NovelToon NovelToon

Cinta Dalam Do'A(Sequel Ketegaran Hati Raisya)

Gadis kuat

Kriing...kriing...

Alarm Naila berbunyi berkali kali, sampai akhirnya Naila terbangun dari tidurnya dan mematikan alarm HP-nya. Sudah jam 5 pagi, Naila bergegas mandi dan shalat Shubuh. Setelah shalat Naila pergi lari pagi di sekitar komplek rumahnya.

Pagi ini Naila memasak nasi goreng untuk Ayahnya. Gadis 19 tahun itu memang sangat mandiri dan dewasa sebelum waktunya. Sejak kecil dia memang senang belajar memasak kepada sang Nenek yang memang membuka usaha katering.

"Ayah.. nasi goreng favorit Ayah sudah jadi. Ayo sarapan dulu sebelum berangkat ke pabrik."

"Iya, Nai! Sebentar, Ayah mau ke kamar mandi dulu."

Setelah dari kamar mandi Ayah Naila duduk di kursi makan dan sarapan bersama Naila.

Selesai makan, Naila berkata." Ayah besok Naila sudah harus kembali ke Jogja, Lusa kuliah sudah mulai masuk. Tapi aku berat sekali meninggalkan Ayah di sini sendirian."

"Kamu tidak perlu khawatir, ada bi Ijah dan Mang Kasim yang temani Ayah di rumah ini."

"Kenapa Ayah tidak menikah lagi? Ibu sudah lama meninggalkan Ayah! Apa Ayah belum bisa melupakan Ibu?"

"Bukan, bukan begitu! Ayah sudah lama melupakan Ibumu, dia pasti sudah bahagia dengan kehidupan barunya. Kamu jangan pernah membenci Ibumu, Nai! Walau bagaimana-pun dia tetap Ibumu."

"Ya-ya... Naila tahu itu, apa perlu Naila carikan Ibu baru untuk Ayah?"

"Tidak! Tidak perlu! Ayah masih ingin sendiri, fokus pada pekerjaan dan anak-anak Ayah yang sudah mulai dewasa"

"Tapi Nai ingin Ayah punya pasangan, biar ada yang ngurus kalau Ayah sedang sakit dan Nai tidak berada di sini!" Naila menahan air mata yang sudah menumpuk di pelupuk matanya.

"Kamu tenang saja, Ayah akan mencari Ibu yang baik untukmu dan Freya."

Ayah memeluk Naila dengan sayang. Air mata Naila akhirnya luruh juga. Dia menghapusnya dengan kedua tangannya yang saat ini sambil memeluk Ayahnya. Dia melakukan itu, agar Ayahnya tidak tahu kalau dia menangis.

"Tidak-tidak bukan hanya untuk kami! Tapi yang terpenting untuk Ayah!"

Ayah melihat bekas air mata Naila yang masih tersisa, dan menghapus dengan tangannya.

"Kamu gadis Ayah yang kuat, jangan cengeng! Kakakmu sebentar lagi akan menikah. Jangan lupa dua bulan lagi kamu harus pulang untuk menyaksikan pernikahan Kakakmu."

"Baiklah, Naila akan ingat itu. Tapi nanti tolong Ayah ingatkan lagi, Naila kan pelupa! Hehe...."

"Hem... ya sudah! Ayah berangkat dulu."

"Iya, hati-hati di jalan, Yah!

Naila mencium punggung tangan Ayahnya.

Pov Naila

Aku tidak pernah membenci Ibu, karena telah meninggalkan aku, Kakak, dan Ayah. Aku hanya kecewa, Ibu tega menyakiti Ayah yang begitu tulus mencintai Ibu. Mungkin dulu aku masih kecil, dan belum paham keadaan. Tapi saat ini aku sudah dewasa. Aku memang sudah tidak butuh kasih sayang Ibu lagi, tapi melihat ayah sendiri tanpa ada yang memperhatikan saat aku tidak bersamanya. Saat melihat Ayah sakit dan mengabaikan rasa sakutnya hanya karena ingin usahanya tidak terbengkalai, hatiku hancur. Ayah memang terlihat kuat, tapi tak jarang aku melihatnya rapuh. Aku bisa melihat dari tatapan matanya yang seakan kosong. Tuhan, tolong kirimkan jodoh terbaik untuk Ayahku.

Naila memang sangat perhatian kepada Ayahnya, dia menjadi sosok yang kuat karena belajar dari kehidupan. Berbeda dengan Kakaknya yang memang dari dulu tinggal dengan Kakek dan Neneknya, dia tidak terlalu peduli kepada Ayah dan adiknya. Freya lebih suka dunia model, maka dari itu dia memilih sekolah modeling. Sehingga Nenek dan Kakeknya menuruti kemauannya menjadi seorang model. Freya adalah gadis 23 tahun yang sudah 3 tahun ini sukses menjadi model di dalam Negeri. Ayahnya tidak bisa mencegah kemauan Freya, selama itu di jalan yang positif. Meski kerap kali Ayahnya selalu menegurnya agar tidak berpakaian terlalu terbuka. Ayahnya juga melarang Naila untuk mengambil jop foto yang menggunakan pakaian terlalu seksi. Meski kadang hal itu dilanggar oleh Freya. Ayah, Nenek, dan kakeknya selalu mengajarkan nilai-nilai agama kepadanya, juga kepada Naila. Meski Freya tidak tinggal dengan Ayahnya, namun Ayahnya selalu memantau keadaan Freya. Seharusnya mereka tiga bersaudara. Tapi Andika, abang Naila meninggal dunia saat berusia 2 tahun karena sakit demam berdarah.

Naila kembali ke kamarnya untuk membereskan barang-barang yang akan dibawanya kembali ke Jogja besok pagi. Dia merapikan beberapa buku dan baju, serta alat masak yang dia butuhkan di kost-anya.

Saat membuka laci dia melihat album lama yang tidak pernah dia buka. Naia makas membuka album foto tersebut, karena hal itu akan mengingatkannya kepada Sang Ibu yang tega meninggalkan keluarganya demi kebahagiaanya sendiri. Namun ada selembar foto yang terjatuh dari album tersebut.

"Salman!" Ujar Naila lirih, dia tersenyum tatkaka mengingat orang di foto tersebut. Foto Salman dan Naila saat mereka tampil drama di acara perpisahan sekolah.

"Sudah 7 tahun kita tidak bertemu. Sejak lulus SD dan Ayah membawaku pindah rumah. Apa kabar kamu, Salman? Apa kamu masih ingat kepadaku?" Naila berbicara sendiri kepada foto yang ia pegang.

drrett..derrett... Suara ponsel Naila bergetar, ada panggilan masuk.

"Hallo, Assalamu'alaikum." Sapa Naila

"Wa'alaikum salam, Nai!" Ternyata Farah, sahabat Naila yang kini sedang menghubunginya.

"Iya, ada apa, Far?"

"Kamu jadi balik besok, kan?"

"Iya, dong! Memangnya kenapa?"

"Jangan lupa bawakan aku oleh-oleh Khas Surabaya."

"Baiklah, itu sudah pasti."

"Nai, lusa kita langsung daftar ulang ya?"

"Tentu, Far!"

"Ya sudah, aku cuma mau bilang itu! Sampai jumpa besok lusa di kampus, assalamu'alaikum."

"Iya, Wa'alaikum salam."

Naila menaruh ponselnya kembali. Dalam pikirannya, dia ingat Salman pernah memberinya sepasang jepit rambut yang sampai saat ini dia simpan sebagai kenang-kenangan. Naila membuka kotak yang berisi barang-barang masa kecilnya, ia tersenyum kembali mengingat Salman. Dia memang sudah tidak memakai jepit lagi sejak masuk MA (Madrasah Aliyah), karena Naila memutuskan untuk memakai jilbab. Meski belum terlalu mendalami ilmu agama, tapi Naila tahu apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam agamanya. Karena Ayahnya memang memilih sekolah Madrasah dibanding Sekolah Negeri.

Naila melangkah ke dapur, menghampiri Bi Ijah yang sedang masak.

"Masak apa, Bi? Boleh aku bantu?"

"Jangan, Nai! Kamu sudah masak tadi, sekarang gantian Bibi yang masak."

"Ya sudah kalau begitu, aku bantu lihatin aja. Biar ilmu masakku tambah mantap!"

Bi Ijah tersenyum mendengar ucapan Naila.

Naila memang melarang Bi Ijah untuk memanggilnya Non, karena Naila lebih senang dipanggil namanya saja. Bi Ijah sudah bekerja kepada Ayahnya 10 tahun yang lalu. Bi Ijah dan Mang Kasim yang belum memiliki keturunan selama 15 tahun itu sudah menganggap Naila seperti anaknya sendiri. Naila dan Ayahnya memang sangat baik kepada mereka. Tidak menganggap mereka pembantu, tapi menganggap mereka keluarga.

Bersambung....

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Hai Kakak, ini novel kedua author, semoga karya author kali ini bisa diterima dengan baik ya. Terima kasih selalu support karya author. Berkat kalian author terinspirasi untuk menulis novel ini.

Yang belum baca novel ketegaran hati Raisya, bisa mampir ya. Karena novel ini berkaitan dengan novel pertama author itu.

Sehat selalu untuk semuanya Thank you🤗

I'm coming Jogja

Pagi ini Naila akan kembali ke Jogja. Jam 7 Pagi Ayah mengantarnya ke stasiun. Sebenarnya Ayahnya ingin mengantar menggunakan mobil sampai ke Jogja. Tapi Naila menolak, karena tidak mau Ayahnya kelelahan. Dan Naik kereta lebih santai daripada naik mobil. Dengan berat hati Naila terpaksa jauh dari Ayahnya, demi cita-citanya meneruskan usaha Ayahnya. Bukan Ayahnya tidak mampu membayar biaya kuliah Naila di Universitas yang bagus di kotanya. Namun Naila yang sangat ingin merantau dan menimba ilmu di Jogja.

"ATM-mu tidak lupa kamu bawa kan, Nai?"

"Tidak, Ayah! Sudah aku bawa semua."

"Kamu hati-hati dan jaga diri! Ingat, jangan lupa shalat 5 waktu! Sesibuk apapun jangan lupakan shalat!"

"Siap, yah! Ayah jaga kesehatan, jangan suka bergadang! Makan teratur, dan cepat cari Ibu baru!"

"Iya, bawel! Kenapa gadis kecil Ayah ini makin hari makin bawel?" Ayah menarik hidung Naila.

"Aku sudah dewasa, Yah! Bukan gadis kecil lagi! Dan lagi, aku bawelnya cuma sama Ayah!"

"Ya-ya, Ayah tahu itu! Sebentar lagi Ayah akan punya mantu."

"Tidak! bukan mantu untukku! Tapi Kak Freya!"

"Iya, Freya!" Kamu kan masih kuliah?"

"Ya sudah, aku mau masuk dulu, sebentar lagi kereta akan berangkat. Ayah pulang ya, nanti aku hubungi kalau sudah sampai."

"Baiklah, Ayah akan pulang."

Naila mencium punggung tangan Ayahnya. Kemudian dia masuk ke dalam gerbong kereta api tempatnya duduk.

Karena masa pandemi, semua orang wajib menggunakan masker, termasuk Naila dan penumpang lainnya. Di kereta api kelas bisnis, memang penumpang tidak padat. Kadang dalam satu baris kursi hanya ada 1 orang, berbeda dengan kelas ekonomi.

Saat ini Naila sudah duduk di kursinya, setelah dia menaruh tasnya di bagasi atas. Naila menggunakan earphone untuk mendengarkan musik dari ponselnya. Perjalanan selama 5 jam, akan membuatnya jenuh jika tidak sambil melakukan sesuatu mataku mendengarkan musik.

Tidak lama kemudian, datang penumpang lain yang duduk di hadapan Naila. Seorang pemuda tampan dengan memakai celana jeans biru tua dan hem kotak biru dongker, dan memakai kacamata hitam.Jika dilihat dari outfitnya yang branded, sepertinya dia bukan dari kalangan biasa. Naila tetap cuek mendengarkan lagu-lagu dari ponselnya, dan sesekali bermain game. Dia tidak begitu memperhatikan orang di hadapannya.

Kereta sudah mulai berangkat. Laki-laki di depan Naila membuka laptop dan spertinya serius mengerjakan sesuatu di laptopnya. Sesekali Laki-laki tersebut melirik Naila.

Baterai ponsel Naila mulai melemah, karena dipakai untuk memutar musik sekaligus main game. Rupanya dia lupa membawa cahangger. Sifat pelupanya memang melekat sejak dia SMP.

Naila membuka earphondnya.

Tinut...tinut.. suara daya HP lemah berbunyi. Laki-laki di depan Naila sontak mendongak.

"HP-nya lemah, Mbak! Dichas dulu!"

Naila melihat ke arah laki-laki tersebut.

"Saya lupa bawa changger, Mas." Ujar Naila dengan sopan.

"Oh, sebentar! Saya bawa tadi! Ini, mungkin Mbak mau pinjam, pakai saja dulu! HP-ku masih penuh." Laki-laki itu tersenyum di balik maskernya.

"Iya, saya pinjam dulu, Mas! Terima kasih sebelumnya." Aku menangkupkan kedua tanganku.

Naila mulai mengechas Ponsel-nya. Diantara mereka tidak ada yang mempeekenalkan diri. Naila memang tidak suka memperkenalkan diri terlebih dahulu, apa lagi terhadap seorang laki-laki. Ayahnya yang mewanti-wanti itu. Laki laki tersebut membuka kacamatanya dan melanjutkan pekerjaannya di laptop. Naila tidakvberani melihat laki-laki di depannya. Ada kekhawatiran yang dia rasa, karena baru pertama kali dia bertemu dengan laki-laki tersebut. Meski kelihatannya dia baik, tapi Naila harus tetap waspada.

Naila memutuskan untuk membaca buku. Di tengah perjalanan, karena ada sedikit goncangan, buku Naila jatuh di bawah meja lipat yang digunakan untuk menyangga laptop. Saat Naila akan mengambilnya, saat itu pula laki-laki itu juga hendak mengambil buku Naila. Malang tidak bisa ditolak, dahi mereka berdua terbentur.

"Au....!" Pekik mereka bersamaan. Tatapan mata mereka bertemu. Naila langsung berdiri dan duduk di kursinya. Untung saja hanya ada dua penumpang yang berada di seberang kursi mereka.

"Kalian tidak apa-apa?" Tanya Ibu-ibu di sebelah.

"Oh tidak, Bu! Tidak apa-apa, kami hanya terbentur." Ujar kaki-laki tersebut.

"Duh! kenapa hatiku jadi dag-dig-dug! Stop Naila! Untuk saat ini dilarang jatuh cinta!Mata itu, kenapa aku seperti mengenalnya?"Lirih Naila dalam hati.

"Hati-hati, Nak."

"Iya Bu, Terima kasih." Kali ini Naila tang berucap.

"Maaf, tadi tidak sengaja. Aku ingin membantu mengambil bukunya." Ujar laki-laki tersebut.

"Iya tidak apa, aku juga tidak sengaja." Naila kembali menunduk."

"Kenapa suaranya mengingatkan aku kepada seseorang yang lama tidak aku jumpai."Batin laki-laki tersebut.

Naila melanjutkan membaca bukunya.

"Haccim..haccim..." Laki-laki di depan Naila bersin, dia tidak kuat dengan AC.

"Ini Mas, pakailah!" Naila mrnyodorkan tisyu kepadanya.

Laki-laki itumengambil tisyu dari tangan Naila dan mengucapkan terima kasih. Kemudian dia membuka maskernya, dan mengelap hidungnya dengan tisyu.

deg...

Jantung Naila kembali berdetak dengan kencang.

"Salman! Apa benar dia Salman? Salman tidak suka potongan rambut seperti itu! Dulu dia selalu memotong cepak rambutnya. Tidak-tidak! Mana mungkin aku bertemu dengannya si sini? Di dunia ini banyak orang yang memiliki wajah yang sama." Batin Naila.

"Kenapa, Mbak? Jijik ya?"

"Ti-tidak! Maaf saya hanya tidak sengaja melihat anda."

"Saya alergi dingin, Mbak! Nggak kuat sama AC. Kayaknya nggak bakat jadi orang kaya, hehe.. " Ujar laki-laki tersebut menampakkan sikap tengilnya.

Naila tersenyum di balik maskernya.

"Apa itu memang kamu, Salman?" Naila membatin lagi. Dia mengingat kata-kata teman kecilnya dulu. Salman alergi dingin, dia tidak terlalu suka minum es.

Naila tidak ingin gegabah, dia takut salah orang. Meskipun benar itu Salman, Naila takut teman kecilnya itu juga tidak ingat kepadanya. Dia akan merasa lebih sedih lagi.

Waktu berjalan begitu cepat, kereta sudah sampai di stasiun Jogja. Naila mengambil ransel dan kopernya. Laki-laki di hadapan Naila membereskan laptopnya, dan memasukkan ke dalam tas ranselnya. Naila mengembalikan changger yang ia pinjam. Kemudian pamit untuk turun terlebih dahulu.

"I'm coming Jogja!" Ujar Naila tersenyum bahagia saat keluar dari stasiun.

Dari stasiun, Naila naik taksi menuju tempat kost-nya. Perjalanan dari stasiun ke kost-an Naila kurang lebih 30 menit. Ayah Naila sengaja mencari tempat kost yang dekat dengan kampusnya. Karena Naila tidak mau memakai sepeda motor. Dia lebih suka jalan kaki ke kampus. Jarak dari kost-nya ke kampus hanya 300 meter.

Saat ini Naila sudah smester 4 di fakultas Ekonomi dan Bisnis, dia mengambil prodi Manajemen.

"Berapa,Pak?"

"50 ribu, Cah Ayu."

"Inu, Pak! Maaf, Kembaliannya ambil Bapak saja ya! Itung-itung buat beli bumbu dapur."

"Masyaallah, terima kasih cah Ayu."

"Injeh sami-sami, Pak." Ujar Naila, sedikit berbahasa Jawa.

Naila sudah sampai di kamar kostnya.

"Hufh... akhirnya sampai juga. Selamat datang kembali di kamar sweety Naila!" Ujar Naila kepada dirinya sendiri.Dia membongkar bawaannya dan merapikan baju-baju ke dalam lemari.

Tempat kost Naila termasuk lengkap. Karena ada kamar mandi dan dapur di dalam. Sebenarnya kamar itu bisa untuk dua orang. Tapi Naila menempatinya sendiri, karena untuk menjaga privasinya. Farah sahabatnya, memang orang asli Jogja. Naila kenal dengannya satu tahun lalu saat mereka sama-sama OSPEK di kampus. Kadang sesekali Farah menginap di kost-an Naila untuk mengerjakan tugas kuliah.

Bersambung.....

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Ayo tebak, beneran Salman bukan ya?

Kalian kan paling pintar kalau disuruh nebak😊

Tetap dukung author ya kakak🤗

Terima kasih banyak, untuk kalian-kuh 😘

See you again...

Mandiri

Di tempat lain.

"Assalamu'alaikum, Bunda."

"Wa'alaikum salam, Sayang."

"Bund, aku sudah sampai."

"Sekarang lagi di mana?"

"Lagi di warung masakan padang, mau makan siang. Haccim...haccim..."

"Sayang, kamu bersin? Minum es ya?"

"Nggak kok, Bund! Tadi di kereta AC-nya dingin, Bund. Makanya bersin, nanti juga sembuh! Seperti biasa!"

Alergi dingin yang dialami Salman adalah turunan dari sang Bunda.

"Ya sudah, nanti kalau sudah sampai di perumahan, hubungi Bunda lagi ya?"

"Iya, Bundaku sayang."

"Sayang, sayang! Ini Ayah! Lagian yang boleh manggil sayang sama Bundamu cuma Ayah!"

"Waduh, ada pawangnya nih!"

"Nanti kalau sudah sampai di perumahan, jangan lupa kabari Ayah! Kamu naik apa ke sana?"

"Aku sudah telpon Om Alan untuk menjemput, Yah!"

"Ya sudah, hati-hati."

"Siap komandan, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam."

Makanan yang dia pesan sudah datang. Dia makan dengan santai, sambil melihat isi chat di ponselnya. 15 menit berlalu, orang yang dia tunggu datang.

"Boy, sudah lama nunggunya?"

"Lumayan, Om! Aku sampai habis dua piring nih!"

"Itu sih memang kamu lapar!"

"Om mau makan siang sekalian?"

"Aku sudah makan sebelum berangkat ke sini."

"Kalau begitu aku akan bayar ini dulu."

Setelah membayar, dia dan Om Alan meninggalkan warung tersebut dan menuju lokasi perumahan.

Selama perjalanan laki-laki yang dipanggil boy oleh Om Alan itu tertidur, mungkin dia ngantuk berat.

"Boy, kita sudah sampai!"

"Hem.. sudah sampai ya, Om?"

"Iya, ayo turun! Kamu yakin akan bermalam di salah satu unit di sini? Kalau kamu mau, aku akan carikan hotel dekat sini."

"Nggak pa-pa, aku akan tidur di sini saja."

Om Alan menunjukkan satu unit rumah yang siap pakai untuk keponakannya itu.

"Kamu istirahat saja dulu, nanti sore Om akan ajak kamu keliling."

"Oke , Om! Aku mau shalat dulu."

Selesai shalat, dia Berbaring di spring bed yang sudah tersedia di dua kamar di dalam rumah itu.

"Kenapa aku ingat wanita di kereta tadi, ya? Apa iya aku mengenalnya? Bodoh sekali kamu, Salman! Bisa-bisanya tidak mengajaknya kenalan! Tidak tanya juga dia mau kemana!Kenapa otakku jadi ngeblank gini ya? Apa mungkin efek kebanyakan mikir? Bisa jadi sih! Di usiaku yang hampir 20 tahun ini, aku sudah akan menjadi sarjana S1." Batin Salman.

Salman Nanda Haris adalah putra dari Raisya dan Haris. Salman sekolah di SD selama 6 tahun, normal seperti seharusnya. Namun ketika SMP dan SMA, dia menjalani akselerasi. Sehingga dia duduk di bangku SMP selama 2 tahun saja, begitu-pun waktu SMA-nya. Tingkat kecerdasan Salman melebihi saudara kembarnya Salwa.

Salman pergi ke Jogja untuk memantau pembangunan perumahan yang menjadi bagian miliknya. Sekaligus dia akan mengunjungi beberapa universitas ternama di Jogja, untuk menambah hasil observasi dalam pembuatan skripsi. Di usianya yang masih terbilang belia, dia sudah memiliki aset peeumahan dari Ayahnya. Dia dipercaya untuk mengelola sendiri perumahan yang ada di Jogja. Selain itu, Salman punya usaha sendiri, yaitu toko bunga yang cukup terkenal di kotanya. Dia terinspirasi dari kesukaan Bundanya terhadap bunga.Tidak hanya itu, Salman kuliah dengan hasil beasiswa karena IQ-nya yang bagus.

Salman sengaja naik kereta api ke Jogja, karena sudah lama sekali dia tidak naik kereta api. Dan Bundanya tidak mengijinkan dia membawa mobil dengan jarak tempuh yang terlalu jauh.

Salman yang terlelap, akhirnya terbangun dari tidurnya, karena ponselnya berdering.

"Hem... iya Ayah!"

"Assalamu'akaikum, Salman."

"Iya, Wa'alaikum salam. Maaf, aku masih mengumpulkan kesadaranku, Ayah."

"Sudah Ashar, bangunlah! Apa kamu masih capek?"

"Tidak, cuma ngantuk saja tadi. Semalam Raka dan Riky tak membiarkan aku tidur sampai jam 12 malam."

"Ya sudah, cepat mandi! Om Alan-mu itu sebentar lagi pasti menjemputmu. Kamu rentak mobil saja selama di situ! Jangan menyusahkan orang lain!"

"Iya, Ayah! Kalau ada aku rental sepeda motor saja. Sepertinya lebih asyik keliling pakai sepeda motor di sini!"

"Terserah kamu! Yang penting hati-hati."

"Iya, Ayah! Aku mau mandi dan shalat dulu."

"Bagus itu! Lebih baik kamu lupa kepada Ayahmu daripada kamu lupa pada Tuhanmu!"

"Kalau lupa sama Ayah, nanti jatah warisanku nggak jadi, dong?"

"Salman!!!" Ayah Haris menegaskan suaranya.

"Ayah dulu yng mulai, ya sudah salam sayang untuk Bundaku."

"Tidak akan Ayah sampaikan!"

"Pelit!"

"Sudah Ayah tutup dulu! Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam."

Bunda Raisya hanya menggeleng kepala mendengarkan perdebatan mereka di telpon

"Anak sama Ayah sama-sama mau menang sendiri, sama-sama tengil pula! Ayah selalu cemburu kepada anak laki-lakinya, terutama Salman. Sudah tua, masih saja posesif." Batin Bunda Raisya.

Di kost-an

Naila baru bangun tidur jam 4 sore. Ia tertidur karena capek perjalanan. Buru-buru dia mandi dan shalat Ashar. Ponsel Naila bergetar, rupanya sang Ayah menelponnya.

"Hallo, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam."

"Ayah, maaf tadi Naila lupa mau langsung menghubungi Ayah."

"Sudah Ayah duga! Kamu sudah sampai, kan?

"Dari Dhuhur tadi, Yah!"

"Ayah takut kamu diculik orang!"

"Haha.. Ayah nih, Naila aman kok!"

"Ingat, Nai! Jangan pacaran dulu! Ayah memang jauh darimu, tapi kamu harus ingat! Ayah akan selalu menjagamu di setiap do'a Ayah."

"Aaa... Ayah! Aku jadi terharu! Peluk jauh dari anakmu ini!"

"Ayah menyayangimu, syukurlah kalau kamu memang sudah sampai! Jangan lupa matiin kompor kalau sudah selesai masak, segala colokan dilepas kalau kamu keluar dari kamar!Kamu kan, pelupa!"

"Iya, Ayah! Terima kasih sudah selalu ngingetin aku."

"Ya sudah, Ayah mau pulang ke rumah dulu! Assalamu'alaikum.

"Wa'alaikum salam."

Setelah bertelpon dengan sang Ayah, Naila mulai merapikan kamarnya lagi. Mengelap debu-debu yang mulai menebal, karena kamar itu sudah ia tinggalkan selama dua minggu. Kemudian Naik menyapu lantai dan mengepelnya. Menjadi pribadi yang mandiri adalah hal yang mudah bagi Naila. Meski usaha Ayahnya sudah bangkit kembali sejak dia SMP, Tapi Naila remaja tidak suka keluar rumah, shoping nggak jelas seperti teman-temannya yang lain. Libur sekolah dia akan minta diantarkan ke rumah Neneknya untuk diajari memasak dan bikin kue.

Naila membuka seprai dan sarung bantalnya. Dia taruh di keranjang untuk dilaundry. Sebenarnya Naila bisa mencucinya sendiri, tapi di kost-an ini tempat penjemuran ada di lantai paling atas. Naila cepat lelah jika harus sering naik turun tangga. Waktu masih SD Naila pernah terjatuh saat naik sepeda dan tulang kakinya geser. Dia hanya akan mencuci pakaian dalamnya sendiri dan menjemurnya di balik jendela kamar mandinya yang buram.

Malam harinya, Naila mengecek semua data yang diperlukan untuk persiapan daftar ulang besok.

"Semuanya sudah beres, tinggal dimasukkan ke map." Naila berbicara seorang diri.

Selesai mengecek semuanya dia masak mie instan untuk makan malamnya. Naila sangat suka mie soto yang dimasak dengan telur dan sawi. Ditambahi dengan irisan cabai rawit dan bawang goreng yang banyak.

"Masyaallah, ini pasti mantap! Mari makan!" Dia kembali bermonolog. Setelah membaca do'a mau makan, dia menyantap makanannya.

Sudah jam 9 malam, Naila belum merasakan ngantuk. Dia menyetel televisi yang berada di pojok atas kamarnya. Mencari program yang menurutnya bagus. Akhirnya pilihannya jatuh pada acara kuis yang disiarkan di salah satu chanel TV. Naila tertawa sendiri tatkala tayangan yang dia tonton dirasa lucu menurutnya. Smpai akhirnya dia terlelap dan mimpi indah. Untung saja dia sempat memasang timer otomatis dari remot TV.

Bersambung.....

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Terima kasih sudah mampir lagi kakak. Ceritanya masih santai ya, nikmati saja alurnya.

Mohon supportnya untuk karyaku ini. Semoga kita semua diberi kesehatan, amin.

See you again...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!