih! Nanti orang tua kita bisa dengar." Nizam kini menatap pada kumpulan para orang tua yang ada di hadapannya. Di sana sudah ada Khaira, Boy, Ali, dan Silfi yang sedang asik membuat ayam bakar guna menikmati akhir pekan mereka sebelum Aura dan kedua orang tuanya, Ali dan Silfi kembali ke kota mereka.
"Mereka dengar juga nggak papa kali, toh kita semua ini memang sedang menanti kematian kita," ujar Aura. "Cepat! Ambil benda istimewa kamu! Aku akan menunggumu di sana," lanjutnya sambil menunjuk gazebo, lalu mendorong Nizam untuk mengambil benda istimewanya di dalam rumah.
Dengan membuang napas kasar, Nizam berdiri dan berjalan memasuki pintu belakang yang menjadi penghubung dapur dan halaman belakang rumahnya. Laki-laki itu berjalan menuju kamar dan membuka lemari untuk mencari benda yang menurutnya istimewa.
Cukup sulit mencari benda istimewa bagi Nizam, remaja yang memiliki karakter cuek itu tak memiliki teman gadis selain Aura yang tidak lain adalah anak dari saudara tiri sang ayah. Mereka sudah menjadi teman dekat bahkan sejak mereka masih kecil.
Pandangan laki-laki itu kini tertuju pada sebuah sapu tangan dengan warna mencolok yang terlipat rapi di dalam lemarinya. Tak berselang lama, Nizam kembali dengan sebuah sapu tangan bermotif helokitty berwarna pink dan sebuah kapsul berukuran besar.
"Wow, aku tidak tahu cowok maco kayak kamu sukanya hellokitty," cibir Aura sambil menutup mulutnya menahan tawa.
"Kamu tadi mintanya benda istimewa. Sapu tangan ini satu-satunya benda bermotif cewek di kamarku, makanya ini menjadi benda istimewa. Tahu 'kan istimewa? Ya, beda dari yang lain," jelas Nizam.
"Iya, sih! Apa itu milikmu?"
"Bukan, ini milik anak kecil yang menghiburku saat aku mengalami kecelakaan tujuh tahun lalu. Aku ingin mengembalikannya, tapi aku nggak tahu nama dan alamatnya, ya sudah kusimpan saja barangnya."
"Umur berapa anaknya? Cewek, yah?"
Nizam mengangguk. "Kalau nggak salah dia setinggi dadaku waktu itu. Mungkin dia seumuran Nizwa. Kenapa?"
"Nggak papa, sini kotak dan sapu tangannya." Aura menengadahkan tangan ke arah Nizam, dan laki-laki itu langsung memberikannya tanpa berbicara lagi.
Nizam memperhatikan Aura yang mulai memasukkan sapu tangan itu ke dalam kapsul, kemudian gadis itu mengeluarkan sebuah kertas yang telah dilipat dan ikut memasukkannya ke dalam kapsul itu.
"Apaan, tuh?"
"Surat. Pokoknya kamu jangan pernah membukanya sampai kamu menikah, janji?"
"Iya, insya Allah."
Mereka kemudian menggali lubang di belakang gazebo hingga muat untuk menanam kotak itu. Keduanya saling menatap sejenak lalu tersenyum.
Aura mengalihkan pandangannya menatap bulan dengan cahaya putih yang indah. "Biarkan Allah yang memberikan jawaban atas rencana kita di masa depan."
Nizam hanya mengangguk pelan sambil tersenyum. "Laukanatiln najma wal qamar tatakalam, arsaltu ma'a kulli najmah wal qamar kalimatun bihubbik," lirihnya.
(Kalau saja bintang-bintang dan bulan bisa bicara, maka aku akan kirimkan lewat semua bintang dan bulan kata aku cinta kamu).
-Bersambung-
...__________________________________________...
...Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh....
...Sebelumnya mohon maaf karena baru muncul lagi ke permukaan. Ini novel ke sembilan yang tidak lain adalah sequel dari novel sebelumnya yang berjudul "He's Not A Bad Boy" kisah antara Khaira dan Boy....
...Jika ingin membaca novel tersebut silahkan, tapi jika tidak juga tidak masalah, insya Allah novelnya tidak bikin bingung kok 🤭....
...Aku usahakan update satu episode setiap hari pukul 20.00 WITA. Jika tidak sempat update hari itu, akan dikabarkan. Mohon kerja samanya dengan memberi dukungan berupa subscribe, like, komen, hadiah, dan votenya....
...Jika suka silahkan rate bintang lima (⭐⭐⭐⭐⭐), tapi jika tidak suka, tolong skip saja tanpa memberikan rate atau pun komentar buruk. Jika di dunia nyata, lidah mampu menyakiti melalui perkataan, di dunia maya, jari mampu menyakiti melalui tulisan. Saling menghargai itu lebih baik dan dukungan kakak-kakak adalah penyemangat untuk para Author....
...Terima kasih, semoga novel ini bisa menghibur dan memberi pesan moral yang baik....
...Salam hangat dari Author...
...UQies...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Fitri Riyani
kak othor asli mana sih?
2023-11-05
1
SUKARDI HULU
Nih aku mampir Thor, jangan lupa mampir ya di naskahku❣️🙏
2023-09-11
1
Asep Kurnia
waalaikumsalam,,,maaf ka baru mampir🙏🙏
2023-08-10
1