Sanjaya yang sudah panik, dia pun langsung pergi meninggalkan Luna sendirian, Luna tak ingin pergi sebelum suaminya mau berbagi harta padanya, lalu dia pun mengejar Sanjaya dari belakang.
“Cepat Mas, tolong kau berikan harta bagian ku, biar aku keluar dari rumah ini secepatnya!” teriak Luna seraya menarik tangan Sanjaya dari belakang.
“Apaan ini, lepaskan tangan ku dari tangan mu yang kotor itu,” ujar Sanjaya sembari menarik paksa tangannya dari genggaman tangan Luna.
“Cepat Mas, beri aku uang untuk menikah lagi.”
“Dasar perempuan gila kau ya, berani-beraninya kau minta uang pada ku untuk menikah dengan pria lain, emang udah stress kali ya?”
“Mas, aku hanya meminta hak ku saja kok.”
“Nggak akan ada hak mu di dalam harta ku, mulai hari ini kau jangan sentuh aku dengan tangan kotor mu itu lagi!”
“Kau benar-benar keterlaluan Mas, huhuhu…!”
Luna pun menangis histeris di ruang tamu, Voni yang melihat Mamanya menangis, hatinya benar-benar sakit, tapi akan lebih sakit lagi, kalau Mamanya sampai menikah dengan pria lain dan meninggalkan Papanya yang sudah tua.
“Mama kenapa nangis?” tanya Voni yang duduk di hadapan Luna.
“Voni? kamu udah dari tadi duduk di situ nak?”
“Iya.”
“Voni sayang, Mama boleh nggak minta tolong sama kamu.”
“Nggak.”
“Voni, dengarkan Mama dulu nak, Mama kan belum bicara apa-apa sama kamu.”
“Mama nggak perlu bicara apa-apa pada ku, karena aku udah tahu, Mama minta tolong apa.”
“Apa maksud mu nak?”
“Mama minta tolong, agar aku mau membujuk Papa, kan?”
Mendengar ucapan putrinya itu, Luna tampak terperangah diam, dia sungguh tak menyangka, kalau putrinya bisa membaca pikiran Mamanya sendiri.
“Oh, tunggu, tunggu! kau bisa membaca pikiran Mama nak?”
“Aku nggak membaca pikiran Mama, tapi aku tahu, pasti Mama punya tujuan seperti itu.”
“Baiklah, jadi kau mau bantuin Mama kan?”
“Nggak,” jawab Voni seraya berlari menuju kamarnya.
“Voni! Voni! dengarkan Mama nak!” teriak Luna dengan suara lantang.
Karena semua orang tak ada yang mau mengerti tentang dirinya, Luna pun menangis histeris sendirian.
“Kenapa nggak ada yang ngertiin aku di rumah ini, kenapa mereka semua sepertinya menghindar dari ku, oh huhuhu…!”
Pagi hari, Luna telah pergi duluan keluar rumah, entah apa yang ada di pikirannya saat itu, tapi yang pasti Luna pergi ke toko bahan kimia yang menjual racun serangga.
Lama Luna duduk di depan penjual racun serangga tersebut, tak berapa lama Tio pun datang menghampirinya.
“Kamu lagi ngapain disini sayang?”
tanya Tio ingin tahu.
“Aku lagi kesal Bang.”
“Kesal? kesal kenapa?”
“Tadi malam aku berantem dengan si tua bangka itu.”
“Pasti dia marahin kamu kan?”
“Iya, dia nggak mau membagi hartanya dengan ku.”
“Wah, kalau si loyo itu nggak mau membagi hartanya dengan mu, berarti, kita nggak jadi nikah dong sayang.”
“Kamu jangan gitu sayang, aku pasti usahakan kok, agar aku mendapat bagian dari harta Sanjaya itu.”
“Tapi, lama-lama aku jadi bosan juga menunggu mu, gimana kalau aku menikah aja dengan perempuan lain,” ujar Tio menakut-nakuti Luna.
“Kamu jangan nikah dengan perempuan lainlah, kan aku lagi usaha?"
“O iya sayang, aku punya ide.”
“Ide apa itu Bang?” tanya Luna ingin tahu.
“Lihat di belakang mu.”
Mendengar perintah dari Tio, Luna pun menoleh ke belakang, saat itu Luna hanya melihat kalau di belakangnya hanya berdiri sebuah toko Kimia, yang menjual berbagai macam racun.
“Emangnya kenapa dengan toko itu Bang?”
“Gimana kalau Sanjaya itu, kita racun saja, biar cepat mati.”
“Hah, benar! bagus juga ide mu Bang. Tapi siapa yang akan meracuninya?”
“Ya kamu lah, kau kau istrinya Sanjaya.”
“Kalau seandainya Sanjaya sampai meninggal, gimana?”
“Bagus dong, kita berdua bisa menguras seluruh hartanya sampai habis.”
“Ide mu, jitu juga ya?”
“Tentu dong, Tio gitu…!”
Awalnya Luna tak berniat seperti itu, tapi karena ide gilanya Tio, akhirnya Luna sepakat akan meracuni suaminya yang sudah dianggapnya tak bergairah lagi.
Pagi itu, ketika semua sedang enak tidur, Luna pergi ke dapur, dia berencana untuk meneteskan racun serangga itu ke makanan yang sudah di masak oleh Anum.
Benar saja, saat Anum lagi pergi ke kamar mandi, Luna meneteskan racun serangga itu kedalam masakan Anum. Saat itu Luna tak lagi berfikir panjang, kalau racun itu bisa di konsumsi oleh putrinya sendiri.
Ketika Sanjaya dan Voni udah siap duduk di meja makan, Anum langsung menuangkan sayur yang dia masak kedalam piring Voni. Luna sangat kaget sekali, karena racun yang dia campurkan ke masakan Anum, akan di makan oleh putrinya, pagi itu.
Mesti makanan itu akan di konsumsi oleh Voni, namun Luna tak dapat berbuat apa-apa, sebab kalau seandainya dia buka mulut dan melarang Voni makan, pasti Sanjaya jadi curiga, jadi Luna terpaksa tutup mulut saat itu.
“Maafkan Mama nak, Mama terpaksa melakukan semua ini, karena Papa mu itu," ucap Luna bermonolog.
Voni yang duduk dengan tenang mencoba untuk menyantap makanan yang ada di hadapannya, sementara Luna yang menyaksikan nyawa anaknya akan berakhir di tangannya diapun mencoba untuk menutup mata.
Saat itu, Voni teringat sesuatu. “O iya Bi, aku ke kamar dulu, ada yang lagi ketinggalan,” ujar Voni berlari menuju kamarnya.
Setibanya dia di dalam kamar, Voni baru teringat dengan Papanya yang saat itu juga hendak makan bersamanya di meja makan. Dengan cepat, Voni langsung berlari turun ke bawah untuk mencegah Papanya agar tidak memakan makanan itu.
“Papa, makanannya janyan di makan!” seru Voni berlari kencang menuruni tangga rumahnya.
Voni sudah terlambat, makanan itu telah di makan oleh Sanjaya hingga beberapa suap. Di depan mata kepalangan sendiri, tampak Sanjaya terjatuh dari kursi makan dengan mulut berbusa.
Di saat Sanjaya memegangi dadanya, Luna tampak tersenyum manis atas kemenangannya saat itu, sementara Voni yang gagal menyelamatkan nyawa Papanya dia merasa begitu berdosa sekali.
Voni memangis histeris di depan jasad Papanya, sementara itu, Sanjaya yang masih sadar dia masih sempat menyampaikan sepatah kata pada voni dengan berbisik.
“Sayang, setelah Papa meninggal, kau nantinya yang akan menjadi penerus Papa ya nak.”
“Iya Pa,” jawab Voni dengan deraian air matanya.
“Seluruh harta rumah dan asset perusahaan telah Papa wariskan ke padamu, nanti kalau kau sudah remaja, maka kaulah yang akan memegang tampuk perusahaan itu.”
“Iya Pa.”
“Udah, kau nggak perlu menangis sayang, Mama mu sengaja membunuh Papa dengan cara begini, agar dia bisa mendapatkan seluruh harta Papa, tapi jangan mimpi kau penghianat!”
“Udah, kalau mau mati, mati aja! nggak usah nyumpahin orang segala.”
“Mama benar-benar keterlaluan ya? Mama begitu tega meracuni Papa demi harta?”
“Heh Voni! kau itu masih kecil, kau nggak tahu apa-apa tentang harta sebanyak ini.”
Bersambung...
*Selamat membaca*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Restviani
lapor polisi dong, voni...
sampai sini dulu ya, thor
2023-10-23
0
Restviani
dasar buaya rawa😡😡
2023-10-23
0
Restviani
udah berat tuh...😂
2023-10-23
0