Tumbuh Cinta
"Tunggu, ada yang ingin saya bicarakan" ucap pria berusia 28 tahun itu dengan nada ketus miliknya, yang tak lain pemilik nama Garel Gebriel Az-Zardan.
Langkah gadis berusia 24 tahun itu terhenti mana kala Garel berbicara, lantaran tidak ada siapapun selain mereka berdua saja disana, ia membalikan tubuhnya menghadap Garel.
"Eemmh?" sahut gadis berusia 24 tahun itu dengan deheman yang terdengar malas meladeni pria yang ketus di depannya itu.
"Viena Andriana Saffana?" tutur pria itu menyebut nama lengkap gadia 24 tahun itu, ia bingung harus menyebut gadis yang baru saja berstatus istrinya itu dengan sebutan apa.
"Fana, panggil saja Fana" sahut Viena yang kerap di panggil Fana itu di dalam keluarganya, dan Viena mengerti kebingungan Garel.
"Fana" Gumam Garel, sementara Viena sudah melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti oleh Garel.
"Tunggu!!!" tiba tiba Garel mengeraskan suaranya agar Viena berhenti.
"Apa lagi?bukankah kakak juga lelah, lebih bakk ngobrolnya di kamar saja" sahut Viena berusaha setenang mungkin dan sedikit lebih banyak berbicara dari kebiasaannya.
Namun meihat Garel tidak ada peka pekanya membuat Viena harus mengeluarkan banyak kosakata untuk mengutarakan apa yang ia pikirkan.
Selain Viena memikirkan Gare lelah, sebenarnya Viena sendiri yang sudah lelah mengenai apa yang terjadi hari ini.
"Saya ingin kita tidur terpisah dan jangan berharap hubunga kita seperti suami istri pada umunya" ucap Garel ketus tanpa memikirkan perasaan istrinya Viena sama sekali.
"Oooh itu yang ingin dibicarakan" ucap Viena santai menanggapi ucapan Garel seakan ia tidak mempermasalahkan suaminya itu.
Lalu Viena meraih gagang pintu kamar yang hendak di masukinya itu.
Wajah Viena memang terlihat santai dan baik-baik saja, namun siapa tahu di dalam hati sana sangat teriris dengan ucapan pria yang sudah berstatus suami baginya itu.
Ironis, ya itu kata yang sangat cocok untuk hubungan sepasang pengantin baru itu, sungguh ironis.
Viena pernah berharap bisa menikah dengan orang yang ia cintai dan mencintainya tapi ia malah terjebak dengab perjodohan dadakan.
Viena berharap pernikahannya yang terkesan mendadak itu bisa menjadi pernikahab yang harmonis meski tanpa ada cinta di keduanya.
Namun semuanya terasa sirna setelah melihat dan mendengar tutur suaminya yang enggan untuk itu semua.
Selain memenuhi keinginan suaminya, Viena bisa apa karna semuanya tidak akan bisa dipaksa.
Garel yang hanya mendapat respons di luar dugaannya, yang Garel kira istrinya itu akan memelas kasih sayang dan memohon mohon agar dicintainya untuk menjalani pernikahan yang selayaknya.
"Apa lagi?" Tanya Viena pada Garel yang tiba-tiba memasuki kamar yang sudah dulu Viena masuki, mengingat ucapan suaminya yang meminta untuk tidur secara berpisah memvuat Viena bertanya maksud suaminga berada dikamar yang smaa dengannya itu.
"Saya ingin kita tidur berpisah" ucap Garel kesal
"aku mengerti" sahut Viena, tentu Viena ingat permintaab dari suaminya itu.
"Saya yang akan menepati kamar inu, kamu tidur di kamar lain" ucap Garel seenak jidad, seakan perintah bagi Viena.
Viena yang notabenya sangat suka dengan ruang kamar yang luas, tentu Viena keberatan jika harus ke kamar yang lebih kecil.
Viena sangat tahu jika di rumah ini hanya kamar yang itu saja yang memiliki ruang yang lebih luas dari kamar yang lainnya, informasi itu Viena dapatkan dari kakek suaminya, yang tak lain kakek Garel.
"Tidak" tolak Viena singkat jelas dan bisa dimengerti jika ia menolak keras keinginan suaminya.
Viena merebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk dihadapan Garel, mengisyaratkan bahwa dirinya tidak akan menyerahkan kamar itu pada Garel.
Melihat sekilas karakter suaminya yang enggan mengalah padanya membuat Viena ikut enggan mengalah pada Garel, suaminya sepertinya akan berbut sesuka hati jika ia terus mengalah.
Dengan kesal Garel menarik kopernya melangkah kr kamar sebelah yang ukurannya lebih kecil dari kamar Viena.
Rumah yang ditepati Viena dan Garel adalah rumah pemberian dari kakek Garel sebagai hadiah pernihakan keduanya.
Bagitupun pernikahan dadakan itu terjadi juga atas dasar keinginan kakeknya Garel yang amat menyayangi Viena dari awal pertemuan yang tidak terduga.
Viena gadia yang tidak banyak mengeluarkan kosakata dalam ucapannya itu mampu menarik perhatian kakeknya Garel, dengan sikap penyayang dan rasa peduli Viena.
Sehingga menjodohkan Garel dengan Viena adalah impian kakeknya Garel.
Mendatangkan rumah keluarga Viena dengan disambut hangat oleh keluarga Viena yang tidak lain ayah garel dan ayah Viena bersahabat semenjak bangku SMA.
Sehingga ayah Viena menyambut niat kedatangan keluarga Garel dengan baik berdasarkan persahabatan ayah Viena dan ayah Garel sangat dekat bahkan kakeknya Garel sudah menganggap ayah Viena seperti anaknya sendiri.
Viena amat menolak perjodohan itu diawalnya, tapi disiis lain Viena adalah gadis yang tidak banyak berkomentar sehingga ia menerima apa yang sudah menjadi keputusan keluarga.
Viena juga bukan gadis pembangkang meski ia sering disebut keras lantaran dari sisi berbicara Viena hanya menjawab sesingkat singkatnya apabila tidak penting dijelaskan dengan kata yang panjang dan hasilnga sama pendeknya.
Dengan itu Viena tidak ambil pusing dan berharap jika apa yang sudah direstui keluarganya adalah pilihan terbaik dan sesuai harapannya,
Sementara Garel tidak memiliki kuasa apa apa jika sudah berhadapan dengan sang kakek, apa bila ia menentang keinginan kakek, bisa jadi warisan itu tidak jatuh ketangannya, dengan itu Garel tidak bisa menolak perjodohan yang terkesan mendadak itu.
Dikamarnya, Viena menatap pintu yang sudah tertutup rapat setelah peninggalan Garel dengan perasaan hambar.
Raut wajah Viena sendu, mana kala kehadirannya yang tidak diinginkan oleh suaminya sendiri, Viena sadar jika suaminya tidak mencintainya smaa seperti dirinya yang juga belum mencintai suaminya sama sekali, tapi cara Garel menyikapi semua ini membuat hati Viena berdenyut nyeri.
Dalam hati kecil Viena ia tidak ingin hal itu terjadi dalam rumah tangganya.
Harapan Viena runtuh seketika, bisa menjalai rumah tangga yang harmonis.
Krreeuukk (suara perut keroncongan)
Malampun tak terasa sudah tiba, perut Viena seakan meminta untuk segera diisi.
Mendengar gendmagan dari perutnya, Viena melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya, menuruni anak tangga menuju kearah dapur.
Sebelum turun dari Viena menyempatkan melirik kearah pintu kamar Garel yang masih tertutup rapat, entah ada orangnya atau tidak ada Viena tidak tahu.
Viena tidak begitu memeperdulikan Garel ada atau tidak di dalam kamar itu, yang mana sekarang pikiran Viena bertujuan ke arah dapur untuk menyiapkan makan malam terlebih dahulu baru setelah itu mendatangi Garel di kamarnya.
Sesampainya didapur mata Viena membelak sempurna saat melihat kulkas dan seisian dapur kosong, hanya dihiasi dan diisi perabotan dapur yang masih baru.
"Huhh" Viena menghela nafas kasar seraya menepuk jidadnya, ia baru ingat bahwa rumah ini baru dan baru dihuni oleh Viena dan Garel saja.
Jadi tidak ada siapapun yang menyediakan makanan dikulkas sehingga wajar saja jika tidak ada sedikitpun makanan atau sayuran yang bjsa dimasak.
Karena sudah lapar Viena kembali ke kamarnya untuk mengambil dompet mikiknya, yang berisikan uang ches dan card yang biasa ia gunakan sebelum menikah denagn Garel, tentu itu miliknya dari ayah tercinta dan Viena juga memikiki penghasilan sendiri dari hasik kerjanya selama setahun penuh ini.
Meski kekayaan ayah Viena tidak jauh berbeda dengan keluarga Garel tapi Viena sangat mandiri, sehingga apa apa Viena usahakan sendiri dan tentunya dengan usahanya sendiri.
Karna sudah siao dengan penampilan serta dompetnya, Viena pun melangkah keluar ta lupa membawa kunci mobil tentu mobil pribadinya.
"mau ke mana?" tanya Garel yang muncul secara tiba tiba dari arah pintu kamarnya.
"Cari makan" jawab Viena singkat begitulah Viena.
"Tadi aku lihat ada nasi goreng, belikan aku nasi goreng itu" ujar Garel terkesan memerintah namun Garel sedikit merubah gaya bicaranya yang diawal menggunakan saya berubah menjadi aku.
Viena yang hendak berbica tak jadi berbicara lantaran Garel sudah medahuluinya dengan cercaan.
"kenapa? Apa tidak boleh?" uajar Garel mencerca Viena.
Sungguh Viena kesal dengan lelaki yang sedang berbicara dengannya itu, seakan akan Vieba tidak memenuhi pesan keinginan suaminya itu, padahal tanpa disuruh pun Viena sudah berniat untuk membelikan makanan untuk suaminya dan dirinya.
Sebagai bentuk melayani suaminya Viena tidak perlu disuruh apa lagi dipaksa, Viena pasti akan melakukan dengan senang hati meski hubungan pernikahan mereka belum jelas aama sekali.
Namun mendnegar cercaan Garel, lagi-lagi Viena tidak ingin mengekuarkan kata kata apapun, untuk mempermasalahakan yang menurutnya tidak penting.
Bagi Viena kosa kata yang keluar dari mulutnya terlalu berharga jika digunakan untuk berdebat yang tidak penting.
Viena berlalu begitu saja tanpa menjawab ucapan Garel.
"Dasar cewek planet, ngapain juga kakek suka banget sama tu cewek planet" ujarnya kesal melihat sikap Viena acuh ta acuh itu.
Ia merasa kesal amaf kesal dengan Viena, selama ini tidak ada yang bersikap abai seperti Viena padanya tadi, semua akan begitu memuja dirinya tapi itu semua tidak ia dapatkan dari Viena yang mana sudah menjadi istrinya itu.
"Aaah" pekik Garel kesal, setelah ia sadar dan bergumam "aku lupa" lanjutnya berucap pada diringa sendiri lalu merogoh saku celananya mengambil ponsel miliknya.
Ia menggeser layar mencair kontak seseorang lalu menggeser tombol hijau, memanggil dan berdering.
📱"hallo, sayang?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
sakura
..
2023-11-01
0