Boneka Cantik Milik Tuan Hakim
Suasana di ruang sidang begitu ramai. Kasus pembunuhan ini begitu diminati karena melibatkan seorang pengusaha wanita yang dituduh melakukan pembunuhan.
Di sudut lain, seorang wanita muda berjilbab hijau tua dengan wajah lembut, tengah sibuk mencari seseorang lewat netranya di antara para pengunjung. Namun pria yang dicari tak kunjung ditemukan. Ia sedikit kecewa hingga menggulung bibir bawahnya karena merasa kehilangan. Padahal hanya kehadiran pria itu saja yang sanggup meredam kegilaannya mendengar isi sidang hari itu.
Ya, wanita itu adalah wanita pengusaha yang dituduh melakukan pembunuhan. Walau tubuhnya sedikit gemuk, wajahnya tergolong cantik dengan hidungnya yang bangir. Ia gelisah karena pria itu tak datang seperti biasanya. Apa kasusku sudah tidak menarik lagi baginya?
Tiba-tiba seorang pria memasuki ruang sidang dan berbaur di antara pengunjung. Tubuhnya tinggi tegap dengan kemeja berwarna putih dan celana panjang berwarna biru tua, langsung menarik perhatian para pengunjung. Bukan apa-apa, pria itu memang tampan dan bukan orang sembarangan.
Khati, wanita yang sedang duduk di kursi pesakitan itu, terlihat gembira ketika mengetahui kedatangannya. Bukan, bukan ia mengenalnya secara pribadi tapi pria itu cukup terkenal. Siapa yang tak kenal dengan hakim agung Jun? Pria tegas dengan segala pesonanya. Dengan hadirnya pria itu, Khati bisa diam-diam mengagumi.
Memang terdengar aneh, tapi begitulah cara wanita itu menghibur dirinya. Karena sudah tak punya orang tua, memandangi pria tampan dan rupawan seperti ini sangat menyenangkan. Melihat pria itu serius mendengarkan sidang, gerak-geriknya, bahkan saat pegawai pengadilan atau polisi mendatangi pria itu sambil berbisik-bisik, itu semua tak lepas dari pandangannya. Betapa pria itu terlihat sangat sempurna.
Seandainya aku bertemu dengan hakim Jun terlebih dahulu, dan bukan Mas Dam, pasti hidupku akan lebih baik.
Siapa Mas Dam itu? Pria itu adalah pria berkacamata yang kini duduk berseberangan dengannya. Ia adalah mantan suaminya bersama seorang pengacara. Khati dituduh membunuh istri pria itu karena sang pria melihat sendiri ia memegang pisau yang berlumuran darah di dekat mayat sang istri.
Khati cukup sedih. Walaupun ia telah membuat pria itu mengerti, tapi keluarga istrinya tetap menuntut mencari pembunuhnya. Kasus pembunuhan ini tidak bisa diselesaikan dengan cara damai hingga akhirnya ia dituntut hukuman mati.
Hubungan Khati masih tetap baik dengan mantan suaminya karena mereka menjalankan perusahaan milik Khati secara bersama-sama. Kini pria itulah yang menjalankan perusahaan, sepeninggal wanita itu masuk penjara.
Khati kembali beralih ke tempat para pengunjung, tapi tepat saat itu hakim Jun menatap ke arahnya. Ups! Cepat-cepat ia mengalihkan pandangan ke arah lain. Hampir saja ... Pipinya menghangat seketika. Ia begitu malu.
Terdengar bunyi palu diketuk ke atas meja. Sidang selesai. Khati bahkan tidak mendengar apa yang sedang dibicarakan, karena ia sibuk kucing-kucingan melihat pria tampan itu di antara pengunjung.
Pengacara di samping Khati merapikan berkas-berkasnya. "Jangan khawatir, Bu, kami sedang menunggu penyelidikan selesai. Setelah itu kita cari jalan terbaik. Mudah-mudahan penyelidikan membuahkan hasil."
"Terima kasih, Pak." Wanita itu mengangguk lemah.
Seorang polisi mendatangi Khati dan memborgol tangannya. Sang wanita pasrah ketika dibawa menuju mobil tahanan.
"Tunggu sebentar, Pak. Saya mau bicara." Mantan suami Khati, Damar, menghentikannya.
Polisi itu memberinya kesempatan.
"Khati, kamu tahu 'kan, di kantor sangat sibuk, tapi banyak berkas-berkas yang menunggu persetujuanmu. Bagaimana kalau kau membuat surat kuasa untukku agar aku bisa mengelola perusahaan dengan lancar, mmh?" Pria itu mengangkat satu alisnya memohon persetujuan dari mantan istrinya itu.
"Mmh, biar aku tanya pengacaraku yang satu lagi."
"Jangan lama-lama, Khati. Atau biar aku hubungi dia biar cepat bertemu denganmu," pinta pria itu dengan nada suara yang direndahkan. Ia tak mau terlihat mengemis.
"Ya, sudah."
Dari tempat hakim Jun duduk, pria itu bisa mendengar percakapan keduanya. Sempat ia mengangkat alis tapi kemudian tersenyum. Kau bisa menipu semua orang tapi tidak bisa menipuku. Lihat saja, aku akan menipumu! Pria itu kemudian berdiri dan meninggalkan tempat itu.
--------+++--------
Wanita itu duduk menyudut sendiri. Ia tak mau terlibat pembicaraan dengan siapa, karena hatinya sedang rusuh. Ia tak punya tempat bersandar dari dulu. Damar tempatnya dulu bersandar kini telah menjadi milik orang lain. Ia pun tak punya saudara. Satu-satunya saudara yang ia punya hanya pamannya yang kini tinggal di luar kota.
Terdengar suara langkah kaki mendekati tempat itu. Seorang polisi mendatangi selnya. "Ibu Khatijah, ada yang mengunjungi."
Sekilas, wanita itu ingat pamannya. "Siapa?"
"Hakim Jun."
Khati membulatkan matanya. "Apa?"
Pintu dari besi itu terbuka. Wanita itu melangkah keluar dengan masih melongo. Ia mengikuti petugas itu melewati sebuah lorong panjang.
Kenapa tiba-tiba orang itu ingin bertemu denganku? Bukannya dia tidak kenal aku? Tiba-tiba wanita itu menutup mulutnya dengan mata membulat sempurna. Apa jangan-jangan dia tahu bahwa selama ini aku sering memperhatikannya? Astaga .... Wajahnya seketika merah padam.
Petugas kemudian membawa Khati ke sebuah ruangan. Di sana hakim itu telah menantinya di sebuah meja yang berada di tengah ruangan.
"Ini Ibu Khatijah, Pak," sahut petugas.
"Silakan duduk, Bu," sapa hakim Jun dengan ramah dan senyum menawan.
Khati tak bisa berkata-kata. Melihat mahkluk Tuhan paling sempurna sedekat itu seperti sebuah anugrah. Benarkah pria ini tak salah memanggil orang?
"Bu," panggil pria itu lagi.
"Mmh?"
Hakim itu tersenyum. Ia tahu pesonanya sering membuat banyak wanita terkagum-kagum, tapi wanita di hadapannya ini, baru kali ini membuat dirinya ingin tertawa karena ekspresi wajahnya itu.
"Oh, iya." Khati tersadar dan segera melangkah ke tempat duduk. Padahal jantungnya sedang berdetak kencang tapi ia berusaha damaikan dengan pura-pura terlihat normal.
Petugas itu kemudian pergi. Pintu ditutup, membuat Khati bertambah panik. Berdua saja dengannya? Eh, apa aku sanggup?
Untung pria itu langsung bicara. "Ibu Khatijah, ya?"
"Eh, iya."
"Mungkin Ibu tahu, saya adalah hakim agung Junimar Adiyaksa. Saya tertarik dengan kasus Ibu, di mana Ibu dituntut untuk hukuman mati. Hukuman mati tidak semudah itu diberikan karena ini menyangkut nyawa seseorang. Nah, masalahnya, kasus ini belum selesai penyelidikannya tapi sudah digelar perkaranya. Karena itu saya merasa ada kejanggalan. Menurut Ibu bagaimana?"
"Aku tidak bersalah, Pak. Itu saja."
"Apa ada orang yang dicurigai?"
"Tidak tahu, Pak, tapi bukannya Bapak harusnya tanya pada mereka?" Wanita itu mengerut kening.
Wanita ini cukup pintar rupanya. Mmh ... "Apa kau tak mencurigai mantan suamimu?"
Netra Khati membulat sempurna. "Mana mungkin! Dia orang pertama yang kuberi tahu dan dia percaya bukan aku pembunuhnya. Dia korban, Pak. Istrinya meninggal," ucapnya berapi-api memberi tahu.
"Tapi pengacaranya menuntut hukuman mati. Apa kau tidak merasakan aneh?" Nada suara pria itu mulai meninggi karena emosi. Kenapa orang ini tak mengerti dengan apa yang dihadapinya? Ia sedang dijebloskan ke neraka oleh mantan suaminya, apa ia tidak bisa lihat itu? "Apa kau tidak takut mati?"
Seketika netra Khati berkaca-kaca. "Bapak pikir aku manusia super? Aku manusia biasa, Pak. Apa Bapak pikir aku senang menghadiri persidangan ini? Tentu saja tidak! Aku masih waras. Persidangan ini hampir membuatku gila!" Ia mulai terisak. "Aku tak punya siapa-siapa untuk mengadu, hanya punya seorang paman tapi ia juga tinggal diluar kota, lalu aku harus bicara pada siapa? Hu ... hu ... hu ...." Tangisnya pecah. Seakan semua kesedihan yang dipendamnya selama ini keluar sudah.
Hakim itu menghela napas pelan dan berbicara dengan lebih hati-hati. "Tapi kenapa Ibu seolah membela mantan suami Ibu? Apa Ibu tidak dendam padanya?"
__________________________________________
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Paulina H. Alamsyah Asir
aq mampir Thor.... Kangen karya mu.... Aq Baca ampe abis yaaa...
ntar traktir cilok yaaa 😂🙏
2024-02-06
3
Enis Sudrajat
Mampir Mak di lanjut kapan-kapan ya, semangat terus teman!😄😍
2023-09-14
2
Elisabeth Ratna Susanti
mampir di karya keren ini dan langsung like and favorit ❤️
2023-09-14
2