“Mama udah keterlaluan!” ujar Voni sambil menampar wajah Mamanya.”
“Kurang ajar! kau anak nggak tahu diri ya! lancang sekali kau udah menampar wajah Mama mu.”
Bukan hanya itu saja yang di lakukan Voni pada Mamanya, Voni bahkan sampai mendorong Mamanya yang dianggapnya telah meracuni Ayahnya demi harta dan selingkuhannya.
“Kurang ajar kau Voni, dasar anak nggak berguna!” bentak Luna seraya menampar wajah Voni.
“Mama tuh yang nggak berguna.”
“Udah Bi, bawa sekarang juga Voni ke kamarnya, kurung dan jangan kasih makan dia selama satu hari ini.”
“Anum tak dapat berbuat apa-apa, selain hanya mematuhi perintah majikannya, Anum mencoba menarik tangan Voni, agar dia bisa menyelamatkan majikan kecilnya dari amukan Luna.
“Udah Non. Ayo, ikut Bibi ke kamar.”
Voni tak membantah sedikit pun, dia mengikuti ajakan Anum untuk pergi ke dalam kamarnya, tak berapa lama kemudian, Luna memerintahkan Bayu dan Niko untuk membantunya mengankat jasad Sanjaya dan membaringkannya di atas tempat tidur.
“Bayu, Niko!”
“Ya Nyah.”
“Kesini kamu!”
“Baik Nyah.”
Saat Bayu dan Niko mendekati ruang makan, betapa terkejutnya dia, ketika melihat jasad Sanjaya terkapar tak bernyawa dengan mulut berbusa.
“Ya Allah, tuan kenapa Nyah?”
“Jangan banyak tanya, kalau kau masih ingin bekerja di sini.”
“Baik Nyah,”
“Sekarang bereskan, buat seolah-olah, Tuan mati karena serangan jantung.”
“Baik Nyah.”
Dengan berat hati, Bayu dan Niko mengerjakan apa yang di perintahkan Luna kepadanya, Bayu membuat seolah-olah, Sanjaya meninggal karena serangan jantung.
Saat para pelayat berdatangan, Luna mulai berekting seakan-akan dia begitu kehilangan sekali karena di tinggal suami tercintanya.
“Yang sabar ya Jeng,” bisik Bu Hartati di telinga Luna.
“Iya Bu, makasih ya, atas kedatangannya."
“Iya sama-sama, Jeng.”
Setelah kepergian Bu Hartati, masih banyak lagi, para pelayat lainnya yang berdatangan, memberikan ucapan bela sungkawa pada Luna. Saat itu semua orang melihat air mata Luna mengalir deras tiada henti. Bayu dan Niko hanya bisa tersandar di balik dinding dapur.
“Kasihan sekali dengan Tuan, dia wafat di tangan istrinya sendiri,” ujar Bayu dengan linangan air mata.
“Iya Bay, sebenarnya aku nggak tahan dengan semua ini, tapi jika aku buka mulut, maka aku pasti di pecat Nyonya.”
“Kita ini orang bawahan Niko, kita nggak punya kuku untuk mencakar, untuk itu jangan terus berusaha memanjat. Karena pada akhirnya kita pasti terjatuh. Jadi, jangan yang aneh-aneh deh.”
“Iya Bay, aku ngerti maksud mu.”
“Kasihan sekali dengan Non Voni, dia pasti begitu terpukul dengan kejadian ini, apalagi dia melihat sendiri kalau Mamanya sengaja membunuh Papa yang dia sayangi di depan matanya sendiri.
Disaat mereka berdua sedang asik bercerita, tiba-tiba Anum datang menghampiri mereka berdua.
“Ada apa Anum?” tanya Niko ingin tahu.
“Di Panggil Nyonya tuh.”
“Aku sendiri?” tanya Niko lagi.
“Nggak kalian berdua.”
“Ayo Bay, kita menemui Nyonya.”
“Anum, gimana keadaan Non Voni?”
“Non Voni masih menangis di kamarnya Bay.”
“Non Voni pasti terpukul sekali melihat kejadian ini.”
“Iya Bay, dia terus saja menangis tiada henti.”
“Ayo Bay, kita keluar!” ajak Niko pelan.
“Ayo.”
Sesuai permintaan Luna, Bayu dan Niko diperintahkan mengantarkan jasad Sanjaya ke peristiratannya yang terahir. Setelah jenazah Sanjaya di sholatkan lalu mereka beramai-ramai mengiringi jenazah hingga ke pemakaman.
Mesti untuk yang terakhir kalinya, Luna masih saja melarang Voni untuk melihat wajah Papanya, Voni di kurung di dalam kamarnya sendirian. Walau dia menjerit minta di keluarkan, namun tak ada yang berani membukakan pintu untuknya.
Setelah Luna kembali dari pemakaman barulah Anum mendapat izin untuk membuka pintu kamar putrinya.
“Lagi ngapain dia Bi?” tanya Luna ingin tahu.
“Lagi tidur Nyah.”
“Ooo, biarkan saja, barang kali dia merasa capek.”
“Baik Nyah.”
“Malam itu, setelah rumah sepi dari pelayat, Luna mengumpulkan semua orang suruhan Sanjaya, yang berjumlah tujuh orang.
“Kalian semua tahu kan, kenapa kalian saya kumpulkan?”
“Nggak Nyah.”
“Begini, saat ini Tuan kalian kan telah meninggal dunia, jadi perusahaan saya yang pegang saat ini, tidak seperti Sanjaya yang pandai menjalankan roda perusahaan, saya mungkin nggak mampu untuk itu, jadi saya akan mengurangi para pekerja yang ada di rumah ini.
Mendengar ucapan Luna, semua pesuruh Sanjaya saling beradu pandang, mereka semua merasa takut kalau namanya yang akan di panggil untuk keluar dari pekerjaannya.
“Saat ini aku hanya mengambil tiga orang saja yaitu, Anum, Bayu dan Niko. Selebihnya saya akan bayar semua gaji kalian.”
Tak ada yang dapat bicara sepatah kata pun saat itu, semua menerima keputusan yang telah di ambil oleh Luna.
Sedangkan Voni, dia selalu murung dan tak mau bicara sepatah katapun di rumah itu, termasuk pada Mamanya sendiri.
Baru dua minggu, Sanjaya meninggal dunia, Luna pun menikah lagi dengan pria yang selama ini menjadi selingkuhannya.
Malam itu di saat Voni sedang tertidur lelap dia terkejut melihat bayangan seseorang di luar kamarnya.
“Ya Allah, siapa itu yang berada di luar kamar ku?” tanya Voni pada dirinya sendiri.
Tak ingin terjadi sesuatu pada dirinya, Voni pun mengunci pintu kamarnya rapat-rapat dan diapun bersembunyi di sudut ruangan kamarnya.
Bukan hanya satu malam itu saja, begitu juga dengan malam-malam berikutnya, Voni selalu saja menjadi incaran Papa tirinya.
Malam itu ketika Luna dan Tio sedang duduk di meja makan, Luna tak melihat Voni ada di hadapannya, lalu Luna memerintahkan Anum untuk memanggil Voni ke lantai atas. Setelah Voni turun, mata Tio tak pernah berkedip memandangi gerak geriknya.
“Kenapa kamu nggak makan Voni?” tanya Luna ingin tahu.
Voni tak menjawab, dia hanya diam saja, namun matanya yang indah dan bulat menatap wajah Tio dengan pandangan benci dan marah.
“Jawab Mama Voni! kenapa kau nggak mau bicara! apa perlu Mama memotong lidah mu agar kau benar-benar nggak bisa bicara untuk selamanya!”
Mendengar ucapan Mamanya, Voni marah besar dan menampar meja, serta pergi berlari kekamarnya, Luna hanya bisa memandangi punggung putrinya dengan rasa kesal.
“Kurang ajar! kau anggap apa Mama mu ini Voni, kalau ku biarkan terus, kau akan semakin melonjak!” teriak Luna seraya hendak mengejar Voni.
Ketika itu Tio memegang tangan Luna dan melarang Luna untuk mengejar Voni. Karena Tio melarangnya, Luna pun kembali duduk di kursinya.
“Jangan terlalu keras padanya sayang, bukankah dia itu baru saja kehilangan Papanya?”
“Tapi Bang, dia udah kelewatan batas.”
“Yang sabar sayang.”
Seraya menarik nafas panjang, Luna melanjutkan kembali makannya. Luna tampak sangat bahagia sekali, makan bersama pria yang sangat dia cintai. Namun tidak dengan Voni, yang berada di dalam kamarnya. Hati Voni sangat sakit saat itu.
Bersambung...
*Selamat membaca*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Adronitis
kasian Voni😭
2023-08-29
0
Iril Nasri
Widih ini orang jahat banget
2023-08-22
1
👑Meylani Putri Putti
mencelakai anak sendiri
2023-08-06
0