Terjebak
“Kau keterlaluan Ma, teganya kau bermesraan dengan pria itu di depan mataku! Istri macam apa kau ini!”
“Hm, kau hanya bisa memandangi kesalahan saja Mas, sementara kau tak pernah menyentuh ku selama bertahun-tahun.”
“Bukankah kita telah sepakat, kalau di usia tua kita, aku tak lagi menjadi suami yang sempurna, dan kau sanggupi kesepakatan itu.”
“Tapi aku ini perempuan normal Mas, aku butuh seorang pria yang bisa membahagiakan aku.”
“Ooo, itu ternyata yang kau mau, lalu kenapa kau nggak berterus terang?”
“Gimana aku bisa berterus terang kalau aku telah terikat dengan kesepakatan kita, Mas.”
"Jadi, apa mau mu sekarang!"
"Aku minta cerai! lalu bagi semua harta dengan adil."
“Baik hari ini akan ku hilangkan semua kesepakatan kita dan aku siap untuk menceraikan mu, terserah kau mau menikah lagi dengan pria selingkuhan mu itu.”
“Nggak bisa gitu dong Mas! selain kau mengizinkan aku menikah dengan pria lain, kau juga harus memberikan harta warisan mu untuk hidup kami.”
“Hm, kau kira aku ini bodoh, hah! memberikan semua harta ku kepada perempuan gila seperti mu!”
“Heh Mas, kau kira aku ini nggak punya hak atas harta ini! kau salah Mas, bahkan di dalam harta ini, hartaku lebih dari lima puluh persen dari hartamu.”
“O ya, apakah kau nggak salah bicara? harta mu dari mana Ma, emangnya kau pernah bekerja semenjak kita menikah? nggak kan? kau hanya duduk senang di rumah, goyang-goyang kaki lalu terima uang setiap bulannya.”
“Tapi uang yang kau berikan kepadaku waktu itu, telah ku investasikan ke kantor tempat kau bekerja.”
“Salah mu sendiri, kenapa kau berbuat tanpa minta izin dulu pada ku!”
“Gimana aku minta izin, bukankah yang jadi pimpinan di perusahaan itu kau, Mas!”
“Hah, udah! udah! sekarang begini saja, kalau kau mau menikah dengan selingkuhan mu itu, silahkan saja, mulai hari ini aku nggak akan mau melihat wajahmu lagi di rumah ku ini!”
“Nggak bisa gitu dong Mas! sebelum kau membagi hartamu pada ku, maka aku nggak bakalan menikah dengan siapa pun.”
“Terserah mu! tapi jangan pernah kau bermimpi untuk mendapatkan seujung kuku pun harta dari ku.”
“Kau jahat Mas, kau ini benar-benar suami nggak berguna!” teriak Luna seraya melempar Sanjaya dengan pisau buah.
“Aw!” teriakan Sanjaya terdengar jelas, lalu kemudian dia terkapar jatuh di lantai.
“Oh, Mas!” teriak Luna seraya mencabut pisau buah yang menancap di punggung Sanjaya. “Tolong! tolong! teriak Luna meminta bantuan.
Karena suara jeritan Luna, beberapa orang kepercayaan Sanjaya datang menghampiri Luna. Mereka bertiga terkejut ketika melihat punggung Sanjaya berdarah.
“Ada apa Bu? ada apa dengan Bapak?”
“Jangan banyak tanya dulu, sekarang tolong bawa Bapak ke rumah sakit, secepatnya!” perintah Luna pada orang suruhannya.
“Baik Bu,” jawab ke tiga pria itu, seraya menggendong tubuh Sanjaya dan membawanya ke rumah sakit.
Setelah di larikan ke ruang UGD, Sanjaya mendapat perawatan maksimal di sana, luka sobek di bagian punggungnya telah mendapatkan jahitan.
Di saat Sanjaya berada di rumah sakit, Voni pun pulang dari sekolahnya, dia mendapatkan rumahnya dalam keadaan kosong tak berpenghuni.
“Papa! Mama! aku pulang nih. Papa! Mama! pada kemana semua orang, kok rumah kelihatan sepi,” gumam Voni pelan.
Merasa penasaran, lalu voni mencari keberadaan ke dua orang tuanya ke seluruh ruangan, setelah sekian lama mencari Voni tetap tak menemukan siapa pun di dalam rumah besar itu.
“Hm, pada kemana mereka semua ya? kenapa rumah di biarkan kosong?”
Karena lelah, lalu voni pun duduk diam di sudut tangga rumahnya, saat itu Voni baru teringat dengan telfon rumahnya. Kemudian Voni pun bergegas menghampiri telfon rumah dan menekan nomor telfon Mamanya.
“Hallo, Assalamu’alaikum, Ma.”
“Wa’alaikum salam nak, sekarang kamu ada di mana sayang?”
“Aku ada dirumah Ma, Mama dan Papa pergi kemana? Kok rumah kosong?”
“Rumah kita kosong? Bi Anum kemana?”
“Nggak tahu Ma.”
“Baiklah, kalau begitu kamu kunci semua pintu dan tetap diam di dalam kamar mu.”
“Emangnya ada apa sih Ma?”
“Kamu nggak usah nanya nak, cepat kau kerjakan perintah Mama, nanti sebentar lagi Om Bayu akan datang menjemput mu.”
“Baik Ma,” jawab Voni, seraya berlari menuju kamarnya.
Beberapa jam kemudian, Bayu pun datang untuk menjemput Voni, saat itu Voni sedang bersembunyi di dalam kamarnya.
“Voni! Voni! ayo kita ke rumah sakit Yuk!”
“Om Bayu.”
“Iya sayang, ayo kita ke rumah sakit.”
“Kita ngapain ke rumah sakit Om?”
“Papa kamu saat ini sedang berada dirumah sakit sayang.”
“Papa di rumah sakit? emangnya Papa sakit apa Om?”
“Papa terluka di bagian punggungnya, dia harus melakukan operasi kecil untuk itu.”
Karena Bayu telah menjelaskannya, Voni pun tak banyak bertanya, dia hanya mengikuti Bayu dari belakang.
“Cepat sayang, sini Om pegang tangannya.”
“Iya Om,” jawab Voni singkat.
Di dalam ruang perawatan, Voni melihat Mamanya sedang duduk diam di samping Papanya yang terbaring lemah.
“Oh, anak Mama sayang, kamu takut ya, saat udah nyampai ke rumah.”
“Iya Ma. Emangnya Papa terluka karena apa sih Ma?”
“Papamu itu terjatuh dan punggungnya kena goresan kawat.”
Mendengar penjelasan Mamanya, Voni hanya diam saja, karena Voni memang seorang anak yang tak banyak komentar, dia lebih memilih diam ketimbang bicara, sehingga sangat sulit sekali menebak jiwanya.
Setelah dua hari di rawat di rumah sakit, Abdi Sanjaya di izinkan kembali pulang ke rumahnya. Hingga tengah malam dia terus saja bekerja karena begitu banyak tugas kantor yang mesti di selesaikan.
“Papa, ini aku buatkan minuman hangat untuk Papa.”
“Oh sayang, kamu belum tidur nak?”
“Belum Pa."
"Kenapa?”
“Aku nggak bisa tidur, Pa.”
“Nggak bisa tidur, emangnya kamu lagi mikirin apa?”
“Mikirin Mama.”
“Ada apa dengan Mamamu?”
“Aku melihat Mama berduaan, dengan pria itu di sekolah.”
“Mama mu berduaan dengan pria itu di sekolah? ngapain mereka kesana?”
“Menjemput ku.”
“Lalu pria itu bilang apa sama Voni?”
“Nggak tahu, tapi aku nggak suka dengan pria itu Pa?”
“Kenapa nggak suka?”
“Dia mau pegang tangan ku, jika di belakang Mama.”
“Huuh, dasar hidung belang, beraninya dia menyentuh putri kecil ku.”
“Mama kok mau ya, berduaan dengan Pria itu, padahal dia jelek dan brewokan lagi.”
“Nanti kalau pria itu ikut menjemput kamu ke sekolah, kamu jangan mau, bilang saja kalau kamu udah janjian dengan Om Bayu.”
“Baik Pa, tapi Papa janji ya, kalau Om Bayu bakalan jemput aku ke sekolah?”
“Iya sayang, nanti Papa yang menyuruh Om Bayu menjemput kamu pulang sekolah, asalkan kamu janji, kalau kamu nggak bakalan pulang bersama Mama lagi.”
“Baik Pa, aku janji, nggak akan pulang bersama Mama dan pria itu.”
Bersambung...
*Selamat membaca*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Restviani
mampir, dek...
lanjut
2023-10-23
0
Restviani
astogeh, predator...
oh no!
2023-10-23
0
Restviani
yaelah... bohong banget nih
2023-10-23
0