Camelia
Di antara suara gerimis yang tak begitu terdengar di sebuah atap dari genting sebuah rumah yang dindingnya terbuat dari papan kayu sederhana. Seorang wanita paruh baya terlihat ikut membereskan pakaian ke dalam tas kain butut anak gadisnya yang akan bekerja di desa lain.
Dengan mata yang berkaca-kaca, Asri begitulah nama wanita paruh baya itu merasa sangat berat untuk mengijinkan anak gadisnya satu-satunya untuk bekerja di sebuah rumah makan di desa tetangga.
Sementara gadis muda yang usianya masih 16 tahun itu tampak terus menenangkan ibunya dan mengatakan kalau dia pasti akan baik-baik saja di desa tetangga itu.
“Bu, ibu jangan khawatir. Lia pasti akan bekerja dengan baik di sana. Lia sudah belajar banyak dari ibu, belajar masak, belajar bersih-bersih rumah, belajar mencuci dan merapikan rumah dengan baik. Nanti ibu pemilik rumah makan pasti senang, Lia akan berusaha agar ibu pemilik rumah makan itu menyayangi Lia seperti ibu menyayangi Lia” kata gadis itu begitu polos.
Asri memeluk anaknya itu sekali lagi dengan air mata berlinang. Camelia Sari, gadis polos yang biasa di sapa Lia, berusia 16 tahun. Sehari-hari dia hanya bisa membantu ibunya menjadi buruh pemetik sayuran di desa Cempaka. Karena memang dia hanya lulusan SD saja.
Di desa Cempaka, sudah lulus SD saja sudah termasuk beruntung. Ayah kandungnya sudah meninggal saat dia kelas 5 SD. Beberapa bulan yang lalu, ibunya menikah lagi dengan pria bernama Burhan, 40 tahun yang adalah butuh pemetik sayuran juga di desa Cempaka.
Burhan mengatakan kalau di desa sebelah, desa Tuba ada sebuah pabrik sepeda yang akan di bangun. Dan di sana ada sebuah rumah makan yang sangat ramai. Kebetulan pemiliknya adalah teman Burhan. Burhan mengatakan di sana membutuhkan seorang pekerja tambahan. Dan ketika Burhan menawarkan anak tirinya itu, pemilik rumah makan itu katanya mau menerima Lia.
Lia sangat senang, apalagi katanya gajinya berkali-kali lipat lebih banyak daripada hanya menjadi buruh pemetik sayur. Camelia ingin membantu ibunya membetulkan rumahnya yang sudah nyaris rubuh itu. Karena itu Camelia setuju untuk bekerja di tempat itu.
Saat Asri sedang memeluk Camelia, Burhan masuk ke kamar anak tirinya itu.
“Kalau sudah siap-siap. Cepat tidur ya Lia. Besok kita harus berangkat pagi-pagi sekali!” kata Burhan yang langsung keluar lagi dari kamar Camelia.
Camelia menyeka air mata ibunya.
“Tidak apa-apa Bu, Lia pasti akan sering-sering pulang. Nanti Lia akan kirim surat, ayah Burhan akan membacakannya untuk ibu!” kata Camelia yang juga begitu percaya pada ayah tirinya itu.
Selama ini Burhan memang baik, sikapnya dan cara bicaranya selalu lembut pada Asri dan Camelia. Asri dan Lia juga begitu percaya pada sosok Burhan. Sepeninggalan ayah kandung Camelia, Haris. Hanya Burhan yang mampu membuat Asri membuka hatinya kembali dah setuju menikah lagi.
Malam ini Asri tidur bersama dengan Camelia. Ibu dan anak itu ingin menghabiskan waktu bersama sebelum Camelia untuk pertama kalinya akan pergi dari rumah itu dan berpisah dengan Asri untuk bekerja.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali. Asri sudah bangun dan menyiapkan bekal untuk Camelia. Di rantang blirik jadul yang merupakan rantang yang paling bagus milik Asri itu dia menyiapkan nasi dan tempe goreng, sayur bunga pepaya juga sambal untuk Camelia. Itu adalah makanan yang paling di sukai Camelia.
Asri mengantarkan Camelia dan Burhan sampai di stasiun kereta.
“Lia pergi dulu ya Bu, kalau sudah gajian Lia pasti pulang!” seru Camelia pada ibunya.
Ibunya mengangguk dan tersenyum sambil melambaikan tangan pada Lia dan Burhan unah sudah naik kereta.
“Aku pergi dulu!” kata Burhan.
“Jaga Lia ya mas!” kata Asri dan Burhan pun mengangguk.
Setelah kereta api meninggalkan stasiun, Lia duduk dengan tenang di sebelah Burhan. Dia terus melihat ke arah tulisan di setiap stasiun. Sampai pada akhirnya, dia melihat tulisan stasiun desa Tuba.
Camelia pun berdiri dan meraih tas kain buluknya itu untuk segera turun. Tapi Burhan mencegah Camelia.
“Mau kemana?” tanya Burhan.
“Ayah, itu desa Tuba. Tuh tulisannya desa Tuba. Kita harus turun, sebentar lagi kereta ini pasti jalan lagi ayah?” kata Camelia polos.
“Kita tidak turun di sini, kita turun dua stasiun lagi!” kata Burhan.
“Loh, kok begitu?” tanya Camelia bingung.
“Iya, karena lebih dekat dari sana ke Raha rumah makan. Kalau di sini jalannya jauh, memutar!” kata Burhan.
Camelia yang memang percaya betul pada Burhan mengangguk dan kembali duduk di kursinya. Setelah lewat dua stasiun, Camelia mulai curiga. Ini sudah sangat jauh dari desanya, bahkan sudah hampir siang. Lama sekali perjalanannya.
“Ayah..!”
“Sudah diam saja, satu stasiun lagi kita turun?” sela Burhan.
Dan benar saja, saat matahari berada hampir tepat di atas kepala. Mereka baru turun. Camelia melihat tulisan desa Muara di stasiun itu. Dia pernah mendengar ibu-ibu yang marah di desanya menyebut kalau suaminya habis dari desa Muara, makanya ibu itu marah. Tapi Camelia masih tidak mengerti kenapa.
Dengan menaiki becak, Burhan dan Camelia sampai di sebuah tempat yang terlihat sangat sepi. Tapi banyak sekali di tempat itu, orang yang menjemur pakaian yang sangat tidak pantas di luar rumah-rumah yang di cat berwarna-warni.
Becak itu berhenti tepat di sebuah rumah susun, tiga lantai. Rumah yang sangat bagus dari rumah-rumah lain. Dan tulisan di atas pintu rumah besar itu adalah ‘Lentera Malam’.
Deg
Hati Camelia mulai tidak enak. Dia pernah mendengar tentang nama itu. Begitu dia ingat kalau salah satu teman di desa mengatakan itu rumah bordill, Camelia lantas turun dari becak dan segera berlari ke arah jalanan.
Air mata Camelia mengalir mengetahui sang ayah tiri membawanya ke tempat seperti itu. Meski dari desa, Camelia juga tahu tempat apa itu. Dia berlari sekencang yang dia bisa. Sampai dia menabrak seseorang dan rantang bliriknya terjatuh dan makanan yang di bawakan oleh ibunya rumah semua.
“Tangkap dia! Itu gadis muda yang aku janjikan kemarin!” teriak Burhan pada wanita yang di tabrak oleh Camelia.
Wanita berusia 40 tahun, yang pakaiannya begitu bagus dan perhiasan begitu banyak itu mencengkram tangan Camelia.
“Tolong lepaskan saya... tolong lepaskan saya!” Camelia terus menghiba. Dia benar-benar ingin melarikan diri dari tempat itu.
“Lihat aku gadis kecil, aku Gandara. Yang sudah sampai di depan pintu Lentera malam, dia tidak akan bisa pergi kecuali dia mati!” ucap wanita itu dengan tatapan mengerikan.
Camelia menangis sejadi-jadinya, dia tidak menyangka ayah tirinya yang dia percayai, sangat percayai malah menjerumuskan dirinya ke neraka seperti itu.
***
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Diaz
ayah tirinya monster 🤭
2023-08-28
3
ria
hadir thor😊💪..
memang kalo ayah tiri kebaikanx gk ada yg tulus camelia..
semoga kamu baik2 saja ditempat bordir itu dan berusaha menjaga dirimu dari hal2 yg buruk karena terlanjur kecebur karena ulah burhan..
semangat camelia😙
2023-07-23
3
ria
dasar iblis berwujud manusia..
2023-07-23
3