Diam-diam Anum mendatangi kamar Voni yang saat itu sedang menangis sedih, di dalam kamarnya. Anum berusaha membujuk Voni agar tidak membuat Luna kesal.
“Kamu jangan pernah membantah Mama sayang, nanti Mama bisa mengusir mu dari rumah ini.”
“Aku benci Mama Bi, aku benci mereka berdua, baru saja dua minggu, Papa di kubur, Mama langsung menikah lagi dengan bajingan itu.”
“Kita semua tahu hal itu sayang, tapi kita nggak bisa berbuat apa-apa.”
“Nanti malam, Bibi temani aku tidur di kamar ini ya?”
“Kenapa gitu Non?”
“Suami Mama ku itu, setiap malam datang ke sini dan berusaha untuk membuka kamar ku.”
“Benarkah itu Non?”
“Iya Bi, untuk apa aku berbohong, nggak ada gunanya juga kan?”
“Baik Non, nanti malam Bibi akan tidur disini, bersama mu.”
“Tapi ingat Bi, ketika Bibi masuk, Bibi memberi tanda terlebih dahulu.”
“Apa tandanya Non?”
“Ketuk dua kali lalu ketuk dua kali lagi.”
“Ooo begitu, baiklah. Nanti akan Bibi buat seperti itu.”
Seperti kesepakatan Voni dengan Anum, malam itu dia datang ke kamar Voni dengan mengetuk pintu kamarnya. Tengah malam ketika Voni dan Anum telah tertidur pulas, tiba-tiba saja Anum mendengar seseorang sedang mencongkel pintu jendela kamar Voni.
Anum pun terbangun dan berjalan lambat menghampiri Voni, yang saat itu sedang tertidur pulas sekali.
“Non, Non Voni. Bangun Non, lihat ada seseorang sedang mencongkel pintu jendela kamar Non,” bisik Anum ke telinga Voni.
“Siapa Bi?”
“Bibi nggak tahu Non, tapi pintunya dari tadi di congkel dari luar.”
“Aku yakin itu pasti Papa Tio.”
“Iya, barang kali dia itu Papa tiri Non Voni.”
“Kurang ajar, sejak awal aku udah merasa curiga dengannya, dia selalu memandangku dengan penuh nafsu.”
“Mama Non, seperti tergila-gila sekali padanya.”
“Iya Bi, sampai Mama tega meracuni Papa dan aku.”
“Non benar, jika saja saat itu Non nggak ke kamar, Non pasti sudah ikut serta memakan sayur yang Bibi masak.”
Karena tak mendapat celah sama sekali, kemudian Tio turun ke lantai pertama, saat dia hendak menyelinap masuk kedalam kamarnya, ternyata Luna belum tidur, dia menanti kedatangan Tio dengan resah sekali.
“Kamu dari mana Bang?”
“Oh, eh. Kamu belum tidur sayang.”
“Aku tanya, kamu dari mana? kenapa lama sekali?”
“Tadi aku dari taman depan.”
“Ngapain kesana malam-malam begini, nggak takut kamu, di cekik hantu Sanjaya.”
“Ah, kamu itu, kalau ngomong bikin aku takut tahu.”
“Itu makanya, jangan keluar malam hari, bukankah Abang tahu sendiri kalau Sanjaya mati karena kita racun.”
Mendengar ucapan istrinya, Tio langsung saja tidur seraya menyelimuti kepalanya. Luna menjadi tersenyum geli, melihat suaminya ketakutan.
“Kenapa Bang? kamu takut ya?”
Tio tak menjawab, pertanyaan yang di ajukan Luna kepadanya, mesti saat itu Tio mendengar jelas apa yang di tanyakan Luna.
Keesokan harinya, saat Tio terbangun, Luna sudah pergi ke perusahaan suaminya, Luna ingin memantau perkembangan perusahaan itu semenjak suaminya meninggal.
Kesempatan berharga itu di mamfaatkan Tio untuk menemui Voni di kamarnya. Saat Tio datang Voni sedang tak berada di dalam kamarnya, sementara pintu kamar itu terbuka dengan lebar.
“Waah kesempatan tak akan datang untuk yang kedua kalianya!” ujar Tio sembari masuk kedalam kamar Voni dan bersembunyi di balik lemari.
Setelah Voni selesai mandi, gadis cantik itu langsung keluar. Betapa terkejutnya Voni, ketika dilihat pintu kamarnya terbuka dengan lebar. Takut Tio datang secara tiba-tiba, lalu Voni mengunci pintu kamarnya rapat-rapat. Setelah merasa aman, barulah dia berencana untuk menukar pakaiannya.
Di saat Voni hendak melepas handuknya, Tio pun muncul seraya bertepuk tangan. Voni sangat kaget sekali, dia berusaha menghindar kearah pintu, tapi Tio telah lebih dulu menghadangnya di depan pintu.
“Kau mau apa bajingan?”
“Ahay…! beraninya kau bicara seperti itu pada Papa mu yang gagah ini.”
“Berkacalah lebih dahulu, lihat masa tua sudah datang padamu dan sebentar lagi, kau juga akan menyusul Sanjaya ke liang kubur.”
“Kurang ajar, bocah tak tahu diri, bisa-bisanya kau bicara seperti itu pada ku.”
“Kenapa? nggak boleh aku bicara seperti itu, emang begitu kenyataannya kan? kurasa Mama ku sudah buta, sehingga dia tak bisa melihat siapa pria yang dinikahinya itu.”
Mendengar ucapan Voni yang menyakitkan, Tio menjadi geram, dia mengejar Voni dan berusaha untuk menangkapnya, tapi Tio salah, Voni yang di anggapnya pendiam itu ternyata lebih gesit dari yang dia bayangkan.
“Hm, ternyata kau gesit juga ya. Baiklah, ternyata kau mau menguji kesabaran ku.”
Dengan nafsu birahi yang membara, Tio berusaha mengejar Voni dan mencoba untuk menangkapnya, namun Voni terlalu sulit untuk di tangkap. Karena emosi, lalu Tio melempar Voni dengan benda apa saja yang berada di dekatnya.
Tanpa sengaja Tio melihat ada pisau buah di atas meja, lalu dengan cepat Tio langsung mengambil nya.
Mendengar suara ribut-ribut di kamar Voni, Anum merasa kaget, saat itu dia berfikir pasti Tio telah masuk kedalam kamar Voni. Anum mencoba berlari meminta bantuan kepada siapa saja yang saat itu berada di sekitar rumah mewah itu.
Saat Anum berlari kesana kemari, tiba-tiba saja Niko muncul, tanpa berbasa basi lagi Anum langsung menarik tangan Niko untuk menolong Voni.
“Ada apa Anum? kenapa kau menarik tangan ku?”
“Kau dengar sendirikan, itu pasti Non Voni sedang di ganggu Papa tirinya.”
“Apa! Non Voni di ganggu Papa tirinya?”
“Iya Niko, ayo cepat!”
“Ayo, ayo!”
Dengan berlari kencang mereka berdua mencoba menaiki tangga rumah yang berliku-liku itu tanpa melihat lagi berapa anak tangga yang telah mereka pijak.
Setibanya di depan kamar Voni, mereka berdua tak mendengar lagi suara ribut-ribut, lalu Anum mencoba memanggil Voni.
“Non, Non Voni! Non nggak apa-apa?”
“Bibi, di telah tewas Bi,” ujar Voni seraya membuka pintu kamarnya, saat itu Voni telah berlumuran darah Tio, yang telah tewas.
“Ya Allah Non!” teriak Anum yang saat itu melihat Voni tal lagi berpakaian, seluruh tubuhnya penuh dengan darah Tio.
Anum yang melihat Voni keluar kamar tanpa berbusana, dia langsung membalut tubuh anak majikannya itu dengan handuk yang ada tergantung di dinding kamar Voni.
Niko yang saat itu melihat tubuh Tio tertelungkup, dia tak berani untuk menyentuhnya, Niko langsung menutup pintu kamar itu, lalu diapun memanggil polisi untuk memeriksa kondisi korban.
Beberapa orang polisi datang ke TKP untuk memeriksa korban dan mereka membawa Voni untuk di minta keterangannya.
Saat itu Niko langsung melaporkan kejadian itu pada majikannya yang sedang berada di perusahaan.
“Ada apa Niko? kenapa kau kelihatan panik?”
“Nyonya, gawat!”
“Gawat apa Niko.”
“Anu Nyah, anu.”
Bersambung...
*Selamat membaca*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Adronitis
semangat thor
2023-08-29
0
Iril Nasri
Aduh kasihan nasib poni
2023-08-22
0
👑Meylani Putri Putti
mampus kau tyo
2023-08-07
0