Aku \= Januar Anggara
Esoknya aku mendengar suara teriakan dari luar rumah. Suara itu terdengar jelas memanggil manggil namaku untuk segera keluar. Ibu menyuruhku untuk melihat siapa yang datang karena ibu sedang sibuk. Suara itu datang dari April. Ia sedang berdiri didepan rumahku. Sambil sesekali menekan nekan bel dan melipat tangan.
"Ada apa?" Aku bertanya heran.
"Ayo kita makan ayam goreng! Aku lapar!!." Teriaknya.
"Kamu tidak mengajak pacarmu saja?"
"Tidak. Ayo cepat!!!"
Tidak ada angin tidak ada hujan, dia tiba tiba mengajakku makan. Padahal aku belum mandi. Aku juga masih mengenakan pakaian yang kemarin malam. Tapi dia memaksaku untuk pergi cepat. Ya sudah. Aku hanya mencuci muka dan mengganti baju saja lalu pakai parfum yang banyak. Haha.
Baru saja aku membuka pintu dia langsung menarik lenganku untuk cepat-cepat pergi.
"Ayo!!"
"Eh. Eh. Tunggu ambil motor dulu."
"Hhhh." Dia terlihat geram. Dia ini sebenarnya kenapa sih? Tiba-tiba sikapnya jadi seperti ini. Dia sedang PMS? Karena katanya perempuan itu sering marah marah kalau sedang PMS.
Kami pun naik motor dan pergi ke tempat makan ayam goreng. Saat sampai dan masuk, dengan cepat ia pergi memesan.
"Mba. Ayam goreng yang pedas tujuh!!." Ucapnya kesal.
Ya ampun, banyak sekali!. Biasanya paling banyak dia makan dua. Aku jadi semakin heran.
Setelah pesanannya sampai. Dia menatapku tajam dan aku membalasnya dengan tatapan heran.
"Tidak kebanyak.....an?" baru juga aku bicara begitu, dia langsung menyantap makanan yang ada dihadapannya dengan tergesa. Aku hanya bisa menelan ludah karena merasa kepedasan. Padahal dia yang makan.
"Mba pesan minum satu. Apa saja yang penting minuman." Aku memesan minuman karena kehausan. Dan saat minuman itu diletakan dimeja, dengan sigap April mengambilnya dan meminum minumanku.
"Hey. Hey. Udah dong. Aku juga mau!. Kamu kenapa sih?"
Bruk... ia memukul meja dengan sangat keras. Lalu ia menundukkan kepalanya. Ia terisak sambil berusaha mengatakan sesuatu.
"Hey. Kenapa?"
"Fero putusin aku...." jelasnya pelan.
Ini aneh. Disatu sisi aku merasa sedih. Tapi disisi lain aku merasa senang.
"Serius?"
"Iya...."
Oh begitu ya? Kalau perempuan sedang patah hati dia jadi ingin makan yang banyak? Hmmm aneh. Tapi hubungan dia juga aneh. Padahal semalam baru saja aku melihat april tertawa. Mengobrol berdua didepan teras rumahnya. Dan sekarang tiba-tiba dia bilang bahwa mereka berdua sudah putus. Hubungan ternyata tidak bisa ditebak. Yang kemarin baik baik saja, sekarang malah berakhir dengan kata pisah.
"Ya sudah. Dia berarti bukan seseorang yang terbaik buat kamu."
"Tapi aku sayang sama dia."
"Iya. Kamu sayang sama dia. Tapi dia? Sudahlah jangan menangis karena seseorang yang sudah memberi rasa sakit padamu. Sudah, ayo kita...... kemana ya? Kerumah saja pulang. Nanti kamu ceritakan semuanya." Aku mengajaknya kembali kerumah saja. Karena kalau dia tetap ada disini, bisa habis seisi restoran ini. Haduuuh. Pulang saja.
Kami pun pulang, sebelum itu April memesan eskrim terlebih dahulu. Astaga... dia sedang sedih saja masih memikirkan makanan.
****
"Oke. Bagaimana ceritanya?!" Tanyaku saat kami duduk disofa rumahku.
"Jadi..."
"Tunggu!" Aku menghentikan ucapannya lalu berlari dan mengambil cemilan. Setelah itu aku menyuruhnya kembali bercerita.
"Jadi ya... dia bilang kita itu tidak cocok. Padahal kita itu baik-baik saja Janu.... Tapi dia tiba-tiba saja bilang begitu. Aaaaa." jelasnya sambil berteriak.
"Mungkin dia suka sama perempuan lain." Ucapanku ini malah membuatnya makin sedih dan berteriak makin kencang. Astaga aku ini malah memberikan jawaban buruk. Karena ingin membuatnya diam, aku menyuruhnya makan cemilan saja. Dan dengan sigap dia langsung mengambil makanan yang ada ditoples lalu memakannya seperti hewan yang tidak diberi makan berbulan bulan.
Dia terus bercerita dan aku terus mencoba membuatnya tenang. Sebelum beberapa saat kemudian, ia bersandar dibahuku, melepas setiap sedih yang tadi ia rasakan. Membiarkannya hilang dan mengubahnya menjadi senyuman. Dari sandaran itu aku merasakan hal lain. Merasakan hal yang sebelumnya belum pernah aku rasakan. Merasa bahagia merasa ingin memilikinya seutuhnya dan merasa ingin terus bersamanya. Tak apa jika bahuku dijadikan tempat bersandar untuk ribuan kali. Asalkan ia yang bersandar, Aku bersedia.
Sekarang aku sadar. Bahwa aku benar benar mencintainya. Benar benar ingin menjadi miliknya dan memilikinya seutuhnya. Suatu saat aku akan mengatakan hal ini padanya jika waktunya sudah tepat dan jika aku bersedia untuk mengatakannya.
Haha. Iya, aku belum berani. Dasar Janu!.
"Selamat siang!"
Usai mendengar panggilan itu, aku keluar dan membuka pintu.
"Eh Feby. Ada apa?"
"Itu.. anu.... tugas?"
"Ah. Aku lupa. Ayo. Ayo masuk!" Ajakku. Aku lupa kalau aku dan Feby ada janji untuk mengerjakan tugas yang belum juga selesai. Feby pun masuk. Belum sepenuhnya ia masuk, ia bergelagat aneh dan pergi.
"Janu maaf ya. Besok saja. Aku ada urusan!" Ucapnya sambil berlalu. Huh. Perempuan selalu membingungkan begitu!
***
"April!!!." Teriaku memanggilnya diluar rumahnya. Dengan tangan yang terus menekan nekan bel, aku terus memanggil manggil namanya.
"Iya..... ." Teriaknya menjawab. Beberapa menit kemudian ia keluar. Dan membukakkan gerbang. Dia mengajakku masuk. Dari dalam rumahnya terlihat sepi, sangat sepi. Hanya ada dia sendiri.
"Ibu dan ayahmu kemana?."
"Dari pagi tadi ibu pergi ke rumah nenek. Ayah belum pulang."
Kami pun mengobrol diruang tengah sambil menonton tv.
"Ada apa?." Tanya April padaku.
"Mau main. Mau mengobrol juga sih."
"Ngobrol? Tiap hari kita kan mengobrol."
"Eh iya. Aku juga mau membicarakan sesuatu." Lanjutnya.
"Apa?."
"Jadi. Ada acara di salah satu stasiun radio. Mereka mencari penyiar baru. Aaaaa. Aku seneng banget."
"Wah. Bagus bagus. Kamu sudah daftar?."
"Sudah. Pendaftarannya secara online. Dan acaranya minggu depan."
Menjadi penyiar adalah salah satu cita citanya. Dari dulu. Dia senang sekali mendengarkan seorang penyiar berbicara. Sampai sampai kadang dia sering berbicara sendiri. Memperagakan seorang penyiar yang sedang siaran radio. Jadi saat ada kesempatan seperti ini, sudah pasti ia harus menggunakannya dengan baik.
"Oke. Nanti aku antar!. Kamu latihan yang sungguh-sungguh!." Ucapku lalu mengusap kepalanya. Kami lalu saling menatap dan tersenyum selama beberapa detik sebelum ia kembali mengalihkan pembicaraan.
"Tunggu. Aku bawa cemilan!." Saat dia kembali usai membawa cemilan, dia terbelalak melihat iklan di tv yang menayangkan sebuah pemandangan.
"Ya ampun Janu. Itu tempatnya bagus banget! Aku jadi mau kesanaaaaa!" Ia sangat terlihat bersemangat sampai sampai ia meloncat ke sofa.
"Itu Raja Ampat. Kapan-kapan mungkin kita bisa kesana."
"Janji ya?"
"Hmmmm." Aku berpikir sejenak sambil memegang dagu. "Oke. Semoga."
"Tidak. Janji dulu. Cepat janji." Dia menodongkan kelingkingnya kedepan wajahku.
"Baik. Janji. Jangan lupa menabung!"
Kami makan cemilan. Di televisi sedang tayang acara musik. Saat itu yang tayang adalah lagu sorai dari nadin Amizah. Karena aku hapal, aku menyuruh April untuk membesarkan volumenya dan akupun ikut bernyanyi.
"Ketika dunia saling membantu, lihat hati mana yang tak jadi satu." Senandungku mengikuti alunan lagu.
"Mungkin akhirnya tak jadi satu. Namun bersorai pernah bertemu." Di lirik bagian akhir ini tiba tiba April menangis sambil tersenyum.
"Eh kenapa?."
"Tidak."
"Sesakit apapun itu, perpisahan harus tetap dirayakan. Tidak apa apa kalian berpisah. Tapi jangan lupa kalian juga pernah membuat cerita sama-sama. Meskipun itu tidak lama." Jelasku. Karena aku tahu dia pasti sangat sedih saat Fero memutuskannya. Padahal hubungannya baru berjalan beberapa bulan. Sayangnya bukan main.
***
Usai hari perpisahan april itu, hari hari berikutnya aku terus mencoba membuatnya move on. Mencoba membuatnya tidak merasa sakit saat melihat fero bersama perempuan lain. Ya... sekalian lah aku mencoba semakin dekat dengannya. PDKT kalau kata kebanyakan orang zaman sekarang.
"Kamu kelihatan bahagia banget. Sudah move on ya?"
"Ih Janu. Ia aku seneng banget hari ini. Tadi aku ketemu sama cowok keren banget ya ampun."
"Jangan mudah suka sama seseorang. Nanti mudah juga ditinggalnya."
"Iya....."
"Iya apa?"
"Iya. Aku itu suka sama dia."
"Hadeeeeh. Baru juga dikasih tahu."
Lagi, lagi dan lagi. Tahu tidak? Ini rasanya sakit. Sakit ketika orang yang kau suka, yang kau cinta, membicarakan orang yang ia suka. Tapi mau bagaimana lagi. Ini risiko. Karena mengungkapkan perasan lebih sulit. Apalagi terhadap sahabat sendiri. Perhatian yang kita berikan padanya mungkin hanya ia anggap sebagai perhatian dari seorang sahabat, tidak lebih.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments