CINTAIKU SEBENTAR SAJA
"Tinggalkan istrimu, maka Ibu akan membantu!" kata Marini, Marini adalah wanita tua berusia 48 tahun, ia sama sekali tidak menyukai menantunya yang berasal dari panti asuhan.
Dan kata-kata itu selalu terngiang di telinga Bram.
Sekarang, Bram sedang menunggu istrinya yang kritis, baru saja istrinya itu memberikan putri kembar tak seiras, keduanya sangat cantik.
Bram kehilangan kekayaannya karena memilih untuk menikahi Zahra dan sepertinya, sekarang sedang mempertimbangkan apa yang diminta oleh ibunya.
"Apakah aku harus meninggalkanmu untuk mendapatkan biaya persalinan dan perawatan kalian?" tanya Bram seraya menatap Zahra yang masih berbaring dengan mata terpejam.
Tanpa terasa air mata menetes dan membasahi punggung tangan Zahra yang sedari tadi Bram genggam.
Bram mencium punggung tangan itu dan mengusap air mata tersebut.
Kemudian, Bram bangun dari duduknya, pria tampan berwajah oriental itu pergi menemui Marini di kediamannya.
Sesampainya di sana, Bram yang belum memberikan jawaban atas permintaan ibunya itu tidak diperlakukan dengan baik.
"Aku melakukan ini sampai terhina untuk istri dan anakku!" ucap Bram dalam hati.
Sungguh, hatinya terasa amat sakit. Ibu yang seharusnya mengayomi ini tidaklah seperti apa yang seharusnya.
Dua penjaga di depan pintu utama melarang Bram untuk masuk, kemudian Marini yang selalu berpenampilan glamor itu datang dan menyuruh putranya masuk.
"Ibu harap kamu membawa jawaban yang Ibu inginkan!" kata Marini seraya menatap Bram dengan begitu santainya.
"Sediakan uang yang ku minta, Bu!" pinta Bram, ia menatap benci pada Ibunya sendiri.
"Masuklah!" jawab Marini yang tidak menghiraukan tatapan itu dan Bram mulai mengikuti Marini.
Sekarang, keduanya duduk di sofa ruang tamu, lalu, Marini menepuk tangannya sebanyak dua kali sebagai tanda memanggil asisten pribadinya.
Asisten pun datang dan mengangguk pada Marini, "Sara, ambilkan koper yang ada di ruang kerjaku!"
"Baik, Nyonya," jawab Sara.
Seraya menunggu uang itu datang, Bram mencoba kembali meyakinkan Ibunya bahwa Zahra adalah menantu yang baik dan tidak akan membuat malu keluarganya.
"Kamu tau apa yang memalukan darinya?" tanya Marini seraya menatap datar putranya.
Bram diam dan Bram membuang wajahnya saat mendengar kalimat yang menyakitkan.
"Karena terlahir miskin," jawab Marini yang masih menatap putranya.
Tidak lama kemudian, Sara datang membawa koper dan meletakkannya di meja.
Bram yang berniat mengambil koper tersebut harus tertahan saat Marini menahan tangannya.
"Jangan mendustaiku, Bram!" ancam Marini seraya menatap Bram yang sama sekali tak mau menatapnya.
Bram yang sedang menahan amarah, benci, kecewa itu hanya bisa menyingkirkan tangan Marini dan pergi tanpa meninggalkan jawaban apapun.
"Nyonya, apakah Tuan Muda akan menepati janjinya?" tanya Sara yang selalu berdiri di samping Marini.
"Kita buat hidup mereka lebih menderita jika menipuku!"
Mendengar itu, Sara hanya mengangguk.
****
Sekarang, Bram mengambil salah satu putrinya dan pergi meninggalkan Zahra tanpa mengatakan apapun.
Zahra yang sudah membaik itu menunggu suaminya datang, terus menangis di ruangannya dan Zahra tidak dapat menghubunginya.
"Kamu memilih uang dari pada aku, Mas," lirih Zahra seraya menatap putri yang ada di sampingnya.
Ya, Zahra tau betul apa yang terjadi dan ini karena kekuasaan Ibu mertuanya.
Zahra tak berhenti menangis sampai suster datang untuk memberikan obat dan suster yang melihat itu pun menjadi iba.
"Ibu, apakah Keyla sudah diberi asi?" tanya Suster seraya mengusap lengan kecil Keyla.
Zahra merubah posisinya menjadi duduk dan menjawab dengan menggeleng.
"Ibu, lebih baik pikirkan Keyla, dia lebih membutuhkan mu," ucap suster seraya tersenyum.
Zahra pun mengangguk, ia menyesal karena tak mampu melihat kebahagiaan yang ada di depan matanya dan terus bersedih karena memikirkan suaminya yang membawa pergi Keyra.
"Maafkan Mama, Nak. Maafkan Mama!" ucap Zahra seraya menjunjung putrinya, ia memeluk kemudian menciumi wajah mungilnya dengan berderai air mata.
****
Di kediaman Marini.
Ia menatap sebal pada Keyra yang ada di kamar bayi bersama suster.
"Kenapa aku harus sebenci ini pada cucuku sendiri?" tanya Marini dalam hati dan jawaban yang diluar nalarnya itu mengatakan, "Karena dia anak dari Zahra, si gadis miskin yang berasal dari panti asuhan!"
Setelah itu, Marini pergi dari tempatnya berdiri tanpa mengatakan apapun.
Sekarang, Marini pergi menemui Bram di kamarnya dan rupanya kamar itu masih terkunci.
Bram, pria tampan yang sekarang menjadi dingin itu berdiri di depan cermin besar sedang memakai dasinya.
Ia tak pernah sedikitpun melupakan Zahra, cintanya yang ia temukan di kampus saat menimba ilmu dulu.
"Zahra, aku meninggalkan mu bukan untuk uang, tapi, untuk kehidupan mu yang lebih baik tanpa aku!" kata hati Bram dan tanpa terasa air mata menetes begitu saja.
"Ini bukti bahwa aku teramat mencintaimu, Zahra!" kata Bram dalam hati.
Sekarang, Bram menatap dirinya di pantulan cermin, di sana ia melihat pria yang begitu menyedihkan.
Ya, Bram adalah pria yang paling menyedihkan setelah tak mampu menjaga cintanya supaya tetap ada di sisinya.
"Tidak, kalian selalu ada di hatiku!" kata Bram kemudian, tentu saja kata-kata itu hanyalah untuk menghibur dirinya.
Sekarang, Bram keluar dari kamar dan ia sudah harus melihat senyum Marini yang ia sebut sebagai nenek sihir.
Bram tidak membalas senyum itu dan pria muda berusia 24 tahun itu berjalan melewatinya begitu saja dan langkah Bram berhenti di depan kamar Keyra.
"Sedang apa Keyla dan ibunya?" tanya Bram dalam hati.
Dan Bram pergi begitu saja tanpa melihat lebih dulu putrinya yang sedang menangis.
Ya, Bram merasa kalau Keyra tengah merindukan Ibunya dan kenyataan itu membuatnya sakit tak berdarah.
Berbeda dengan Keyla, ia sedang tertidur di pelukan Ibunya dan hari ini Zahra sudah di perbolehkan pulang.
Namun, Zahra memilih untuk pergi ke kantor Bram, ia hanya bisa melihat dari kejauhan dan Bram yang melihat itu pura-pura tak melihatnya.
"Pergi, Zahra! Jangan sakiti hatimu dengan seperti ini, aku bukan pria yang pantas untukmu!" kata hati Bram yang baru saja turun dari mobil dan ia segera masuk ke kantornya tanpa menghiraukan wanita yang berdiri di seberang jalan dengan bayinya.
Mendapati Bram yang sudah tidak mau melihatnya lagi, Zahra pun pergi membawa luka hatinya yang terus menganga dan entah akan sampai kapan.
"Aku yakin, Keyra akan hidup bahagia bersama ayahnya, dia adalah bukti cinta kita, kan, Mas?" tanya Zahra dalam hati.
Beberapa hari berlalu, Zahra yang ada di rumah kontrakannya itu menatap uang satu koper penuh yang ditinggalkan oleh Bram.
Dan air matanya tak berhenti mengalir, Zahra berhenti menangis setelah sadar bahwa ada Keyla yang membutuhkannya.
Berbeda dengan Keyra, ia menangis dan hanya ada suster yang menenangkannya.
Bram yang selalu bergelut dengan batinnya itu tak mampu mendengar suara tangisnya dan itu hanya akan semakin membuat Bram merasa membutuhkan Zahra.
Bram yang kesal dengan keadaannya itu meninju kaca yang ada di kamarnya dan itu membuat tangannya terluka.
Bersambung..
Apakah benar hanya sampai di sini cinta Bram untuk Zahra?
Jangan lupa untuk like dan komen, ya. Sampai jumpa di episode selanjutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
❤️⃟Wᵃf✰͜͡ᴠ᭄ᴇʟᷜᴍͣuͥɴᷤ✪⃟𝔄⍣⃝కꫝ🎸
Si Bram aneh.bilangnya cinta, peduli, tapi Zahra di tinggalin mana anaknya yg 1 di bawa lagi hbs itu di cuekin... kasihan kamu nak...
2023-08-22
1
❤️⃟Wᵃf✰͜͡ᴠ᭄ᴇʟᷜᴍͣuͥɴᷤ✪⃟𝔄⍣⃝కꫝ🎸
Orang kaya kok sombong gitu y. ntar kekayaanmu di gulung sm Allah g punya apa" kau.
2023-08-22
1
♽⃟⑅⃝Ⓡ𝓪ⷦ𝓻ͥ𝓪ⷽ𝓫𝓮𝓵𝓵𝓪hiatus
tega sekali ya bu marini. dia itu seorang ibu,tp tega memisahkan anaknya sendiri dr istri yg di cintainya dan memisahkan seorang ibu dr anaknya,dan dr bapaknya.
2023-08-20
2