Aku \= Januar Anggara
Hari ini aku berniat pergi kekampus meski tidak ada kelas. Mau bertemu april. Tapi April juga tidak ada kelas. Hmmm. Terus kenapa aku ke kampus? Haha. Soalnya tadi aku lihat ia membuat insta story sebuah foto meja meja yang berjajar yang aku yakin itu dikantin. Aku juga yakin foto itu ia ambil saat ini. Karena April anak yang jarang mengunggah foto, apalagi di insta story. Jadi jika dia membuat insta story, berarti ya itu yang terjadi sebenarnya. Karena itu, aku mau mengajaknya pergi. Siapa tahu dia sedang bosan.
Aku lekas pergi ke kampus untuk mengajak April makan ayam goreng. Haha. Sudah hampir tiap hari kami makan makanan itu. Kami tidak bosan, karena ketika kami makan berdua, yang penting itu bukan apa yang dimakan, tapi dengan siapa kita makan. Seperti aku. Jika aku makan ayam goreng terus menerus tapi bukan dengan april, aku juga bosan, malas, takut juga terus menimbun penyakit dengan makanan cepat saji. Tapi jika dengan April. Semuanya tak kupikirkan.
Aku menyimpan sepeda motorku di tempat parkir. Lalu turun dan mulai berjalan mencari April. Dan benar saja, dia sedang ada dikantin. Tapi sial, dia dengan seorang pria yang dari kemarin-kemarin membuatnya tersenyum bahagia. Sesak lagi. Mereka berdiri dari tempat duduk mereka, lalu berjalan keluar dari kantin. Dan otomatis mereka berpapasan denganku.
"Eh. Janu. Sedang apa?." Tanya April.
"Mmmm. Tidak tahu!." Jawabku aneh sekali.
"Eh. Ya sudah. Mau ikut kami jalan-jalan?"
"Tidak usah. Kalian pergi berdua aja."
"Kenapa?."
"Tidak apa apa. Eh Feby!" Teriakku pada Feby yang sedang melewati kami bertiga.
"Ada apa?"
"Hmmm. Tugas kita yang semalam....." aku mengajak Feby bicara sambil terus berjalan menjauhi April dan Fero.
Mereka berdua akhirnya pergi. Iya. Berdua saja. Aku sudah tahu sekarang. Aku memang cemburu. Aku tidak suka April dekat dengan yang lain. Meski waktu itu aku bilang tidak apa-apa jika dia punya pacar, asalkan dia tidak lupa terhadapku. Tapi sekarang rasanya lain. Aku cemburu melihatnya dengan pria itu.
***
Aku pergi ke tempat makan ayam goreng yang biasanya. Sebenarnya aku juga malas. Tapi kalau aku makan ayam goreng, siapa tahu April mau juga makan dan langsung berada dihadapanku. Tapi itu mustahil. Ya aku coba saja. Aku langsung masuk dan hendak memesan. April ternyata ada disana. Dugaanku benar. Tapi dia tetap dengan pria itu. Fero.
"Eh Janu. Ketemu lagi. Tadi diajak bilangnya tidak mau."
"April. Aku kira kamu tidak akan kesini."
"Fero. Tidak apa-apa ya, kalau janu ikut makan satu meja sama kita?." Tanya April pada Fero.
"Iya. tidak apa-apa kok." Fero menjawabnya dengan tersenyum meski aku tahu ia tidak suka.
Aku duduk dengan mereka berdua. Melihat mereka membicarakan apa-apa saja yang tidak mau kudengar. Andai aku bisa buta dan tuli untuk sejenak. Agar tak melihat dan mendengar apapun tentang mereka berdua. Rasanya sakit. Iya sakit. Tapi apa benar kata ibu bahwa aku itu mencintai april? Atau aku hanya takut kehilangan sahabat saja?. Kuharap yang terjadi adalah yang kedua. Karena jika aku mencintainya, aku takut jika dia tidak mencintaiku. Aku takut jika dia hanya ingin menjadi sahabatku saja.
Aku makan dengan cepat dan pergi dengan tergesa. Aku hanya bilang pada April bahwa ibu sudah menunggu. Dirumah aku duduk saja. Membaca buku. Tak ada kegiatan lain yang menggugah seleraku.
***
Malamnya April mengirim pesan padaku. Dia bilang dia sudah jadian dengan Fero. Secepat itu?. Iya. Cepat sekali. Mengalahkan kecepatan larinya citah dari kota bandung ke kota jakarta. Cepat sekali perasaan mereka tumbuh. Entah apa pupuk yang mereka gunakan.
Usai tahu mereka sudah menjadi pasangan, kau pasti tahu apa yang aku rasakan. Aku merasa kehilangan. Merasa bahwa apa yang aku butuhkan tidak lagi ada, merasa bahwa semuanya tidak akan lagi sama. Meski perasaanku begitu, aku akan selalu berpura-pura.
"Wah. Cepat sekali jadiannya. Selamat ya..."
"Hehe. Iya tadi tiba-tiba aja menyatakan perasaannya padaku. Aaaah. Mana mungkin aku bisa menolak..."
"Besok pulang kuliah mau kemana?."
"Mau nonton sama Fero. Kamu ikut saja."
"Tidak ah. Aku sedang banyak tugas. Melelahkan."
"Yah....."
Aku malas jika harus ikut mereka berdua. Memperhatikan mereka berdua mengumbar mesra, sementara aku hanya menahan luka sambil berharap sejenak bisa tuli dan buta.
***
Hari-hari usai April jadian, kami jarang pergi berdua. April sibuk dengan kekasih barunya. Dia sering mengajakku untuk ikut dengan mereka, tapi aku enggan. Sarapan yang suka ia bawa bukan lagi untukku. Tapi untuk Fero. Ia sudah jarang pergi ke toko buku bersamaku. Bertukar buku bersama ku. Ah semuanya jadi kelabu.
***
Pukul 10 pagi hari ini. Aku baru bangun hehe. Aku menatap keluar jendela untuk menikmati cahaya matahari masuk kedalam jendela ku. Karena kamarku di lantai dua, dari luar terlihat ada seseorang yang sedang memasuk masukkan barang. Sepertinya orang pindahan. Rumah itu memang sudah lama mau dijual. Tapi mungkin baru sekarang ada yang membelinya. Akhirnya ada tetangga baru.
"Janu... sudah bangun... ayo keluar, bantu tetangga yang mau pindahan?."
Hah? Ibu menyuruhku membantu mereka. Kenapa? Kan ada banyak petugas yang sudah dibayar disana. Ya sudah lah, aku lekas cuci muka dan keluar rumah. Seorang perempuan yang tak asing lagi tiba-tiba ada dihadapanku.
"April? Kenapa pagi pagi ada disini?"
"Aku pindah rumah. Hehe."
"Ah bercanda nih. Sudah ya. Aku mau bantu tetangga depan."
"Oh iya. Itu rumahku."
"Hah? Beneran pindah? Kenapa?."
"Nanti kujelaskan."
"Oke. Aku bantu beres-beres dirumahmu. Ciaaaaat!." Aku berlari ke rumah itu dan ikut memindahkan barang-barang dimobil ke dalam rumah. Ah aku senang sekali April pindah. Aku jadi bisa lebih sering bertemu dengan dia. Andai saja dari dulu dia pindah.
***
Semuanya selesai. Keringatku bercucuran dari kepala melewati wajahku. Baju kaos yang ku pakai basah karena keringat. Aku menghampiri April dan ibu yang masih duduk dan mengobrol berdua didepan teras rumahku.
"Ini minum. Cape?"
"Iya. Cape. Mau pingsan. Tapi takut tidak ditangkap."
"Hahaha."
"Eh iya. Kenapa kamu pindah?."
"Soalnya ayah akan sering ke luar kota. Ibu juga akan mengurus nenek yang sedang sakit. Jadi pulangnya pasti jarang."
"Kenapa pindahnya tidak lebih dekat dengan rumah nenek?."
"Disana tidak ada teman. Kalau disini kan ada kamu. Jadi bisa main kesini tiap hari. Bertemu ibu~. Hehe."
"Oh...." ucapku sambil mengangguk.
"Ih kamu tidak mau aku pindah ke sini?."
"Bukan. Bukan gitu."
"Sudahlah! Aku mau pulang!!."
Hah? Kenapa dia marah? Aku hanya menjawab oh saja. Tapi dia malah mengira bahwa aku tidak suka dia ada disini. Haha ada-ada saja. Aku hanya tertawa melihat dia yang marah-marah seperti itu. Seperti anak kecil. Apalagi kalau sudah mulai melipat tangan didada. Haha. Sambil berjalan sesekali dia menengokku kebelakang.
"Kenapa?."
"Ih kamu tidak berniat menahanku?."
"Tadi kamu bilang mau pulang."
"Ah sudahlah."
Dia aneh. Tadi dia bilang mau pulang. Terus dia mau aku menahannya agar tidak pulang. Dia kira ini sinetron?. Ada ada saja.
***
Malamnya aku berniat pergi kerumahnya. Tapi sebelum pergi, aku mengintip dulu keadaan rumahnya dibalik jendela kamarku. Apakah dia ada dirumah atau tidak. Ternyata dia ada disana. Dari jendela kamarku ku lihat dia sedang duduk didepan rumahnya. Kulihat dia tertawa dan berbicara. Dia mengobrol dengan pria yang saat ini sedang dia damba. Fero. Lelaki itu lagi. Lelaki yang tak ada habisnya membuat April semakin lengket dengannya.
Sial. Aku kira saat rumah april jadi sangat dekat dengan rumahku, aku pun akan semakin dekat dengannya. Tapi ternyata tidak. Sepertinya hatiku akan semakin panas karena setiap hari aku akan melihatnya dengan Fero. Laki laki yang sedang dicintainya.
Mataku terus menatap kearah rumahnya. Mataku yang tak henti menatap tapi hatiku yang terasa sesak. Semakin aku melihat mereka berdua, perasaan takut akan kehilangan itu semakin hilang. Karena hal itu tak lagi jadi rasa takut. Tapi aku mengira bahwa hal itu akan terjadi. Aku akan kehilangan April suatu saat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments