Cinta Dalam Do'A(Sequel Ketegaran Hati Raisya)

Cinta Dalam Do'A(Sequel Ketegaran Hati Raisya)

Gadis kuat

Kriing...kriing...

Alarm Naila berbunyi berkali kali, sampai akhirnya Naila terbangun dari tidurnya dan mematikan alarm HP-nya. Sudah jam 5 pagi, Naila bergegas mandi dan shalat Shubuh. Setelah shalat Naila pergi lari pagi di sekitar komplek rumahnya.

Pagi ini Naila memasak nasi goreng untuk Ayahnya. Gadis 19 tahun itu memang sangat mandiri dan dewasa sebelum waktunya. Sejak kecil dia memang senang belajar memasak kepada sang Nenek yang memang membuka usaha katering.

"Ayah.. nasi goreng favorit Ayah sudah jadi. Ayo sarapan dulu sebelum berangkat ke pabrik."

"Iya, Nai! Sebentar, Ayah mau ke kamar mandi dulu."

Setelah dari kamar mandi Ayah Naila duduk di kursi makan dan sarapan bersama Naila.

Selesai makan, Naila berkata." Ayah besok Naila sudah harus kembali ke Jogja, Lusa kuliah sudah mulai masuk. Tapi aku berat sekali meninggalkan Ayah di sini sendirian."

"Kamu tidak perlu khawatir, ada bi Ijah dan Mang Kasim yang temani Ayah di rumah ini."

"Kenapa Ayah tidak menikah lagi? Ibu sudah lama meninggalkan Ayah! Apa Ayah belum bisa melupakan Ibu?"

"Bukan, bukan begitu! Ayah sudah lama melupakan Ibumu, dia pasti sudah bahagia dengan kehidupan barunya. Kamu jangan pernah membenci Ibumu, Nai! Walau bagaimana-pun dia tetap Ibumu."

"Ya-ya... Naila tahu itu, apa perlu Naila carikan Ibu baru untuk Ayah?"

"Tidak! Tidak perlu! Ayah masih ingin sendiri, fokus pada pekerjaan dan anak-anak Ayah yang sudah mulai dewasa"

"Tapi Nai ingin Ayah punya pasangan, biar ada yang ngurus kalau Ayah sedang sakit dan Nai tidak berada di sini!" Naila menahan air mata yang sudah menumpuk di pelupuk matanya.

"Kamu tenang saja, Ayah akan mencari Ibu yang baik untukmu dan Freya."

Ayah memeluk Naila dengan sayang. Air mata Naila akhirnya luruh juga. Dia menghapusnya dengan kedua tangannya yang saat ini sambil memeluk Ayahnya. Dia melakukan itu, agar Ayahnya tidak tahu kalau dia menangis.

"Tidak-tidak bukan hanya untuk kami! Tapi yang terpenting untuk Ayah!"

Ayah melihat bekas air mata Naila yang masih tersisa, dan menghapus dengan tangannya.

"Kamu gadis Ayah yang kuat, jangan cengeng! Kakakmu sebentar lagi akan menikah. Jangan lupa dua bulan lagi kamu harus pulang untuk menyaksikan pernikahan Kakakmu."

"Baiklah, Naila akan ingat itu. Tapi nanti tolong Ayah ingatkan lagi, Naila kan pelupa! Hehe...."

"Hem... ya sudah! Ayah berangkat dulu."

"Iya, hati-hati di jalan, Yah!

Naila mencium punggung tangan Ayahnya.

Pov Naila

Aku tidak pernah membenci Ibu, karena telah meninggalkan aku, Kakak, dan Ayah. Aku hanya kecewa, Ibu tega menyakiti Ayah yang begitu tulus mencintai Ibu. Mungkin dulu aku masih kecil, dan belum paham keadaan. Tapi saat ini aku sudah dewasa. Aku memang sudah tidak butuh kasih sayang Ibu lagi, tapi melihat ayah sendiri tanpa ada yang memperhatikan saat aku tidak bersamanya. Saat melihat Ayah sakit dan mengabaikan rasa sakutnya hanya karena ingin usahanya tidak terbengkalai, hatiku hancur. Ayah memang terlihat kuat, tapi tak jarang aku melihatnya rapuh. Aku bisa melihat dari tatapan matanya yang seakan kosong. Tuhan, tolong kirimkan jodoh terbaik untuk Ayahku.

Naila memang sangat perhatian kepada Ayahnya, dia menjadi sosok yang kuat karena belajar dari kehidupan. Berbeda dengan Kakaknya yang memang dari dulu tinggal dengan Kakek dan Neneknya, dia tidak terlalu peduli kepada Ayah dan adiknya. Freya lebih suka dunia model, maka dari itu dia memilih sekolah modeling. Sehingga Nenek dan Kakeknya menuruti kemauannya menjadi seorang model. Freya adalah gadis 23 tahun yang sudah 3 tahun ini sukses menjadi model di dalam Negeri. Ayahnya tidak bisa mencegah kemauan Freya, selama itu di jalan yang positif. Meski kerap kali Ayahnya selalu menegurnya agar tidak berpakaian terlalu terbuka. Ayahnya juga melarang Naila untuk mengambil jop foto yang menggunakan pakaian terlalu seksi. Meski kadang hal itu dilanggar oleh Freya. Ayah, Nenek, dan kakeknya selalu mengajarkan nilai-nilai agama kepadanya, juga kepada Naila. Meski Freya tidak tinggal dengan Ayahnya, namun Ayahnya selalu memantau keadaan Freya. Seharusnya mereka tiga bersaudara. Tapi Andika, abang Naila meninggal dunia saat berusia 2 tahun karena sakit demam berdarah.

Naila kembali ke kamarnya untuk membereskan barang-barang yang akan dibawanya kembali ke Jogja besok pagi. Dia merapikan beberapa buku dan baju, serta alat masak yang dia butuhkan di kost-anya.

Saat membuka laci dia melihat album lama yang tidak pernah dia buka. Naia makas membuka album foto tersebut, karena hal itu akan mengingatkannya kepada Sang Ibu yang tega meninggalkan keluarganya demi kebahagiaanya sendiri. Namun ada selembar foto yang terjatuh dari album tersebut.

"Salman!" Ujar Naila lirih, dia tersenyum tatkaka mengingat orang di foto tersebut. Foto Salman dan Naila saat mereka tampil drama di acara perpisahan sekolah.

"Sudah 7 tahun kita tidak bertemu. Sejak lulus SD dan Ayah membawaku pindah rumah. Apa kabar kamu, Salman? Apa kamu masih ingat kepadaku?" Naila berbicara sendiri kepada foto yang ia pegang.

drrett..derrett... Suara ponsel Naila bergetar, ada panggilan masuk.

"Hallo, Assalamu'alaikum." Sapa Naila

"Wa'alaikum salam, Nai!" Ternyata Farah, sahabat Naila yang kini sedang menghubunginya.

"Iya, ada apa, Far?"

"Kamu jadi balik besok, kan?"

"Iya, dong! Memangnya kenapa?"

"Jangan lupa bawakan aku oleh-oleh Khas Surabaya."

"Baiklah, itu sudah pasti."

"Nai, lusa kita langsung daftar ulang ya?"

"Tentu, Far!"

"Ya sudah, aku cuma mau bilang itu! Sampai jumpa besok lusa di kampus, assalamu'alaikum."

"Iya, Wa'alaikum salam."

Naila menaruh ponselnya kembali. Dalam pikirannya, dia ingat Salman pernah memberinya sepasang jepit rambut yang sampai saat ini dia simpan sebagai kenang-kenangan. Naila membuka kotak yang berisi barang-barang masa kecilnya, ia tersenyum kembali mengingat Salman. Dia memang sudah tidak memakai jepit lagi sejak masuk MA (Madrasah Aliyah), karena Naila memutuskan untuk memakai jilbab. Meski belum terlalu mendalami ilmu agama, tapi Naila tahu apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam agamanya. Karena Ayahnya memang memilih sekolah Madrasah dibanding Sekolah Negeri.

Naila melangkah ke dapur, menghampiri Bi Ijah yang sedang masak.

"Masak apa, Bi? Boleh aku bantu?"

"Jangan, Nai! Kamu sudah masak tadi, sekarang gantian Bibi yang masak."

"Ya sudah kalau begitu, aku bantu lihatin aja. Biar ilmu masakku tambah mantap!"

Bi Ijah tersenyum mendengar ucapan Naila.

Naila memang melarang Bi Ijah untuk memanggilnya Non, karena Naila lebih senang dipanggil namanya saja. Bi Ijah sudah bekerja kepada Ayahnya 10 tahun yang lalu. Bi Ijah dan Mang Kasim yang belum memiliki keturunan selama 15 tahun itu sudah menganggap Naila seperti anaknya sendiri. Naila dan Ayahnya memang sangat baik kepada mereka. Tidak menganggap mereka pembantu, tapi menganggap mereka keluarga.

Bersambung....

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Hai Kakak, ini novel kedua author, semoga karya author kali ini bisa diterima dengan baik ya. Terima kasih selalu support karya author. Berkat kalian author terinspirasi untuk menulis novel ini.

Yang belum baca novel ketegaran hati Raisya, bisa mampir ya. Karena novel ini berkaitan dengan novel pertama author itu.

Sehat selalu untuk semuanya Thank you🤗

Terpopuler

Comments

Lina Suwanti

Lina Suwanti

mampir lg kak,,setelah baca "Ketegaran hati Raisya"......

2024-07-11

1

Anonymous

Anonymous

ok

2024-06-11

1

Wy Ky

Wy Ky

keren

2024-04-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!