Terjerat Cinta Wanita Malam
“Puaskan aku,” ucap seorang pria berusia tiga puluh tahun itu.
Matanya tidak lepas menatap lekat seorang wanita yang kini berdiri tepat di hadapannya dengan penuh rasa takut. Tubuhnya gemetar dengan jantung yang berdetak tidak karuan. Ini bukan pertama kalinya Ayana melayani seorang lelaki hidung belang. Namun, pria yang saat ini menjadi pelanggannya terlihat sangat mendominasi.
“Aku tidak sudi membayarmu jika aku tidak merasa puas,” ancamnya lagi yang semakin membuat Ayana menundukkan wajahnya.
Tidak, ia tidak boleh pulang tanpa uang sepeser pun. Besuk anaknya harus menjalani pengobatan karena sakit yang dideritanya sejak usia empat tahun itu.
“Baik, Pak,” kata Ayana masih dengan menyembunyikan wajah ayunya.
Arsyanendra Biantara, pria itu duduk sambil menyandarkan kepalanya di kepala ranjang. Mata bulatnya menatap penuh gairah pada wanita yang kini melepaskan pakaiannya satu per satu. Layaknya seekor singa yang lapar akan mangsanya, Arsya siap menerkam tubuh polos Ayana saat ini.
Kulit putih dengan tinggi seratus enam puluh tiga sentimeter itu benar-benar menggoda. Tubuh yang menawan dengan dua bukit kembar yang bulat sempurna sungguh luar biasa.
Pelan namun pasti, Ayana merangkak ke atas tempat tidur dengan tubuh polos yang menggoda. Menggigit bibir bawahnya menciptakan kesan sensualitas yang semakin menambah gairah pria yang saat ini menatapnya dengan lapar. Malam ini Ayana harus menjadi pihak yang agresif demi sejumlah uang yang sangat ia butuhkan.
Duduk di atas tubuh Arsya dengan jilatan di leher jenjang milik lelaki itu mampu membuat sang empunya pun mendesah pelan. Ayana menciptakan karya seni indahnya di sana, tidak hanya satu melainkan ada beberapa yang tergambar dengan jelas di leher milik Arsya.
Arsya menyunggingkan senyum menawannya, ia benar-benar dimanjakan dengan semua sentuhan wanita yang saat ini berusaha mendominasi tubuh kekarnya. “Lakukan lagi, aku suka,” gumam Arsya dengan suara rendahnya.
Ayana pun tidak mampu untuk menolak, wanita pemilik bibir tipis itu melakukan apa yang menjadi keinginan tamunya malam ini. Rambut Ayana yang digerai dengan indah itu begitu harum hingga menusuk indra penciuman Arsya. Pria itu menghirup dengan rakus aroma wangi Ayana yang sungguh memabukkan.
Menggunakan tangannya yang kekar, Arsya memindahkan tubuh mungil Ayana dengan sekali hentak. Mata Ayana melebar bersamaan dengan tangan Arsya yang sudah meraba punggung mulus Ayana. “Jika hanya seperti ini aku tidak mungkin bisa terpuaskan,” racau Arsya yang sebenarnya mencoba menahan gairah yang sudah memuncak.
“Ma-maaf,” cicitnya takut.
“Bukankah pelacur adalah pekerjaanmu? Bukankah ini bukan yang pertama untukmu? Harusnya kamu lebih mahir, bukan?” sindir Arsya yang tanpa sengaja telah melukai hati kecil Ayana.
Ayana mengatupkan bibirnya rapat, wanita itu mencoba menahan isakan yang keluar dari bibir tipisnya. Sungguh, ini bukan kemauannya. Takdir yang begitu jahat membuat Ayana terjun dalam dunia prostitusi.
Melihat wajah Ayana yang begitu sendu membuat Arsya menghentikan kegiatannya. Pria itu menjauhkan tubuhnya dari tubuh polos Ayana. Arsya mengamati wajah ayu yang sudah basah oleh bulir bening yang mengalir di kedua pipi Ayana.
“Pakai bajumu!” perintah Arsya yang kini beranjak dari ranjang. Pria itu merasa frustasi karena gairah yang sedari tadi ia tahan kini tidak bisa ia salurkan.
Ayana menggelengkan kepalanya, dengan cepat tangan mungil Ayana mencengkram tangan Arsya. Masih dengan mata yang dipenuhi bulir bening, Ayana berucap, “Saya akan berusaha. Berikan saya kesempatan sekali lagi. Saya butuh uang itu, Pak!” sergah Ayana sebelum Arsya meninggalkan dirinya.
Mendengar kalimat yang sarat akan keputusasaan dari Ayana membuat Arsya mengernyitkan dahinya. Arsya bukan hanya kali ini membayar seorang wanita untuk memuaskan hasratnya. Namun, menatap sepasang mata yang penuh kesungguhan itu membuat Arsya seakan tenggelam di sana.
“Kenapa?” tanya Arsya kembali menatap lekat wanita yang ada di depannya.
Ayana mengerjapkan matanya untuk mengurangi pandangan kabur karena air mata yang menumpuk di sudut matanya. “Aku harus membawa anakku ke rumah sakit besuk,” jawab Ayana dengan terisak.
Pria dengan tinggi seratus tujuh puluh tujuh sentimeter itu mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah dan membuangnya di atas ranjang. “Apa itu cukup?” ujar Arsya singkat.
Iris mata dengan warna coklat itu kini memancarkan kebahagiaan. Pada akhirnya Ayana memiliki uang untuk membawa El ke rumah sakit.
“Tapi saya belum melakukan tugas saya,” tutur Ayana seraya mengambil uang yang berserakan di atas ranjang.
“Tidak perlu.” Arsya meninggalkan Ayana sendirian dengan tangis yang masih dapat ia dengar saat keluar dari kamar yang seharusnya menjadi tempat mereka untuk melampiaskan hasrat.
***
Angin malam berhembus sangat kencang, membuat siapa pun yang berada di tengah malam ini dapat bergidik karena kedinginan. Ayana menaikkan selimut tebal yang membungkus tubuh El hingga perpotongan leher.
“Ibu,” panggil El saat pria cilik itu sedikit terganggu dengan pergerakan yang dilakukan oleh ibunya.
“ Iya, Sayang,” jawab Ayana seraya membelai rambut pendek El.
“Ibu kapan pulang?” tanya El mengerjapkan matanya berusaha menatap jelas sang ibu.
“Baru saja. El kembalilah tidur, besuk, kan, harus ke rumah sakit,” saran Ayana yang mendapatkan anggukan dari anak yang masih berusia lima tahun itu.
“Hm.” Gumaman dari El membawa anak itu kembali dalam mimpi indahnya.
Angin kembali berdesir dengan lembut menyapa kulit mulus Ayana. Dingin yang ia rasakan membuat wanita itu harus mengeratkan jaket yang masih terpasang di tubuh indahnya. Menantikan kepulangan sang suami di depan televisi sembari melihat berita yang politik yang jelas tidak ia mengerti.
Meski suara televisi mendominasi ruangan di mana Ayana berada, tetapi bayang-bayang pria yang menjadi tamunya malam ini masih teringat jelas dalam benak Ayana. Kulit tan dan juga mata tajamnya yang mampu mengintimidasi tidak bisa hilang dari pikiran Ayana.
Ayana tidak peduli jika pria itu tidak ingin bermain dengannya, sungguh ia malah merasa lega. Tanpa membuang tenaga ia bisa mendapatkan uang lebih banyak dari malam sebelumnya.
Suara pintu yang terbuka membuat Ayana menolehkan wajahnya. Mendapati sang suami yang baru saja memasuki rumah dengan wajah lesu. Radhitya berjalan dengan lemas dan duduk di samping istrinya, Ayana. “Hah ... lelah sekali,” keluh Radhitya seraya menyandarkan kepalanya sofa.
Ayana yang melihat wajah lelah Radhitya pun memijat bahu kekar suaminya dengan lembut. “Sudah makan?” tanya Ayana.
“Sudah. El mana?” Radhitya bertanya dengan memejamkan matanya berharap lelah yang ia rasa segera hilang.
“Sudah tidur,” jawab Ayana singkat.
Radhitya merubah posisinya menjadi duduk, menatap istri cantiknya dengan penuh rasa cinta. Tangan kanannya kemudian mengeluarkan sebuah dompet dari saku celana. Radhitya menghitung beberapa lembar uang sebelum akhirnya pria itu menyerahkan pada Ayana. “Mas hari ini hanya dapat segitu. Mas tahu ini kurang untuk biaya pengobatan El besuk,” sesal Radhitya.
Ayana menerima uang itu dengan senyum yang terpancar dari bibir tipisnya. Manis, sungguh manis.
“Terima kasih, Mas. Aku masih ada pelanggan beberapa,” ujar Ayana yang kemudian menyimpan uang pemberian Radhitya di sakunya.
Meski rasanya tidak mungkin jika Ayana memiliki uang simpanan, tetapi Radhitya enggan untuk bertanya dari mana ia mendapatkan uang itu. Elvano dapat berobat saja sudah cukup baginya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Maximilian Jenius
Selesai baca, aku langsung dapet mood bagus. Terima kasih thor!
2023-07-26
2
Elysia
Thor, kapan update selanjutnya?
2023-07-26
1
Enoch
Halaman profil author terlihat sepi, tolong sedikit perhatian untuk pembaca yang setia!
2023-07-26
1