Bab 01

...Kehilangan memberi kita suatu pelajaran yaitu akan ada pertemuan yang baru....

...(Fenny Febrian)...

...________________________________________...

Seorang pria dewasa berkacamata baru saja keluar dari mobilnya bersama sang asisten di halaman parkir hotel. Dengan langkah tegap dan lebar, pria dengan setelan jas itu berjalan memasuki ruangan multifungsi hotel yang telah disulap menjadi sebuah ruangan yang begitu indah.

Dengan ornamen bunga berwarna pink dan putih, dipadukan dengan hiasan kain berwana senada, membuat ruangan yang awalnya polos kini berubah bak sebuah istana bunga.

"Persiapan sudah 97% sebelum acara pernikahan kalian besok. Bagaimana, Zam? Ini sudah disesuaikan dengan permintaan calon istrimu," ujar Arfan, sang asisten pribadi sekaligus sahabat kuliah Nizam.

Nizam mengangguk pelan sambil tersenyum. "Selera Aura memang sangat lembut, dia pasti sangat menyukai ini." Pria itu mengeluarkan ponselnya lalu mengambil gambar di beberapa titik ruangan.

Baru saja ia hendak mengirimkan foto itu ke nomor ponsel Aura, sebuah panggilan dari calon mertuanya telah lebih dulu masuk. Tak ingin mengurung waktu, Nizam langsung mengangkatnya.

Namun, bagai tersambar petir, wajah pria itu seketika berubah pias. "Saya langsung ke sana, Om."

"Ada apa, Zam?" tanya Arfan yang bisa melihat dengan jelas perubahan raut wajah sahabatnya itu hanya dalam hitungan detik.

"Aura, dia ...." Nizam tak sempat menyelesaikan perkataannya dan langsung berlari keluar dari ruangan itu. "Fan, cepat!" titahnya sedikit berteriak karena jarak mereka yang semakin jauh.

Mobil melaju dengan kecepatan tinggi dibalik kendali Nizam. Pria itu terlihat sangat gelisah. Dahinya mengerut, garis rahangnya semakin terlihat jelas dan jari-jemarinya mencengkram kuat stir mobil di hadapannya.

Arfan yang duduk di sampingnya hanya bisa memejamkan mata seolah sedang mengikuti balapan mobil. Manegur pun percuma sebab pekataannya tak akan di gubris oleh Nizam. Rasa khawatir dengan keadaan calon istrinya telah menguasai pikiran pria itu.

Mobil kini telah sampai di depan rumah sakit. "Tolong parkir mobilnya." Nizam berlari lebih dulu meninggalkan mobil di mana Arfan masih duduk di dalamnya.

Pria itu berlari mencari ruang UGD tempat di mana Aura kini mendapatkan penangananan sebagaimana perkataan mertuanya beberapa menit yang lalu. Di sana sudah ada kedua orang tua Aura dan kedua orang tuanya yang menangis. Keadaan itu membuat langkah kaki Nizam melambat dengan jantung yang berdebar penuh rasa takut akan kabar yang sebentar lagi ia dengar.

"Bagaimana keadaan Aura?" Suara pelan dan penuh penekanan dari Nizam sontak membuat keempat orang itu menoleh ke arahnya dengan tatapan sendu. Bahkan sang ibu langsung menghambur memeluknya.

"Kamu yang sabar, yah, Sayang," ucap Khaira dengan suara bergetar dan tangan yang mengusap lembut punggung sang putra.

"Ada apa, Bunda? Apa yang terjadi?" Nizam melepas pelukannya, menatap wanita paruh baya di hadapannya dengan mata yang telah basah oleh air mata.

Khaira tidak menjawab, wanita berusia 46 tahun itu memilih menarik tangan Nizam dan membawanya ke hadapan orang tua Aura.

"Aura, beberapa menit lalu dokter menyatakan waktu kematiannya," ujar Ali dengan suara bergetar dan tangan yang bergerak menghapus air mata, meski pada akhirnya air mata itu tetap saja kembali mengalir.

"A-apa?" Tubuh Nizam seketika terasa tak bertenaga. Pandangannya mulai kabur oleh bulir bening yang berkumpul di pelupuk matanya.

Hatinya patah, hatinya terluka. Ya, dunianya runtuh, mimpi dan cita-cita yang sedang berusaha ia wujudkan kini pupus sudah. Pria itu melangkah mundur dengan tatapan kosong dan tangan yang membekap mulutnya sendiri.

Aku tidak tahu, mana yang kelak akan melamarku lebih dulu, kamu atau kematian.

Sepenggal perkataan Aura tujuh tahun lalu tiba-tiba terlintas dalam pikirannya, semakin membuat hati pria itu sakit dengan keadaan. Kenapa takdir begitu kejam? Padahal besok ia akan melangsungkan pernikahan impiannya, tapi apa ini? Semuanya hancur total!

Nizam melangkah pergi dengan kaki yang terasa begitu lemah, membawa tubuhnya ke sebuah tangga darurat di mana tak seorang pun bisa melihatnya di sana.

Setetes air mata kini telah lolos membasahi pipinya setelah ia berusaha menahannya sejak tadi. Makin lama tetesan itu berganti menjadi sebuah aliran luka yang ikut membawa suara mengiringinya. Pria itu menangis dalam kesendirian, mengeluarkan segala pilu yang sejak tadi membuat dadanya terasa sesak.

"Aura, tega kamu," lirih pria itu lalu duduk di tangga dan membenamkan wajah pada kedua lengan yang bertumpu pada kedua lutut. Tubuh pria itu bergetar, sesekali suara isakan berhasil keluar dari mulutnya.

Entah, sudah berapa lama Nizam menyendiri di tangga darurat itu. Setelah lelah menumpahkan rasa sesaknya, kini pria itu membuka pintu untuk keluar dari tangga darurat. Namun, baru saja ia melangkah keluar, seorang wanita dengan masker yang menutupi sebagian wajahnya tiba-tiba tak sengaja menabraknya.

"Maaf," ucap wanita itu singkat lalu kembali berlari. Nizam tidak tahu apa yang terjadi, tapi mata wanita itu juga sembab sama seperti dirinya, bahkan air mata masih terlihat mengalir deras dari matanya.

Nizam memandangi seluruh sudut tempat itu yang kini sangat sepi. Bisa ia pastikan bahwa saat ini telah masuk waktu dini hari. Hening dan sepi, itulah yang terjadi dan ia rasakan saat ini. Ingin menyalahkan keadaan tak akan merubah apa pun, semua telah tertulis di Lauhul Mahfuz.

Baru saja ia hendak melangkah, pandangannya malah tertuju pada sebuah kalung dengan liontin Bulan di lantai. Nizam tidak tahu siapa pemiliknya. Namun, dugannya mengarah pada wanita yang baru saja menabraknya tadi.

☘☘☘

Satu bulan telah berlalu, sudah satu bulan pula Nizam tidak banyak bicara. Tak ada senyuman dan tak ada lagi candaan dari pria itu. Walau dia memiliki karakter cuek, tapi untuk adik dan kedua orang tuanya, karakter itu tidak berlaku.

Tok tok tok

"Kak Nizam, boleh Nizwa masuk?" tanya gadis itu setelah mengetuk pintu kamar sang kakak.

Tak ada sahutan dari dalam kamar, tapi tak berselang lama pintu itu terbuka.

"Kakak!" Nizwa menyembulkan kepalanya ke dalam kamar, menatap punggung sang kakak yang kini telah kembali duduk di sofa berhadapan dengan macbooknya.

Nizwa memanyunkan bibir saat panggilannya tak direspon oleh Nizam. Gadis itu memasuki kamar dan memilih duduk di samping sang kakak.

"Sibuk yah, Kak?" tanya gadis itu. Alih-alih mendengar suara Nizam, justru suara keyboard-lah yang memenuhi pendengarannya saat ini.

"Mau sampai kapan Kakak seperti ini? Nggak mau bersosialisaisi, bahkan hanya sama keluarga di rumah pun tidak. Setelah bekerja, Kakak melakukan segala sesuatu pun hanya dari kamar."

Nizam lagi-lagi tak menjawab rentetan pertanyaan dari Nizwa. Ia hanya menatap sang adik dengan tatapan lesu.

"Kenapa diam, Kak? Nizwa rindu sama sikap jahil Kakak. Kemana Kak Nizamku?" Mata gadis itu berkaca-kaca, bulir-bulir bening itu kini lolos membasahi pipinya.

"Maaf." Hanya perkataan itu yang bisa diucapkan Nizam sambil tertunduk.

"Ikhlaskan kepergian Kak Aura. Jangan lemah, Kak. Malu sama otot-otot kekarmu itu." Nizwa menunjuk lengan berotot Nizam sambil tertawa nanar, berharap sang kakak bisa terhibur. Namun, nyatanya pria itu hanya menarik ujung bibir seolah tersenyum, tapi matanya masih saja terlihat sendu.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu, disertai salam dari Arfan, membuat Nizwa sedikit panik dan dengan cepat ingin menghapus air matanya, tapi terhenti saat Nizam lebih dulu mengusap pipinya dengan dua ibu jari. "Kamu jelek kalau lagi nangis."

Nizwa hanya tersenyum menatap Nizam. Ia berharap sang kakak tidak terpuruk lagi dan bisa keceriaannya kembali seperti biasa.

"Kak, pinjam sarungnya, aku nggak pake kerudung soalnya."

Nizam mengangguk dan memberikan sarungnya yang kebetulan terlipat di atas meja. Pria itu menatap kepergian sang adik yang kemudian berganti dengan masuknya Arfan di kamarnya.

"Hasil penyelidikan sudah keluar." Arfan duduk di samping Nizam lalu mengeluarkan beberapa kertas dari dalam map.

"Di sini dijelaskan bahwa mobil Aura mengalami kebocoran bensin hingga menimbulkan masalah kelistrikan dan menyebabkan mobil itu terbakar saat sedang melaju."

Nizam mengambil kertas itu dan membaca ulang laporan hasil penyelidikan. Ia sudah mendengar cerita dari Ali bahwa Aura ditemukan dalam keadaan mengenaskan, hampir seluruh tubuhnya sudah terbakar, meski masih bernapas saat dilarikan ke rumah sakit, pada akhirnya nyawa wanita itu tak bisa di selamatkan.

"Baiklah, terima kasih," ucap Nizam singkat, lalu meminta Arfan untuk keluar karena ingin menyendiri.

...

Malam telah tiba, tapi kamar Nizam masih saja gelap. Hanya cahaya bulan yang masuk melalui celah jendela dan membuat sebagian kamar itu sedikit terang termasuk sofa, tempat di mana pria itu duduk seraya melihat koleksi foto-foto Aura yang ada di media sosialnya.

Dari sekian banyak foto yang ia lihat secara bergantian, ibu jarinya justru berhenti pada sebuah foto di mana Aura berdiri di depan sebuah gudang tua. Nizam baru ingat, baru-baru ini Aura diwawancari sebagai saksi atas transaksi narkoba beberapa orang yang menjadikan gudang itu sebagai markasnya.

Pria itu kembali menggeser foto Aura dan lagi-lagi jarinya berhenti pada sebuah foto di mana Aura sedang berfoto depan cermin di dalam tempat ia melakukan fitting baju pengantin.

Tak ada yang aneh dari foto tersebut jika dilihat sekilas, tapi dari pantulan cermin itu, terlihat seorang pria tengah menatap Aura dari luar kaca jendela yang menjadi latar belakangnya.

Nizam memijit pelipisnya yang terasa berdenyut. Ia berusaha berpikir positif jika semua itu hanya kebetulan. Namun, pandangan pria itu tak sengaja jatuh pada map dari Arfan mengikuti cahaya bulan yang masuk menerangi meja. Rasa penasaran membuatnya kembali membuka map tersebut dan mengamati beberapa foto hasil penyelidikan polisi di kota A. Dahi pria itu berkerut ketika melihat salah satu foto yang menurutnya ganjal.

"Aku berusaha berpikir positif, tapi kenapa semakin melihat foto-foto ini, aku merasa kecelakaan ini seolah ada yang sengaja melakukannya?

-Bersambung-

Terpopuler

Comments

LENY

LENY

AURA WAKTU MSH 17 THN NGOMONG TTG KEMATIAN DAN ITU TERJADI BENAR MK NYA HATI2LAH KL NGOMONG KRN PERKATAAN ADALAH DO'A😥

2024-12-28

0

bunda syifa

bunda syifa

aq udah baca cerita orang tua nya Thor, tapi udah lupa karena bacanya nunggu ending dulu😁😁

2024-02-01

2

Mia Roses

Mia Roses

Aura..😢😭😭

2023-08-02

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!