Mulai bekerja

Ujian nasional datang. Gisel tetap belajar sungguh sungguh. Meskipun sebentar lagi mimpinya melanjutkan sekolah pupus. Tidak masalah. Yang penting dapat nilai yang baik.

Putri keluar dari ruang sebelah bersama sembilan belas teman lainnya. Ini ujian terakhir untuk mereka. Gisel satu ruangan dengan Apri. Sedang putri ada di ruang kedua kelas mereka.

"Sel, aku sudah dapat formulir pendaftaran SMP. Sengaja aku ambil dua buat kamu satu," kata Putri sambil mengacungkan kertas putih itu. Gisel tersenyum. Mengerti kalau sahabatnya itu begitu bersemangat mendaftar SMP bareng.

"Aku…. Sebenarnya gak lanjutin Put," kata Gisel lesu. Senyum di bibir Putri langsung pudar. 

"Kenapa?" tanya Putri sedih.

"Gak ada biaya Put. Ibuku tidak mampu membiayai kami bertiga sekaligus. Aku lulus SD saja," kata Gisel. Putri melongo. Sebenarnya tahu Gisel memang tidak punya, tapi tidak menyangka harus putus sekolah.

Bersama Gisel, Putri menemukan sahabat pertama dalam hidupnya. Gisel tidak mau memusuhinya sedang yang lain tidak mau berteman. Putri sempat mengalami pembullyan saat pertama kali pindah dari SD kota ke SD pinggiran ini. Pembullyan yang konyol sekali sebabnya. Karena dia cantik, karena dia putih, dan karena bahasa sehari hari yang dia pakai kota sekali. Entah mengapa hati gadis kecil itu pilu. Saat tahu Gisel putus sekolah sampai disini. Mereka berpelukan dalam diam. 

***

Gisel bingung mau ngapain. Perpisahan sekolah sudah dilakukan sebulan yang lalu. Ijazahnya sudah keluar. Akan tetapi untuk mengambil perlu melunasi uang yang tidak sedikit jumlahnya. Apalagi untuk Gisel dan keluarganya. Hasilnya dia luntang lantung di rumah selama sebulan ini.

Apri datang mengejutkan lamunan Gisel. Yang duduk di depan pintu rumah. 

"Duwoooorrrr…..!!!" kata Apri sukses membuat Gisel terlonjak.

"Monyet! Ngagetin aja!!" kata Gisel. Apri nyengingis disampingnya.

"Mau makan mie ayam gak?" tawar Apri.

"Gak punya uang," jawab Gisel.

"Aku yang traktir," kata Apri jumawa. Gisel menoleh antusias pada Apri. Temannya itu memang sudah bekerja pada konveksi kecil di bawah tanggul. Dibawa oleh mbaknya yang juga bekerja disitu.

"Kamu udah gajian??" tanya Gisel. Apri nyengir sambil manggut manggut.

"Mau mie ayam gak?" tanya Apri.

"Mau dong!!" kata Gisel girang.

"Ada syaratnya tapi."

"Apa?" tanya Gisel. Apri cuma tersenyum sok misterius.

Akhirnya berdua mereka duduk di warung mie ayam pinggir jalan. Menikmati mie ayam dan segelas es teh segar…. Sebuah kemewahan untuk mereka yang selalu hidup dalam kekurangan.

"Enak kerja Pri?" tanya Gisel.

"Capek. Beda sama sekolah," jawab Apri sambil menyeruput mienya.

Usai makan mie Apri membeli kapur semut. Gisel langsung tahu tugas tambahannya. Membasmi kutu di rambut Apri. Mereka berdua kemudian menumbuk kapur semut itu jadi butiran kecil kecil. Mencampurkannya dengan air, dan membaluri kepala Apri dengan larutan kapur semut itu. Cara ampuh menghilangkan kutu rambut daripada pakai obat kutu atau shampo anti kutu. Yang tentu saja harganya lebih mahal untuk mereka.

"Banyak Sel?" tanya Apri saat Gisel mulai menyisir rambut Apri yang sudah didiamkan beberapa menit.

"Lumayan dua puluh ada ini," kata Gisel sambil mematikan kutu kutu yang terjatuh dari rambut Apri. Kutu adalah hal biasa untuk lingkungan mereka. Kebersihan yang minim dan lain lain penyebabnya. Meskipun kapur semut juga murah, namun beberapa anak terabaikan oleh orang tuanya. Jadilah kutu rambut masih bertebaran bebas disini.

Usai mengurus rambut Apri, Gisel gantian diurus rambutnya. Ramuan kapur semut tadi cukup untuk dua kepala mereka. Kemudian dua gadis cilik itu membilas rambut mereka di sumur umum. Apri jahil mencipratkan air ke baju Gisel. Jadilah mereka bercanda ciprat cipratan air.

"Pri, enak gak kerja?" tanya Gisel lagi.

"Kamu mau kerja?" tanya Apri. Gisel mengangguk. Mungkin ada kerjaan untuk bocah lulusan SD tanpa ijazah kayak dia. Dia bisa kerja untuk meringankan beban ibunya.

"Nanti aku tanya bos tempatku kerja. Masih butuh orang gak," kata Apri.

"Beneran?" tanya Gisel girang. Apri mengangguk. Harapan baru menyala dalam diri Gisel.

Tempat kerja Apri ternyata tidak butuh helper lagi. (Orang yang membersihkan benang sisa jahitan dan menata hasil jadi jahitan). Pekerjaan yang dilakukan Apri dan mbaknya.

"Tapi kata Mbak Ganjar kamu bisa jadi penjahit disana," kata Apri.

"Tapi aku gak bisa jahit Pri," kata Gisel.

"Mbak Ganjar bilang nanti diajari kok," kata Apri.

Akhirnya Gisel belajar jahit selama seminggu di sana. Mbak Ganjar, pemilik konveksi kecil itu mau mengajarinya dengan sabar. Ada alasan kenapa pemilik konveksi itu mau memperkerjakan Gisel dan anak anak di bawah umur yang ada di tanggul. Alasan kemanusiaan yang pertama. Melihat wajah wajah cerah mereka menerima lembaran sedikit rupiah. Memberi harapan baru untuk para pengais rupiah belia. Juga karena anak itu lebih penurut. Nurut dengan aturan dan nurut dengan upah yang terhitung minim.

Dua minggu berlalu….

"Ini gaji kamu," kata Mbak Ganjar sambil menyerahkan uang enam puluh ribu sekian pada Gisel. Hasil menjahitnya selama seminggu ini. Yang seminggu kemarin Gisel tidak dapat gaji karena dalam masa training pegang mesin jahit.

"Makasih Mbak," kata Gisel senang. Gajian Sabtu itu membawa senyum cerah untuk Gisel.

Pulang jalan kaki dengan riang bersama Apri dan mbaknya.

"Cie yang punya gaji pertama," kata Apri.

"Iya, aku mau jajanin Azka sama Al. Kemarin mereka mau ayam goreng pojokan itu," kata Gisel sambil menunjuk pojok jalan. Tempat gerai ayam goreng merek tokoh kartun dibuka.

"Kamu mau ikut Pri?" tanya Gisel. Itung itung ucapan terimakasih karena Gisel sudah dimasukkan kerja sama Apri.

"Gak, aku gak suka ayam," jawab Apri tahu diri. Gaji Gisel bisa habis kalau untuk traktir tiga orang sekaligus.

Habis magrib ketiga saudara itu dandan necis. Dengan pakaian terbaik yang mereka miliki. Senyum terukir dari bibir Azka dan Al. Mau jajan ayam goreng krispi. Di makan di tempat dan utuh untuk sendiri. Ahh….. pasti nikmat sekali.

Tiga piring nasi dan ayam krispi paha bawah tersaji di depan mereka. Juga es teh gelas dengan sedotan. Terasa begitu indah dimata mereka.

"Makasih Mbak buat ayamnya," kata Azka sebelum makan ayam jatahnya.

"Sama sama. Makan yang banyak. Dihabiskan," kata Gisel senang melihat muka muka ceria adiknya.

"Mbak, nanti kalau ada uang jajanin lagi ya," kata Al saat mereka jalan kaki mau pulang.

"Iya, Mbak sekarang kerja. Nanti kalau gajian lagi kita makan enak," kata Gisel sambil menggandeng adik bungsunya itu. Di tangannya ada satu bungkus paha bawah untuk ibu.

Gisel, Azka, dan Al. Nama yang ngetren jadi artis pada masa ketiga anak itu lahir. Aminah, ibu mereka selalu menamai anaknya sama dengan para artis itu. Berharap hidup mereka juga sama beruntungnya dengan mereka. Banyak uang dan hidup bahagia.

Terpopuler

Comments

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

salut, semangat ya gisel

2023-08-01

1

mom_abyshaq

mom_abyshaq

aku salut sama kamu sel, semoga nanti kamu berjodoh dengan tiada gading yang tak retak ya

2023-07-30

1

Ilham Risa

Ilham Risa

aku juga mau,🤣🤣

2023-07-28

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 70 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!