Gisel buru buru masuk kelas. Jam tambahan pelajaran ke nol sudah dimulai. Guru matematika mengijinkannya masuk kelas, walaupun dengan tatapan ganas. Gisel duduk di sebelah Putri. Apri yang ada di belakang Gisel langsung menendang kursi Gisel. Gadis kecil itu menoleh.
"Kok bisa telat?" tanya Apri.
"Drama pagi," jawab Gisel. Putri langsung mencolek lengan Gisel. Guru matematika sedang memperhatikan mereka.
Pelajaran jam ke nol selesai. Mereka bersiap mengikuti upacara rutin hari Senin. Putri mengeluarkan kotak bekal makanan.
"Belum sempat sarapan aku," kata Putri sambil membuka bekalnya. Aroma nasi dan telur goreng tercium di hidung Gisel yang duduk disebelah Putri. Air liur Gisel menetes. Andai dia juga bisa sarapan seperti itu.
"Mau?" tawar Putri menggeser kotak bekalnya ketengah. Gisel kaget. Mungkin mukanya terlihat sekali kalau kepingin. Gisel menggeleng.
"Gak, kamu aja yang makan," kata Gisel. Apri justru sudah mencuil telur Putri dengan santai.
"Aku mau, minta ya," kata Apri.
"Ambil ambil. Aku bosen makan telur ceplok buat sarapan," kata Putri. Akhirnya bertiga mereka makan bekal Putri sebelum upacara. Tiga teman itu memang dekat. Meskipun Putri berasal dari keluarga yang lumayan mapan, namun sama sekali tidak sombong. Gadis kecil itu justru senang berteman dengan Gisel dan Apri. Daripada berteman dengan teman teman yang terlihat kaya dan banyak gaya.
Hari yang indah untuk Gisel. Sarapan telur ceplok, ada uang saku di kantongnya. Gisel semangat mengikuti upacara pagi.
Usai upacara mereka masuk kelas. Bendahara kelas sudah membuka buku kas mereka.
"Yoook bayar kas yoookkk!!!" teriaknya di atas bangku yang biasa diduduki. Beberapa teman pun mendekat. Membayar kewajiban mereka tiap minggu. Gisel mau tidak mau ikut mendekat. Sebenarnya kas ini sedikit menyiksa. Gisel sudah membayangkan jajan cilok saat istirahat. Ternyata ada kewajiban bayar kas mingguan yang dirinya lupakan.
"Kamu kurang banyak Sel," kata Sisil, si bendahara kelas. Gisel menghela nafas.
"Aku cuma punya seribu Sil," kata Gisel. Sisil pun menerimanya. Dan mencentang dua kolom di samping nama Gisel. Sisil sebenarnya mengerti kondisi Gisel, tapi sudah kesepakatan kelas untuk bayar kas.
Pelajaran dimulai. Gisel bukan orang yang pandai dalam pelajaran. Lebih mengandalkan Putri untuk tugas yang sulit sulit. Untungnya Putri bukan orang yang pelit contekan. Saat pelajaran itu Gisel sering melirik ke arah Putri. Cantik, pinter, anak orang kaya. andai aku seperti dia. Batin Gisel.
“Mau ke perpus?” tanya Putri saat istirahat pertama. Gisel ,Putri ,dan Apri memang sering menghabiskan istirahat di perpus. Putri jatuh cinta pada dunia novel. Sedang Gisel dan Apri sering tidur saja. Untuk jajan mereka tidak ada uang.
Jam pelajaran terakhir dimulai. Guru IPS menyarankan para murid untuk memilih SMP dari sekarang. Bahkan menanyai beberapa murid mau SMP dimana.
“Putri, mau lanjut daftar kemana?” tanya guru.
“SMP Xxx Pak,” kata Putri menyebut SMP negeri pinggiran yang jarang jadi incaran.
“Kok disitu?” tanya guru heran. Putri adalah juara kelas. Kenapa tidak mencoba peruntungan SMP favorit.
"Gak papa Pak, dekat rumah," jawab Putri santai.
"Kamu Sel?" tanya guru berbalik pada Gisel.
"Sa…. Sama Pak," jawab Gisel terbata. Padahal sama sekali tidak ada gambaran melanjutkan sekolah. Meskipun ada dana bantuan dan lain lain, namun tetap saja itu terasa berat untuk Gisel. Karena segratis gratisnya, tetap ada biaya lain lain yang tidak mampu ditutup. Contohnya pembuatan seragam dan lain lain. Ibunya juga menyuruh dia stop sekolah.
Bel berbunyi panjang. Tanda jam belajar berakhir. Sorakan hampir terdengar dari segala penjuru kelas.
"Nanti kita daftar bareng ya Sel," kata Putri riang sambil membereskan alat sekolahnya.
"Yah, dilihat nanti Put," kata Gisel lesu. Dikira beneran dia mampu melanjutkan sekolah. Padahal itu hanya agar tidak terlihat mengenaskan.
Apri dan Gisel berjalan bersama pulang kerumah. Bapaknya menyambut Gisel dengan ikat pinggan lusuh.
"Berani kamu nyuri!!!" kata Anto sambil memukul Gisel pakai ikat pinggang.
Rupanya Al ketahuan makan donat saat bapaknya bangun mau kencing. Tahu lah si bapak kalau uangnya berkurang dicuri anaknya. Dengan polos Al bilang kalau mengambil tiga ribu. Seribunya diserahkan Gisel. Jadilah Gisel kena amuk juga.
"Ampun Pak!!! Ampun!!" kata Gisel tersedu sedu. Aminah, ibu Gisel datang. Melerai apa yang dilakukan suaminya. Gisel menangis pilu dalam pelukan ibunya.
"Anak kecil udah berani nyolong!! Mau jadi apa besarnya!!" kata Anto masih murka.
"Yang jelas gak jadi kamu!!" balas Aminah.
Hubungan Anto dan Aminah memang bukan hubungan suami istri normal. Aminah nikah muda dengan Anto yang seorang pengangguran. Aminah mengira Anto dulu hanya kurang beruntung belum dapat kerja, tapi ternyata dasarnya malas. Jadilah seperti ini. Aminah si tulang rusuk menjadi tulang punggung karena salah pilih suami. Anto hanya terkadang bekerja menjadi buruh bangunan. Itu pun bukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hanya memenuhi kebutuhannya sendiri. Ya judi, ya mabuk miras murahan.
Anto terdiam. Pergi begitu saja. Apakah ada rasa bersalah pada dirinya?? Tentu saja ada, namun diabaikan begitu saja. Anto cuma lagi malas berdebat dengan Aminah.
Sementara diluar rumah ada keributan yang lebih besar. Tetangganya adu mulut dengan bank plecit (bank kecil yang menawarkan hutang kecil. Biasanya diangsur mingguan)
"Apa!!! Aku bilang besok Kamis!!" teriak Mbok De Kasim.
"Lha angsurannya tiap Senin bukan Kamis!!" kata orang bank ngotot. Sudah jengah terus dipermainkan sama nasabahnya yang ini.
"Lha kalau gak punya uang mau apa!! Dibayar pakai kerikil mau??!! Mbok kira cari uangku mudah kaya kamu yang tinggal tagih sana sini!!!!" kata Mbok De Kasim lebih ngotot dan lebih ganas. Gisel dan Aminah nonton di depan pintu. Hal yang biasa untuk lingkungan mereka sebenarnya, tapi tetap jadi tontonan seru. Iya biasa, sangking biasanya sampai gak ada orang melerai kalau ada yang adu mulut kayak begini.
Orang bank itu geram. Mengambil piring yang dibawa Mbok De Kasim dan menumpahkan isinya diatas kepala Mbok De Kasim. Piring berisi nasi dan sayur bayam itu sebenarnya untuk menyuapi cucu Mbok De Kasim. Yang masih anteng bengong di dekat dua orang cekcok. Entah kaget, entah biasa. Sumpah serapah dari Mbok De Kasim langsung terdengar. Orang bank itu berlalu dengan motornya. Yang sempat di timpuk sendal sama Mbok De Kasim. Penampilannya sekarang stylish. Dengan rambut gimbal ada hijau hijaunya dan butiran nasi.
"Memang telat berapa kali angsuran Yu?" tanya Aminah sambil mengambil nasi yang bersarang di rambut Mbok De Kasim.
"Yaaa tiga kali ada. Dasarnya pemarah itu orang bank. Aku kadang telat 5 kali juga biasa aja," kata Mbok De Kasim sambil ikut mencabuti nasi yang terlihat dari matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
emang kalau urusan sama bankk bgtu ruwet kok,
2023-08-01
1
mom_abyshaq
kadang memang yang hutang lebih galak dari yang memberi hutang 😆😆
2023-07-30
1
Cloud
jam ke nol gimana tuh? agak ngelag
2023-07-29
1