Gisella
Jika jalan hidup ada petanya, maka tidak akan ada orang yang tersesat. Beberapa orang dapat menikmati hidup dengan indah dan santai. Beberapa diantaranya harus berjuang hingga mengenaskan untuk tetap hidup. Tidak ada yang salah, karena Maha Benar Tuhan mengetahui. Yang terbaik untuk setiap makhluk di dunia yang kecil ini.
Novel ini mungkin akan sedikit mengusik hati nurani anda. Lagi lagi Othor belum move on dari kisah nyata. Yah.... Walaupun tentu saja tidak semua nyata. Sudah othor tambah dengan garam, micin, dan bumbu bumbu lain. Hihihihi.
Terimakasih untuk teman teman saya di konveksi Mbak Ganjar. Novel ini juga terinspirasi dari kalian. Kebersamaan kita yang sebentar dulu, sangat berarti untuk aku. Aku kangen makan nasi kucing dan tahu bacem dekat sumur.
Terimakasih untuk Lady Bunga yang mau membagikan kisahnya. Saat kami masih sama sama menempuh pendidikan. You are strong woman. Walaupun tentu saja tindakannya salah di masa lalu. Apa kabar??? Nanti kalau novel ini bomming, aku gak lupa kirim martabak lewat Shoppe deh. Hihihihi. Terimakasih untuk ijin membagikan kisahnya melalui novel ini.
Saya Utiyem. Penulis receh mirip koin mengucapkan, selamat menikmati kisah bagi para pembaca. Jangan lupa like, komen, dan vote.
KISAH DIMULAI....
Gisel sedang mencuci baju di sumur umum dekat rumahnya. Pagi masih dingin. Matahari malu malu menampakkan sinarnya. Gisel berusaha cepat agar tidak terlambat ke sekolah.
"Masih nyuci Sel?" sapa Apri sambil membawa handuk dan alat mandinya. Mengantri dibelakang dua orang lain yang menunggu giliran mandi. Di lingkungan Gisel tidak ada yang punya MCK sendiri. Semua mengandalkan sumur umum yang dibangun caleg saat kampanye dulu. Jadilah sumur umum ini terkenal dengan nama caleg tersebut. Hanya ada tiga kamar mandi dan sumur timba sederhana. Jadilah antrian memanjang setiap pagi. Ya anak anak sekolah, ya orang tua mau kerja. Semua pasti absen kesumur ini dulu kalau pagi.
Apri ini teman sepermainan Gisel. Satu kelas juga saat ini.
"Iya, masih agak banyak ini," kata Gisel makin terburu buru. Apri membuka sandal buluknya. Meletakkan gayung isi alat mandi di atas sandal.
"Sini aku bantuin," kata Apri sambil menyampirkan handuk kumalnya kebelakang leher. Dua gadis kecil itu jongkok mencuci sambil menunggu giliran Apri mandi tiba.
"Dah tinggal bilas. Nanti saja pulang sekolah," kata Gisel senang. Saat itu juga orang dalam kamar mandi keluar. Giliran Apri yang mandi.
"Aku mandi kalau begitu," kata Apri beranjak dari jongkok.
"Ikut Pri, biar aku gak telat," kata Gisel.
"Ya ayok," kata Apri sambil masuk kamar mandi.
Gisel pun berlari sambil membawa ember cangking berisi cucian menuju rumahnya. Mau mengambil alat mandi dan handuk kecil. Ibunya sedang mempersiapkan dagangan.
"Bantuin Sel," kata Ibu. Gisel pun mengangkat gerobak cilok keatas sepeda onthel bersama Ibu.
"Jatahmu ada di belakang. Ibu berangkat dulu ya. Jangan lupa bangunin Azka dan Al," pesan Ibu sebelum menaiki sepeda onthelnya untuk berjualan. Biasanya Ibu mangkal di pintu masuk pabrik garment pagi pagi begini. Menunggu rejeki dari para buruh pabrik yang masuk sift pagi dan pulang sift malam.
Gisel masuk rumah. Membangunkan Azka dan Al yang masih pulas.
"Azka, Al, bangun. Ini sudah pagi. Ngantri mandi sana!" kata Gisel. Sambil mengambil alat mandi. Langsung berlari menuju WC umum. Berharap Apri belum selesai mandi, jadi dia bisa nebeng sama Apri biar gak ngantri.
Sampai sumur suasana sudah makin ramai. Makin panjang antrian untuk mandi. Gisel tersenyum saat melihat Pak De Nono, orang yang dibelakang antrian Apri masih berdiri dekat pintu kamar mandi. Artinya Apri masih mandi.
"Pri, buka Pri," kata Gisel sambil mengetuk pintu kamar mandi. Apri membukanya sedikit dari dalam. Gisel dan Apri mandi bersama pagi itu.
***
Keluar dari kamar mandi Gisel melihat Azka sudah mengantri mandi. Sedang Al sudah bermain dengan temannya didepan rumah. Al itu harusnya sudah TK B. Akan tetapi kata ibu, Al sekolah setelah Gisel lulus. Ibu gak kuat membiayai tiga anaknya sekolah sekaligus. Gisel lulus SD tahun ini. Jadilah Al akan sekolah tahun depan.
"Al, makan ciloknya," kata Gisel sambil menotol cilok kedalam saus sambal. Sarapan wajibnya tiap hari.
"Gak mau Mbak, Al mau jajan saja. Mbak minta uang," kata Al. Bocah kecil itu pasti bosen makan cilok buat sarapan tiap hari.
"Mbak gak punya uang Al. Makan cilok saja dulu. Nanti minta uang kalau ibu udah pulang," kata Gisel.
"Gak mau!!" kata Al berlalu menuju kamar satu satunya di rumah ini. Jangan kira rumah Gisel sederhana. Rumah Gisel hanya terdiri dari dua ruangan. Kamar dan ruang tamu yang merangkap menjadi kamar untuk Gisel, Azka, dan Al. Bangunan semi permanen ini berdiri diatas tanggul. Berjajar dengan para tetangga dengan sangat amat rapat. Lingkungan kumuh ini sebenarnya ilegal untuk pemerintah.
"Dasar bocah go blok!!! Tau gak kalau Bapakmu ini ngantuk!!!" terdengar teriakan dari dalam kamar. Juga teriakan kesakitan dari Al. Gisel langsung berlari kedalam kamar.
"Ampun Pak, ampun!!!" kata Al sambil menangis. Mukanya barusaja ditampar bapaknya berkali kali. Gisel langsung memeluk Al di pojok kamar. Punggung Gisel langsung dapat tendangan dari bapaknya. Rasa sesak langsung menguasai dadanya sesaat. Sesak dan nyeri....
"Bocah go blok!!! Gak bisa kamu jagain adikmu biar gak gangguin Bapak tidur??" kata Anto murka.
"Ma... Maaf Pak, kami keluar," kata Gisel sambil membimbing Al keluar kamar. Anto hanya menatap nyalang dua anaknya yang sudah terisak pilu. Kemudian kembali menjatuhkan diri ke kasur lapuk apek. Kembali melanjutkan tidurnya yang terganggu sesaat.
"Kamu sih, ngapain masuk masuk kamar bapak?" kata Gisel kesal. Sambil mengusap air matanya.
"Al cuma mau ambil uang Mbak, ini dapat," bisik Al sambil memamerkan uang tiga ribu di genggamanya.
"Astaga Al.... Kalau ketahuan bapak gimana!!" pekik Gisel khawatir.
"Gak!! Pokoknya Mbak jangan bilang bilang. Al mau beli donat. Nih seribu buat Mbak," kata Al girang. Berlari menuju warung bawah tanggul. Gisel menatap uang kertas seribu kumal itu dalam genggamannya. Lumayan sih.... Buat uang saku yang jarang sekali dia dapat. Gisel meluruskan uang seribu itu. Kemudian melipatnya rapi dan memasukkanya dalam saku kemeja yang dia pakai.
Gisel melihat jam yang tergantung dekat dinding. Kacanya sudah retak dan kumal.
"Astaga... Bisa terlambat aku," kata Gisel sambil bergegas mengambil tasnya. Dia ada les tambahan pagi ini. Supaya siap menghadapi ujian nasional yang tinggal beberapa bulan lagi. Gisel berlari menuju sekolah yang lumayan jauh jaraknya. Apalagi kalau ditempuh dengan dua kaki mungilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
SUKARDI HULU
Jangan lupa mampir juga kk
2023-09-24
1
mama Al
aku mampir salam dari after wedding Panji dan Echa
2023-09-05
1
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
rumahnya masih pedalaman berarti ya
2023-08-01
1