Julia

Sekarang dengan status baru yang akan disandang Khati, ia tidak harus bekerja keras dan hidup bahagia.

"Ayo, naik ke mobilku," ajak Jun.

----------+++---------

Di sebuah hotel, sepasang manusia baru saja keluar kamar hotel. Yang pria merapikan rambut wanitanya yang baru saja dikeringkan.

"Terima kasih, Sayang," sahut sang wanita. Ia mengibaskan rambut panjangnya itu ke belakang.

Pria itu hanya tersenyum sambil merapikan kacamatanya. Terdengar suara dering telepon. Pria itu merogoh kantong celana dan mengeluarkan ponselnya.

"Aku duluan ya, Sayang?" Wanita itu merapikan tali tas di bahu, dan melangkah pergi.

"Mmh, maaf ya, Julia. Aku tak bisa mengantarmu," ujar sang pria yang meletakkan ponselnya ke telinga.

"Nanti hubungi aku," imbuh wanita itu yang meletakkan tangannya dekat telinga dengan jari tengahnya terlipat. Ia bergerak menuju lift.

Penampilannya cukup seksi dengan postur tubuh yang mendukung. Celana jeans ketat dengan robekan di atas lutut, lalu baju kaos longgar yang terbuka di bagian bahu yang memperlihatkan kulitnya yang mulus. Ditambah lagi high heels yang cukup tinggi, membuat penampilannya bak artis idola.

Julia memang seorang model profesional dan banyak merek terkenal yang ingin menggunakannya sebagai model produknya. Namun ia selektif dalam memilih produk mana yang akan ia dukung.

Wanita cantik itu bersenandung kecil ketika masuk ke dalam lift yang kosong. Lift itu berhenti di perparkiran. Tidak butuh jauh melangkah karena mobilnya terparkir tak jauh dari situ. Ia berhenti di depan pintu mobil dan mencari kunci di dalam tas.

"Eh, maaf, Mbak."

"Ya?" Belum sempat ia menoleh, sebuah tangan dengan saputangan membekap hidung dan mulutnya. Sia-sia saja ia melawan, ketika akhirnya ia pingsan oleh obat bius yang dihirupnya. Pria itu langsung menahan tubuh sang wanita.

Seorang pria lagi datang menyambangi. "Bagaimana?"

"Beres!"

Pria itu melihat ke bawah. Wanita itu menjatuhkan kunci mobilnya sehingga dengan mudah pria itu memungutnya. Tak lama, kedua pria itu membawa mobil Julia bersama wanita itu pingsan di kursi belakang.

----------+++---------

"Sah!" sahut penghulu.

Terlihat wajah-wajah puas dan bahagia. Jun kembali menjabat erat tangan Baskoro karena telah menikahkan dirinya dengan Khati. "Terima kasih, Paman." Ia memanggil 'Paman' pada pria paruh baya itu untuk pertama kalinya.

Baskoro menepuk-nepuk bahu kokoh pria itu dengan bangga. "Tidak. Aku yang berterima kasih. Aku titip keponakanku ya? Jaga dia baik-baik."

Jun mengangguk.

"Oya, Khati."

"Ya, Paman." Wanita yang berpakaian seadanya saat menikah itu terlihat bahagia. Ia murah senyum.

"Coba cium tangan suamimu," pinta pamannya lagi.

Dengan malu-malu, Khati meraih tangan sang suami, dan mencium punggung tangannya. Jun hanya melihat saja perlakuan sopan yang ditunjukkan istrinya.

"Kalian yang akur ya? Jangan terlalu sering mengikuti emosi."

"Baik, Paman," imbuh hakim itu lagi. "Oya, Paman. Orang tuaku sekarang tinggal di Singapura, jadi nanti akan aku kenalkan Khati pada mereka setelah tiba di sana."

"Oh, ya. Tidak apa-apa. Nanti lain waktu aku akan berkenalan dengan mereka."

"Mengenai mas kawinnya ...."

"Sudah, jangan pikirkan itu. Aku tahu, kau pasti akan membelikannya untuk istrimu. Jadi aku percaya saja. Lihat saja istrimu sekarang. Hanya kau beri uang 250 ribu dari dompetmu sebagai mas kawinnya saja, ia sudah cukup senang. Yang penting ikhlas."

Keduanya melirik ke arah wanita itu yang tersipu malu diperhatikan oleh mereka. Entah kenapa, terselip rasa bersalah di hati Jun ketika melihat ketulusan sang istri. Ia juga sempat melihat asistennya menepi karena menerima panggilan telepon. "Oh ya, bagaimana kalau kita lanjutkan dengan makan malam?"

Ketika ia mengantarkan sang istri dan juga pamannya ke meja makan, sang asisten memanggilnya. Pria itu menepi dan berbicara berdua. "Ada apa?"

"Julia sudah ditangani," sahut Todi yang menjadi saksi di pernikahan tertutup itu.

"Bagus. Pesawatnya?"

"Siap terbang kapan saja."

"Bagaimana dengan alamat kliniknya?"

"Nanti aku kirim, Pak."

"Ok, tolong antar penghulunya pulang."

"Ah, baik, Pak."

Jun dan Khati menemani Baskoro makan malam sambil mengobrol hingga pria paruh baya itu pamit pulang. Pria itu diantar mobil Jun ke hotelnya.

"Mmh, jadi pamanmu pulang besok?" tanya hakim itu memastikan.

"Iya, pesawat paling pagi."

"Mmh."

Keduanya melangkah ke arah tangga.

"Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan. Mungkin sebaiknya kau sholat Isya dulu baru ke kamarku."

Wanita itu melirik pria yang baru menjadi suaminya itu. Apa ... dia menginginkanku? Ah, kau tamak, Khati! Tidak mungkin. Sudah bagus-bagus dia menolongmu, kini kau masih ingin tidur dengannya.

Tapi ... dia itu suamiku. Wajar 'kan kalau aku menginginkan lebih? Suara hatinya saling bertentangan.

Keduanya berpisah di depan pintu kamar Jun. Kamar Khati ada di sebelahnya.

"Jangan lama-lama ya?" pesan Jun yang membuat hati sang wanita gundah. Adakah pria itu menginginkannya?

Tak lama, seseorang mengetuk kamar Jun. "Masuk!"

Khati masuk dan melihat pria itu duduk di kursi dekat jendela.

"Kau tinggal duduk di mana saja."

Wanita itu kemudian memilih duduk di tempat terdekat yaitu ranjang Jun. "Bapak mau membicarakan apa?" tanyanya langsung pada tujuannya. Ia menyebut 'Bapak' karena ia belum tahu mau dibawa ke mana pernikahan ini.

"Aku ada sebuah permintaan. Aku ingin kau operasi plastik." Pria itu beranjak berdiri.

"Operasi plastik? Untuk apa? Kenapa tidak bisa dengan wajah ini? Aku cukup nyaman dengan wajahku yang sekarang." Khati menyentuh wajahnya dengan kedua tangannya.

"Ini untuk melindungimu, tapi operasi ini bukan sembarang wajah." Sang pria mendatangi Khati dengan sebuah foto yang diletakkan di atas tempat tidur. "Aku ingin kau merubah wajah menjadi dia."

Sang wanita mengambil foto itu dengan mengerut kening. "Julia? Dia 'kan foto model terkenal. Kenapa aku harus jadi dia? 'Kan orangnya masih hidup? Bagaimana kalau nanti kita saling bertemu? Apa dia tidak marah?"

Mmh ... pintar juga otaknya. "Jangan khawatir. Aku sudah mengamankannya."

"Apa? Apa maksud Bapak dengan mengamankannya? Bapak tidak menculiknya 'kan?"

Jun menghela napas. Kepalanya pusing. Kenapa aku bisa mendapat istri secerdas ini? Susah juga menyembunyikan fakta yang sebenarnya darinya. Ia bisa menebak semuanya dengan benar. Atau, apa aku saja yang terlalu bodoh? "Sebaiknya kamu ikuti saja permintaanku."

"Tidak ah, aku tidak mau." Khati merengut dan menoleh ke arah samping.

Jun mulai kesal. Sejauh ini belum pernah ada orang yang berani membantahnya, tapi sang istri mampu melakukannya. "Ck, aku ini suamimu, kau harus menuruti permintaanku!"

Wanita itu menatap wajah sang suami, dalam. Kenapa pria ini membicarakan tentang posisinya sebagai seorang suami? Lalu maksudnya menikahiku untuk apa? "Kenapa sekarang Bapak membicarakan masalah kewajiban? Bukankah dari awal kita sudah buat kesepakatan bahwa Bapak menikahiku karena ingin menyelamatkanku?"

Wanita ini ... bagaimana cara mengendalikannya ya .... Pria itu mengepalkan kedua tangan karena gemas. Namun kemudian ia menarik napas pelan dan mencoba cara lain dengan membujuknya. Ia berbicara pelan sambil berusaha tersenyum. "Karena itu aku minta kau operasi plastik. Ini lebih aman untukmu saat ini," ucapnya berusaha sabar.

___________________________________________

Terpopuler

Comments

HNF G

HNF G

walaahh....ternyata tukeran wajah😂😂😂😂

2024-11-09

0

HNF G

HNF G

apakah julie mau dioplas biar mirip kathi?😅

2024-11-09

0

HNF G

HNF G

emang bisa keluar dg mudah ya walaupun sedang dipenjara?

2024-11-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!