"Tunggu, ada yang ingin saya bicarakan" ucap pria berusia 28 tahun itu dengan nada ketus miliknya, yang tak lain pemilik nama Garel Gebriel Az-Zardan.
Langkah gadis berusia 24 tahun itu terhenti mana kala Garel berbicara, lantaran tidak ada siapapun selain mereka berdua saja disana, ia membalikan tubuhnya menghadap Garel.
"Eemmh?" sahut gadis berusia 24 tahun itu dengan deheman yang terdengar malas meladeni pria yang ketus di depannya itu.
"Viena Andriana Saffana?" tutur pria itu menyebut nama lengkap gadia 24 tahun itu, ia bingung harus menyebut gadis yang baru saja berstatus istrinya itu dengan sebutan apa.
"Fana, panggil saja Fana" sahut Viena yang kerap di panggil Fana itu di dalam keluarganya, dan Viena mengerti kebingungan Garel.
"Fana" Gumam Garel, sementara Viena sudah melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti oleh Garel.
"Tunggu!!!" tiba tiba Garel mengeraskan suaranya agar Viena berhenti.
"Apa lagi?bukankah kakak juga lelah, lebih bakk ngobrolnya di kamar saja" sahut Viena berusaha setenang mungkin dan sedikit lebih banyak berbicara dari kebiasaannya.
Namun meihat Garel tidak ada peka pekanya membuat Viena harus mengeluarkan banyak kosakata untuk mengutarakan apa yang ia pikirkan.
Selain Viena memikirkan Gare lelah, sebenarnya Viena sendiri yang sudah lelah mengenai apa yang terjadi hari ini.
"Saya ingin kita tidur terpisah dan jangan berharap hubunga kita seperti suami istri pada umunya" ucap Garel ketus tanpa memikirkan perasaan istrinya Viena sama sekali.
"Oooh itu yang ingin dibicarakan" ucap Viena santai menanggapi ucapan Garel seakan ia tidak mempermasalahkan suaminya itu.
Lalu Viena meraih gagang pintu kamar yang hendak di masukinya itu.
Wajah Viena memang terlihat santai dan baik-baik saja, namun siapa tahu di dalam hati sana sangat teriris dengan ucapan pria yang sudah berstatus suami baginya itu.
Ironis, ya itu kata yang sangat cocok untuk hubungan sepasang pengantin baru itu, sungguh ironis.
Viena pernah berharap bisa menikah dengan orang yang ia cintai dan mencintainya tapi ia malah terjebak dengab perjodohan dadakan.
Viena berharap pernikahannya yang terkesan mendadak itu bisa menjadi pernikahab yang harmonis meski tanpa ada cinta di keduanya.
Namun semuanya terasa sirna setelah melihat dan mendengar tutur suaminya yang enggan untuk itu semua.
Selain memenuhi keinginan suaminya, Viena bisa apa karna semuanya tidak akan bisa dipaksa.
Garel yang hanya mendapat respons di luar dugaannya, yang Garel kira istrinya itu akan memelas kasih sayang dan memohon mohon agar dicintainya untuk menjalani pernikahan yang selayaknya.
"Apa lagi?" Tanya Viena pada Garel yang tiba-tiba memasuki kamar yang sudah dulu Viena masuki, mengingat ucapan suaminya yang meminta untuk tidur secara berpisah memvuat Viena bertanya maksud suaminga berada dikamar yang smaa dengannya itu.
"Saya ingin kita tidur berpisah" ucap Garel kesal
"aku mengerti" sahut Viena, tentu Viena ingat permintaab dari suaminya itu.
"Saya yang akan menepati kamar inu, kamu tidur di kamar lain" ucap Garel seenak jidad, seakan perintah bagi Viena.
Viena yang notabenya sangat suka dengan ruang kamar yang luas, tentu Viena keberatan jika harus ke kamar yang lebih kecil.
Viena sangat tahu jika di rumah ini hanya kamar yang itu saja yang memiliki ruang yang lebih luas dari kamar yang lainnya, informasi itu Viena dapatkan dari kakek suaminya, yang tak lain kakek Garel.
"Tidak" tolak Viena singkat jelas dan bisa dimengerti jika ia menolak keras keinginan suaminya.
Viena merebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk dihadapan Garel, mengisyaratkan bahwa dirinya tidak akan menyerahkan kamar itu pada Garel.
Melihat sekilas karakter suaminya yang enggan mengalah padanya membuat Viena ikut enggan mengalah pada Garel, suaminya sepertinya akan berbut sesuka hati jika ia terus mengalah.
Dengan kesal Garel menarik kopernya melangkah kr kamar sebelah yang ukurannya lebih kecil dari kamar Viena.
Rumah yang ditepati Viena dan Garel adalah rumah pemberian dari kakek Garel sebagai hadiah pernihakan keduanya.
Bagitupun pernikahan dadakan itu terjadi juga atas dasar keinginan kakeknya Garel yang amat menyayangi Viena dari awal pertemuan yang tidak terduga.
Viena gadia yang tidak banyak mengeluarkan kosakata dalam ucapannya itu mampu menarik perhatian kakeknya Garel, dengan sikap penyayang dan rasa peduli Viena.
Sehingga menjodohkan Garel dengan Viena adalah impian kakeknya Garel.
Mendatangkan rumah keluarga Viena dengan disambut hangat oleh keluarga Viena yang tidak lain ayah garel dan ayah Viena bersahabat semenjak bangku SMA.
Sehingga ayah Viena menyambut niat kedatangan keluarga Garel dengan baik berdasarkan persahabatan ayah Viena dan ayah Garel sangat dekat bahkan kakeknya Garel sudah menganggap ayah Viena seperti anaknya sendiri.
Viena amat menolak perjodohan itu diawalnya, tapi disiis lain Viena adalah gadis yang tidak banyak berkomentar sehingga ia menerima apa yang sudah menjadi keputusan keluarga.
Viena juga bukan gadis pembangkang meski ia sering disebut keras lantaran dari sisi berbicara Viena hanya menjawab sesingkat singkatnya apabila tidak penting dijelaskan dengan kata yang panjang dan hasilnga sama pendeknya.
Dengan itu Viena tidak ambil pusing dan berharap jika apa yang sudah direstui keluarganya adalah pilihan terbaik dan sesuai harapannya,
Sementara Garel tidak memiliki kuasa apa apa jika sudah berhadapan dengan sang kakek, apa bila ia menentang keinginan kakek, bisa jadi warisan itu tidak jatuh ketangannya, dengan itu Garel tidak bisa menolak perjodohan yang terkesan mendadak itu.
Dikamarnya, Viena menatap pintu yang sudah tertutup rapat setelah peninggalan Garel dengan perasaan hambar.
Raut wajah Viena sendu, mana kala kehadirannya yang tidak diinginkan oleh suaminya sendiri, Viena sadar jika suaminya tidak mencintainya smaa seperti dirinya yang juga belum mencintai suaminya sama sekali, tapi cara Garel menyikapi semua ini membuat hati Viena berdenyut nyeri.
Dalam hati kecil Viena ia tidak ingin hal itu terjadi dalam rumah tangganya.
Harapan Viena runtuh seketika, bisa menjalai rumah tangga yang harmonis.
Krreeuukk (suara perut keroncongan)
Malampun tak terasa sudah tiba, perut Viena seakan meminta untuk segera diisi.
Mendengar gendmagan dari perutnya, Viena melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya, menuruni anak tangga menuju kearah dapur.
Sebelum turun dari Viena menyempatkan melirik kearah pintu kamar Garel yang masih tertutup rapat, entah ada orangnya atau tidak ada Viena tidak tahu.
Viena tidak begitu memeperdulikan Garel ada atau tidak di dalam kamar itu, yang mana sekarang pikiran Viena bertujuan ke arah dapur untuk menyiapkan makan malam terlebih dahulu baru setelah itu mendatangi Garel di kamarnya.
Sesampainya didapur mata Viena membelak sempurna saat melihat kulkas dan seisian dapur kosong, hanya dihiasi dan diisi perabotan dapur yang masih baru.
"Huhh" Viena menghela nafas kasar seraya menepuk jidadnya, ia baru ingat bahwa rumah ini baru dan baru dihuni oleh Viena dan Garel saja.
Jadi tidak ada siapapun yang menyediakan makanan dikulkas sehingga wajar saja jika tidak ada sedikitpun makanan atau sayuran yang bjsa dimasak.
Karena sudah lapar Viena kembali ke kamarnya untuk mengambil dompet mikiknya, yang berisikan uang ches dan card yang biasa ia gunakan sebelum menikah denagn Garel, tentu itu miliknya dari ayah tercinta dan Viena juga memikiki penghasilan sendiri dari hasik kerjanya selama setahun penuh ini.
Meski kekayaan ayah Viena tidak jauh berbeda dengan keluarga Garel tapi Viena sangat mandiri, sehingga apa apa Viena usahakan sendiri dan tentunya dengan usahanya sendiri.
Karna sudah siao dengan penampilan serta dompetnya, Viena pun melangkah keluar ta lupa membawa kunci mobil tentu mobil pribadinya.
"mau ke mana?" tanya Garel yang muncul secara tiba tiba dari arah pintu kamarnya.
"Cari makan" jawab Viena singkat begitulah Viena.
"Tadi aku lihat ada nasi goreng, belikan aku nasi goreng itu" ujar Garel terkesan memerintah namun Garel sedikit merubah gaya bicaranya yang diawal menggunakan saya berubah menjadi aku.
Viena yang hendak berbica tak jadi berbicara lantaran Garel sudah medahuluinya dengan cercaan.
"kenapa? Apa tidak boleh?" uajar Garel mencerca Viena.
Sungguh Viena kesal dengan lelaki yang sedang berbicara dengannya itu, seakan akan Vieba tidak memenuhi pesan keinginan suaminya itu, padahal tanpa disuruh pun Viena sudah berniat untuk membelikan makanan untuk suaminya dan dirinya.
Sebagai bentuk melayani suaminya Viena tidak perlu disuruh apa lagi dipaksa, Viena pasti akan melakukan dengan senang hati meski hubungan pernikahan mereka belum jelas aama sekali.
Namun mendnegar cercaan Garel, lagi-lagi Viena tidak ingin mengekuarkan kata kata apapun, untuk mempermasalahakan yang menurutnya tidak penting.
Bagi Viena kosa kata yang keluar dari mulutnya terlalu berharga jika digunakan untuk berdebat yang tidak penting.
Viena berlalu begitu saja tanpa menjawab ucapan Garel.
"Dasar cewek planet, ngapain juga kakek suka banget sama tu cewek planet" ujarnya kesal melihat sikap Viena acuh ta acuh itu.
Ia merasa kesal amaf kesal dengan Viena, selama ini tidak ada yang bersikap abai seperti Viena padanya tadi, semua akan begitu memuja dirinya tapi itu semua tidak ia dapatkan dari Viena yang mana sudah menjadi istrinya itu.
"Aaah" pekik Garel kesal, setelah ia sadar dan bergumam "aku lupa" lanjutnya berucap pada diringa sendiri lalu merogoh saku celananya mengambil ponsel miliknya.
Ia menggeser layar mencair kontak seseorang lalu menggeser tombol hijau, memanggil dan berdering.
📱"hallo, sayang?"
📱"hallo, sayang? Maaf ya baru bisa menghubungin kamu" ucap Garel lembut pada seseorang di seberangan panggilan suara itu, dengan sebutan sayang.
Iya, seseorang yang disebut dengan sebutan sayang oleh Garel merupakan kekasihnya, bahkan hubungan keduanya sudah 3 tahun lamanya.
📱"iya enggak apa-apa yang, tapi temanin ke Mall , ya?" pinta kekasih Garel dengab nada manja dan sedikit dengan suara mayinnya.
📱"tapi aku masih caoek sayang, besok aja ya?" pinta Garel yang memang adanya, ia sangat lelah dengan drama hari itu.
📱"ya udah, enggak usah hubungin aku lagi" ucap kekasih Garel dengan suara ngambeknya, tentu jika sudah begitu Garel tidak bisa menolak keinginan kekasihnya itu.
📱"jangan ngambek gitu doong, ya udah aku ke sana. 30 menit lagi smapai" akhirnya menyikapi kekasihnya dengan mengalah.
📱"gitu dong" ucap kekasih Garel lalu mematikan panggilan suara secara sepihak.
Tut tut (panggilan suarapun berakhir)
"Kebiasaan" ucao Garel pada ponselnha yang suah tidak terhubung lagi, Garel sudah hafal jika dalam mode ngambek kekasihnya itu memikiki kebiasaan mematikan panggilan sepihak hingga keinginannya dipenuhi maka baru selesai ngambeknya.
Tapi mau bagaimanapun Garel sangat mencintai kekasihnga itu, bahkan sekarang Garel melupakan status dirinya sebagai suami orang lain.
Di Apertement
Lain cerita dengan seorang wanita yang kegirangab setelah mengakhiri panggila dengan kekasihnya yang selalu memanjakannya dengan harta yang berlimpah dan ia juga selalu mendapatkan kasih sayang dan ekhangatan dari pria yang selalu menemani harinya terutama menghiasi hari harinya di apertement yang tak lain suaminya sendiri.
"belikan aku baju baru dong, yang. Besok aku mau kumpul-kumpul" ucap suami wanita itu dengan manja pada wanitanya
"sekalian bawa makamam juga ya, aku lapar"pinta suaminya yang masih melingkarkan kedua tangannya dipinggul sang istri.
Ia tahu sang istri memiliki.kekasih diluar sana, tapi ia tidak perduli selama sang istri hanya menghangatkan dirinya seorang dan tentunya ia mendapatkan keuntungan dari hubungan istrinya itu yang tak lain uang mengakir tanpa perlu ia berkerja keras.
"tentu sayang" sahut gadis itu laku mengcup sekilas bibir suaminya.
Cup, kecupan sekilas itupun membuat hati suaminya membunga bunga.
"sekarang lepas dulu, aku mau siap-siap" ucap wanita itu sembari meleraikan pekukan hangt dari suami tercinta.
"emmh" suaminya pun terpaksa melepaskan istri tercinta namun ada secuil kebahagiaan diwajahnya, yang diiringi iming iming terhujudkan keinginannya yang ia raih dari memanfaatkan kekasih istrinya.
Bodoh ya pria bodoh, itulah yang ada dalam pikiran pria itu menggambarkan kekasih istrinya yang secara tidak langsung menggambarkan dirinya sendiri, yang bodohnya dirinya ingin berbagi wanita demi kehidupan yang nyaman.
Istrinya yang dicium dengan mesra dan dirangkul begitu mesera oleh orang lain ia biarkan begitu saja, kalau bukan bodoh lalu apa?.
Sedangkan Garel harus menunda waktu istirahatnya dan menumouk rasa lelahnya demj sang kekasih dan bersiap-siap untuk menjemput sang kekasih.
Heran bahkan lupa jika perutnya yang tadi sangat mnginginkan nasi goreng pun sudah tidak ia perdulikan lagi.
lain cerita dengan Viena, ia harus mencari di mana warung nasi gorel berada, Viena tidak begitu tahu loksi dan dimana warung nasi goreng itu karna ia baru pindah di seputaran sana.
Cukup lama Viena memperhatikan penjual yang ada dipinggiran jalan, menyelusuri tempat penjual nasi goreng pad akhirnya Viena menemukan warung yang dimaksud.
Karna tidak mau berlama-lama Viena tidak hanya memesan nasi goreng untuk Garel saja melainkan untuk dirinya juga.
"dua bu, Dibungkus" pesan Viena singkat pada ibu penjual nasi goreng.
"iya dek, ditunggu dulu ya" sahut ibu itu lembut.
"iya" jawab Viena seperti biasanya, yang amat singkat dan sesingkat mungkin jika berbicara.
"anak muda jaman sekarang" gumam ibu penjual nasi goreng memprotes jawaban Viena yang mana menurut penjual nasi goreng itu tidak sopan Jika Viena menjawab sesingkat itu pada ibu ibu seumuran dirinya.
Padahal jika didengar dari nada bicara Viena ia tidak ketus sama sekali hanya saja Viena pelit kosa kata saja.
Sebenarnya Viena mendengarkan gumaman ibu penjual nasi goreng itu yang berkomentar tentang dirinya, akan tetapi Viena yang tidak ingin banyak bicara itu membiarkan ibu itu berasumsi apapun tentang dirinya, toh enggak ada gunanya Viena mempermasalahkan itu semua.
Sembari menunggu pesanan, Viena menggulir gulir layar ponselnya untuk menghilangkan rasa bosan selama nasi goreng pesanannya dibuat.
"ini dek, nasi gorengnya" ucao ibu penjual nasi goreng itu, membuat fokus Viena teralihkan kearah tangan ibu penjual nasi goreng yang sedang menyodorkan dua porsi nasi goreng.
"Berapa bu?" tanya Viena
"30rb dek" jawab ibu itu
"ini, terima kasih bu" ucap Viena seraya memberikan uang pada ibu penjual nasi goreng itu dan setelah itu Viena bergegas pergi tanpa menunggu jawaban sama-sama dari pemilik warung nasi gorebg itu.
"kembaliannya dek" seru ibu itu pada Viena, Viena pun menghentikan langkahnya.
"1 porsi, untuk adek itu bu" pinta Viena sembari menunjukan telunjuknya kearah anak remaja yang terlihat lebih muda darinya itu.
Mata ibu penjual nasi goreng itu melihat kearah tangan Viena yang tak lain kearah remaja yang sedang memungut sisa botol botol kosong.
Lalu Viena kembali melanjutkan langkahnga yang sempat tertunda.
"baik juga" gumam ibu itu lalu tersenyum dan tidak lupa ia memanggil remaja yang dimaksud Viena.
"Hey,...kamh. kemarilah" sapa ibu penjual nasi goreng itu kepada remaja pengulung itu.
"apa ibu memanggil saya?" tanya remaja itu seraya masih memperhatikan Viena yang mulai menjauh dengan mobilnya.
"iya, perempuan tadi membayarkan nasi goreng untukmu, tunggulah akan saya buatkan" pinta ibu penjual nasi goreng kepada remaja pengulung itu.
Tentu tibanya Viena di rumahlebih cepat, bertimbang terbalik dengan keberangkatannya ke pewarung nasi goreng.
Tentu itu semua terkendala oleh pencarian terlebih dahulu.
Raut wajah Viena jadi tenang karna sudah tidak sabar lagi mengisi perutnya yang sendari tadi minta diisi.
Didepan pintu Viena berpasan dengan Garel sang suami yang sudah mengenakan stell yang rapi.
"kemana? Nasi go.." ucap Viena terpotong.
"aku makan di luar, nasi gorengnya makan saja buat kamu atau buang saja" ucap Garel enteng dan dengan enaknya ia mengatakan harus membuang nasi goreng yang susah susah Viena cari, seandainya jika bukan keinginan suaminya sudah pasti Viena mampir kewarung yang lebih dekat dari pada warung nasi goreng tadi.
Tapi Viena lagi lagi tidak mempermasalahkan tentu jika ia mempermasalahkan itu akan menguras kosa kata.
Lagi lagi itulah Viena.
Namun Viena memberanikan diri untuk bertanya.
"jam berapa pulang?" tanyanya Viena tidak ingin suasana rumah tangganya kaku, jika belum bisa menerima satu sama lain setidaknya tidak membuat rumah serasa tidak nyaman karna saling abai satu smaa lain.
"bukan urusanmu" jawab Garel ketus lalu meninggalkan Viena yang menatap punggung Garel dengan wajah heran.
Gimana tidak heran, Viena bertanya baik-baik malah rmndapatkan jawaban ketus dari Garel, toh Viena juga sudah lapar jadi lebih baik ia mengurus dirinya sendiri.
Viena segera menuju dapur mengambil dua piring dan memindahkan dua porsi nasi goreng tadi kemasing-masing piring tentunya.
Satunya Viena lahap hingga habis tak tersisa sedikitpun dan satu piringnya lagi Viena letakan dimeja dengan ditutup rapi tanpa berminat memakannya apa lagi membuang nasi goreng itu sesuai apa yang dikatakan suaminya.
Usai makan tidak lupa Viena merapikan kembali meja makan dan membersihkan sisa makanannya.
Setelah urusan perut dan dapur Viena kembali ke kamarnya.
Viena memperhatikan seisi kamatnya yang belum terisi sama sekali.
"kosong" gumam Viena
Ya kamar yang Viena tepati sekarang masih kosong seperti yang dialami Viena mulai dari hari lernikahannha terjadi.
Biasanya Viena selalu mendengar teguran dan nasehat ayah dan kakaknya.
Tapi mulai ini Viena harus menghadapi satu suara suaminya yang entah setiap untaian katanya berdasarkan apa, namun terdengar ketus.
Dreet dreet
Suara panggilan masuk mengalihkan perhatian Viena kearah layar ponsel dan tertera disana nama kontak yang tidak asing.
📱"eemmzh?" dehem Viena seakan bertanya pada seseorang di balik layar sana.
📱"VII..." terika seseorang di seberangan sana "aku dengar kamu menikah? Benarkah Vi? Siapa pria yang menjadi suamimu? Orang mana? Orang kaya?" Cerca seseorang dengan banyak pertannhaan, bahkan Viena belum bisa menjawab satupun pertannyaan dari orang itu.
📱"AGELIA ANDRIN" teriak Vjena balik setelah mendapatkan pertannyaan yang menuritnya tidak tahu kapan akan berhenti pertannyaan dari sahabatnya itu.
Iya nama yang disebut Viena merupakan sahabat dekat Viena.
📱"iya VIENA ANDRIANA SAFFANA" teriak Agelia tidak kalah keras dengan menyebut nama lengkap sahabatnya.
📱"Satu-satu" ucap Viena pelan.
📱"iya iya satu-satu, hehehe" sahut Agelia cengengesan di balik layar sana.
Agelia dan Viena bersahabat sudah cukup lama, jadi ia sangat kenal dengan sahabatnya itu yang sangat tidak suka menjawab satupun pertannyaan borongan seperti tadi meski sebenarnya Viena menangkap semua pertannyaaan itu.
📱"kamu benaran sudah menikah?" tanya Agelia serius.
📱"emmh" jawab Viena seperti biasanya hanya dengan deheman saja.
📱"kamu jahat Vi" ucap Agelia lesu dan hanya bisa menggambarkan satu kata itu untuk sahabatnya itu, jangan di tanya pasti Agelia kecewa pada sahabatnya sendiri yang tidak mengabari tentang pernikahan Viena.
📱"eemmh" lagi lagi Viena hanya bisa mrngiyakan sahabatnya itu dengan deheman saja.
Dilubik hati Viena yang paling dalam ia juga merasa bersalah pada Agelia sahabatnya itu.
jika bukan karna kedatangan keluarga kakek Zirda Az Zardan yang tak lain kakeknya Garel secara tiba tiba semuanya tidak akan terjadi.
Tapi mau bagaimana lagi, itu semua.suda menjadi takdirnya.
📱"kamu enggak mau ngomong apa apa sama aku Vi?" Tanya Agelia tidak habis pikir sama sahabatnya itu, ia berharap sahabatnya itu mengatakan maaf karna tidak mengundangnya dan sama sekali tidak mengabarinya namun hati kecil Agelia membawa ia untuk berpikir jernih, jika Viena sahabatnya itu pasti memiliki alasan sendiri yang belum ia ketahui.
📱"Li,..Maaf, aku terpaksa menikah dadakan semalam" ucap Viena sesal karna tidak mengabark sahabatnya itu. "Li..maaf?" sambung Viena mengulangi permintaan maafnya.
📱"iya, tapi kamu harus jelasin, besok kita ketemh, oke?" tekan Agelia agar tidak ada penolakan dari Viena.
📱"oke, tempat biasa" sahut Viena tanpa ada penolakan sama sekali.
Mau bagaimanapun Viena juga tidak dianggap istri oleh suaminya sendir, jadi wajar saja Viena tidak berpikir untuk mendapatkan izin dari suaminya.
📱"tapi kamu enggak itukan?" Tanya Agelia menggantung namun Viena memahami ke mana arah pertanyaan Agelia.
📱"enggak Li" jawab Viena
📱"lalu kamu nikah siri?" tanya Agelia lagi.
📱"Ku nikah secara Agama dan negara, Agelia"ucap Viena mnegerti maksud sahabatnya itu, yang mungkin terkadang hanya dimengerti antar Viena dan Agelia saja.
📱"aah syukurlah" meski kecewa Agelia tidak ingin jika pernikahan sahabatnya itu hanya pernikahan siri dan amat disayangi apa lagi Agelia tahu jika Viena adalah anak orang yang kaya raya di dikotanya setelah keluarga Az Zardan.
📱"terus siapa suami mu?" tanya Agelia Agelia yang memang dipenuhi pertannyaan di kepalanya itu, namun mengingat Viena harus ditanya satu persatu, maka ia juga harus bersabar dalam bertanya.
📱"cucu kakek Zirdan" jawab Viena menyebutkan nama kaleknya Garel.
📱"kakek yang kamu tolong waktu itu?" tanya Agelia memastikan apakah kakek yang dimaksud Viena adalah kakek yang oernah ditolong Viena beberapa minggu yang lalu.
Semenjak insidenct itulah Viena sudah diyakini kakrk Zirdan cocok menjadi jodoh Garel cucuknya kakek Zirdan.
📱"iya, ternyata kakek Zirdan keluarga Az Zardan" jelas Viena singkat karna pasti mengenali keluarga terpandamg itu yang sudah menyebar di mana mana jika keluarga Az Zardan hanya memiliki saty satunya cucu pewaris keluarga, dalam arti Garel adalah pewaris tunggal keluarga Az Zardan.
📱"maksudmu, Ga,..Garel Gebriel Az-Zardan" cerocos Agelia tak percaya.
📱"emmh"
📱"waah waah benar sesuatu kamu Vi" ucap Agelia.
Penuh tanda tanya diotak Agelia mengenai kisah pernikahan sahabatnya yang terkesan tiba-tiba itu dan makin membuat Agelia bertanya-tanya dan sedikit mempercayai pria yang menjadi suami sahabatnya itu adalah Garel Gebriel Az-Zardan.
Keluarga Az-Zardan memang salah satu keluarga terpandang yang memiliki pewaris tunggal yaitu Garel suaminya Viena.
Garel merupakan pria idaman para perempuan perempuan di luaran sana, tidak hanya itu saja, selain kekayaan yang sudah tidak diragukan lagi Garel juga memiliki paras yang tampan, sudah pasti perempuan perempuan luaran sana tidak menolak jika disandingkan dengan Garel yang memang sudah paket komplit bagi orang orang tapi tidak dengan cara pandang Viena Andriana Saffana.
Viena Andriana Saffana yang juga terlahir dari keluarga terpandnag ia tidak peduli dengan yang namanya tahta termasuk pria yang bertahta sebagai suaminya itu yang menjadi perbincangan perempuan-perempuan luaran sana tidak akan sama dengan penilaian Viena yang menatap Garel pria biasa biasa saja apa lagi setelah menjadi suaminya, Viena tidak melihat kebaikan yang orang kagum kagumkan diri Garel.
📱"Besok lagi ceritanya, ya Li?" pinta Viena lembut, Viena tidak ingin Agelia akan kecewa lagi padanya.
📱"oke, babayy" ucap Agelia tanpa protes sama sekali toh besok mereka akan bertemu, jadi akan lebih leluasa bertanya pada Viena bukan.
Panghilan itupun berakhir.
Viena meletakan lembali ponsel miliknya di atas nakas dan dan menuju ke kamar mandi.
Sebelum Agelia menelponnya Viena memang belum membersihkan diri seprti gosok gigi sebelum tidur.
"Segar" gumam Viena atas dirinya sendiri yang merasa sudah lebih nyaman sehabis membersihkan diri.
Setelah membersihkan diri Viena merebahkan diri diatas kasur empuknya dan memejamkan matanya tanpa harus menunggu Garel pulang, toh Garel tidak mengharapkan itu dari dirinya.
Di tempat berbeda Garel yang sudah amat lelah memenuhi keinginan kekasihnya itu, masih tetap berkeliling di Mall menemai kekasihnya yang banyak maunya itu seakan Garel tidak sadar jika dirinya sudah berstatus suami dari perempuan lain.
"Yang, mau beli baju lagi ya?" wanita itu bergelanjut manja di lengan kekar Garl, meminta persetujuan dari Garel.
"iya sayang, habis itu kita pulang ya, kan udah lama juga kita di jalan-jalannya" ucap Garel lembut selembut lembutnya berbeda saat ia berbicara dengan Viena yang terdengar ketus tidak ada lembut lembutnya.
"apa kamu enggak sabar lagi mau ketemu sama istrimu itu" tuduh wanita itu dengan nada kesal.
"Bukan gitu sayang, seharian ini lelah aku belum cukup istirahat" ucap Garel beralasan, tentu Garel tidak terima tuduhan kekasihnya itu, apa lagi istrinya itu adalah peremouan planet yang tidak menarik sama sekali di mata Garel.
"yakin?" tanya wanita itu serius
"iya sayang, ya udah biar kamu senang, kamu boleb beli baju yang banyak, asal kamu senang" bujuk Garel
"benaran yang?" tanya wanuta itu kegirangan.
Senang bukan main, rencananya hanya membeli sedikit saja malah dapat banyakkan itu surga banget buat dirinya.
"iya yang, masa aku bohong, tapi jangan lama lama ya, aku capek banget" ucap Garel dengan senyum mansinya dna tidak lupa ia mengulangi keinginannya untuk segera menyudahi berbelanja itu dengan cepat.
Sudah mendapat rambu rambu lalu lintas, tidak akan disia siakan begitu saja oleh wanita itu.
"yang, yang ini?" serunya menunjuk dresa terbuka di depannya.
"iya ambil aja" ucap garel masih dengan senyim manisnya, Garel memang royal pada kekasihnya itu, apapun akan ia penuhi asal kekasihnya itu tidak marah padanya.
Pelayan yang ada di Mall itu bergosip dan melontarkan pujian mengenai Garel yang setia menemai kekasih pujaan untuk berbelanja.
Orang-orang tidak tahh jika itu Garel Gebriel Az-Zardan, jkka tahu mereka sudah memfoto Garel sebagai berita terkini.
Siapa yang tidak kenal dengan Garel, sejagat raya pasti mengenalnya yang terkenal di berita berita sebagai lewaris tunggal dan memiliki ketampanan yang sangat rupawan, tapi lain cerita dengan Garel yang ada di Mall atau sedang bersama kekasihnya ia akan selalu menutupi wajahnya dengan topi ataupun masker agar tidak terlihat dengan jelas orlh orang-orang.
Hal itu selalu ia lakukan jika bersama dengan kekasihnya karna status hubungan merekapun disembunyikan dari media dan keluarga Az-Zardan semenjak awal.
Kekasihnya tidak mempermasalahkan itu, ya wajar saja ia tidak mempermasalahkan itu karna yang ada ia hanya menginginkan yang lain dari Garel bukan ketampanan saja.
"makasih ya, tapi aku masih mau lagi, bolehkan?" tanya wanita itu mengabaikan ucapan Garel sebelumnya yang ingin segera pulang.
"iya" jawba Garel tidak bisa menolak.
"yang aku mah ini ya? Dua?" tunjuk kekasih Garel pada dua pakaian pria.
"enggak usah yang, kan baju aku banyak, masih banyak juga yang baru" ucap Garel mengira jika baju itu untuk dirinya.
"aku bukan mau beli buat kamu, yang" ucap kekasih Garel mampu membuat sebelah alis Garel terangkat ke atas penuh keheranan.
"Buat hadiah ulang tahun kakak sepupu aku yang, dia ulang tahun tapi maunya baju, bolehkan?" sambung wanita itu dengan nada manjanya.
Garel hanya menganggukkan kepala tanpa meragukan kakak sepupu dari kekasihnya itu.
Lagi-lagi kekasih Garel tersenyum girang mendapatkan prilaku baik dari Garel, selama ini Garel tidak mempermasalahkan pria yang disebut sepupu itu.
"Sudah ya, yang. Capek" keluh Garel Setelah lama memilih dua pakaian pria namun masih dengan nada lembut miliknya.
Garel benar-benar kelelahan.
"iya yang, makasih banyak yang" ucap Wanita itu lembut
"Tapj awas kamu yang, main dibelakang aku sama perempuan itu" ancam wanita itu kemudian, ya memang kekasih Garel mengetahui pernikahaan Garel dengan Viena dan ia tidak mempermasalahkan itu asal Garel tetap menjadi kekasihnya tentunya tidak berpaling darinya.
"iya sayang, kita nikah tapi enggak sekamar juga kok, jadi jangan marah gitu doong" jelas Garel pada kekasihnya itu.
"ayok, di bayar dulu" sambung Garel mengajak kekasihnga itu untuk segera membayar pelanjaan.
Setelah mengabtar kekasihnya Garel pun kembalj kerumahnya, ada rasa bersyukur di hati Garel ia menepati rumah pemberian kakeknha itu, kalau tidak mana mungkin Garel bebas keluar bermain dengan kekasihnya dengab mudah jika harus tinggal bersama keluarga besar Az Zardan.
Cklek
Suara pintu rumah yang tidak terkunci hanya dalam posisi tertutup rapat saja.
Mata Garel tertuju ke arah soffa yang memperlihatkan sosok perempuan terlelap di atas soffa yang mana ditemanj obrolan suara TV yang terdengar asyik menyala seakan menggosipi perempuan yang sedang terlelap di atas soffa itu.
"Ceroboh" satu ucapan keluar dari mulut Garel mengomentari Viena yang terlelap di sembarnagan tempat.
Meski begitu Garel tidak memperdulikan Viena, ia membiarkan Viena terlelap di atas soffa.
Garel melewati Viena begitu saja menuju kamarnya yang berada di lantai atas bersebelahan dengan kamar Viena.
Garel membersihkan diri dikamar mandi yang berada di kamarnya, dlaam keadaan yang sudah bersih Garel sudah siap mengambkl posisi tidur.
Namun saat sudah diposisi yang tepat rasa ngantuk Garel tidak sesuai dengan matanya, yang tidak kunjung memejam dengan sempurna, itu semua sama halnya dengan apa yang dialami Viena sebelumnya.
Merasa gelisah dan sulit memejamkan mata di kamar yang baru pastinya berbeda dengan kamar yang sudah lama mereka tempati, makanya yang tadinya Viena bersiap tidur di kasur malah turun dan menonton film kesukaannya dan tanpa disadari ia pun terlelap di soffa.
Merasa gelisah di atas kasur dan belum juga terlelap mebuat tenggorokan Garel kering.
Tap tap
Suara langkah kaki Garel menuruni anak tangga yang terdengar dnegan jelas di tengah kesunyian malam di rumah seluas itu.
Rasa haus yang dirasakan Garel membuat Garel meneguk dua gekas air penuh dan tanpa sengaja Garel menyenggol tutup piring sehingga memperlihatkan nasi goreng.
"kenapa dia masih menyimpannya? Apa dia berharap aku mau memakannya?" gumam Garel yang sbeenarnya Garel berbeda dengan Viena yang sudah terbiasa makan makanan yang ada di pinggiran jalan.
Tapi Garel tidak pernah, bahkan saat memsan ke Viena sebelumnya karna terbawa lapar, sehingga ia hanya asal menyebut nama makanan di pinggiran jalan yang memang ia baca sebelum pindah kerumah baru mereka itu.
Mengingat dirinya tadi hanya menemani kekaishnya shopping saja tanpa berhenti kerestoran membuat Garel lupa mengisi perutnya yang belum terisi, namun memikirkan nasi itu nasi gorengan yang ada di pinggiran jalan membuat Garel tidak berselera apa lagi Garel sudah meminum dua gelas air putih.
Setelah melihat nasi goreng itu garel melangkah ke arah soffa dan menjatuhkan tubuhnya di soffa yang bersebelahan dengan Viena tidur.
Ia mebgambil remot yang berada di genggaman Viena dengan pelan agar Viena tidak terbangun.
Garel mengganti surel kenomor pilihannya sendiri.
Namun setelah mencari cari kenomor pilihannya, ternyata malam ini tontonan yang biasa Garel tonton tidak tayang karna malam ini malam minggu, jadi salurab yang ingin ditonton Garel tidak ada.
Akhirnya Garel jadi lenasaran dengan film yang tadinya di tonton Viena, Garel memutar kembali film China yang bergendre romamsa.
"dasar aneh, film kayak gini disenangi, apaan juga actornya enggak seru, gitu aja lebay" protes Garel dengan isi film China yang ia tonton ituserta menggerutu menyebut film kesukaan Viena tidak sesuai untuknya.
Garel merasa tidak suka dengan film China yang terkesan lebay padahal ia tidak sadar saja jika ia dengan kekasihnya juga lebay bahkan sangat lebay.
Meski protes sebenarnya Garel menikmati alur ceritanga bahkan Garel tidak menggantikan saluran filmnya dan masih menonton film itu sekali kali meboleh ke arah Viena yang masih terlelap.
"cantik juga, tapi sayang cewek planet" gumam Garel sempat sempatnya mengatai Viena yang sedang tidur tentunya sama sekali tidak mengusik Garel apa lagi mendengar ucapan Garel.
Lama lama Garel terbuai dengan film romansa China itu dan terbawa suasana Garel emndekatkan diri semakin mendekat Viena.
Garel menatap wajah cantik Viena dengan jarak dekat, sehingga hembusan nafas Viena dapat dirasakan oleh Garel.
Cup.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!