NovelToon NovelToon

Camelia

Bab 1

Di antara suara gerimis yang tak begitu terdengar di sebuah atap dari genting sebuah rumah yang dindingnya terbuat dari papan kayu sederhana. Seorang wanita paruh baya terlihat ikut membereskan pakaian ke dalam tas kain butut anak gadisnya yang akan bekerja di desa lain.

Dengan mata yang berkaca-kaca, Asri begitulah nama wanita paruh baya itu merasa sangat berat untuk mengijinkan anak gadisnya satu-satunya untuk bekerja di sebuah rumah makan di desa tetangga.

Sementara gadis muda yang usianya masih 16 tahun itu tampak terus menenangkan ibunya dan mengatakan kalau dia pasti akan baik-baik saja di desa tetangga itu.

“Bu, ibu jangan khawatir. Lia pasti akan bekerja dengan baik di sana. Lia sudah belajar banyak dari ibu, belajar masak, belajar bersih-bersih rumah, belajar mencuci dan merapikan rumah dengan baik. Nanti ibu pemilik rumah makan pasti senang, Lia akan berusaha agar ibu pemilik rumah makan itu menyayangi Lia seperti ibu menyayangi Lia” kata gadis itu begitu polos.

Asri memeluk anaknya itu sekali lagi dengan air mata berlinang. Camelia Sari, gadis polos yang biasa di sapa Lia, berusia 16 tahun. Sehari-hari dia hanya bisa membantu ibunya menjadi buruh pemetik sayuran di desa Cempaka. Karena memang dia hanya lulusan SD saja.

Di desa Cempaka, sudah lulus SD saja sudah termasuk beruntung. Ayah kandungnya sudah meninggal saat dia kelas 5 SD. Beberapa bulan yang lalu, ibunya menikah lagi dengan pria bernama Burhan, 40 tahun yang adalah butuh pemetik sayuran juga di desa Cempaka.

Burhan mengatakan kalau di desa sebelah, desa Tuba ada sebuah pabrik sepeda yang akan di bangun. Dan di sana ada sebuah rumah makan yang sangat ramai. Kebetulan pemiliknya adalah teman Burhan. Burhan mengatakan di sana membutuhkan seorang pekerja tambahan. Dan ketika Burhan menawarkan anak tirinya itu, pemilik rumah makan itu katanya mau menerima Lia.

Lia sangat senang, apalagi katanya gajinya berkali-kali lipat lebih banyak daripada hanya menjadi buruh pemetik sayur. Camelia ingin membantu ibunya membetulkan rumahnya yang sudah nyaris rubuh itu. Karena itu Camelia setuju untuk bekerja di tempat itu.

Saat Asri sedang memeluk Camelia, Burhan masuk ke kamar anak tirinya itu.

“Kalau sudah siap-siap. Cepat tidur ya Lia. Besok kita harus berangkat pagi-pagi sekali!” kata Burhan yang langsung keluar lagi dari kamar Camelia.

Camelia menyeka air mata ibunya.

“Tidak apa-apa Bu, Lia pasti akan sering-sering pulang. Nanti Lia akan kirim surat, ayah Burhan akan membacakannya untuk ibu!” kata Camelia yang juga begitu percaya pada ayah tirinya itu.

Selama ini Burhan memang baik, sikapnya dan cara bicaranya selalu lembut pada Asri dan Camelia. Asri dan Lia juga begitu percaya pada sosok Burhan. Sepeninggalan ayah kandung Camelia, Haris. Hanya Burhan yang mampu membuat Asri membuka hatinya kembali dah setuju menikah lagi.

Malam ini Asri tidur bersama dengan Camelia. Ibu dan anak itu ingin menghabiskan waktu bersama sebelum Camelia untuk pertama kalinya akan pergi dari rumah itu dan berpisah dengan Asri untuk bekerja.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali. Asri sudah bangun dan menyiapkan bekal untuk Camelia. Di rantang blirik jadul yang merupakan rantang yang paling bagus milik Asri itu dia menyiapkan nasi dan tempe goreng, sayur bunga pepaya juga sambal untuk Camelia. Itu adalah makanan yang paling di sukai Camelia.

Asri mengantarkan Camelia dan Burhan sampai di stasiun kereta.

“Lia pergi dulu ya Bu, kalau sudah gajian Lia pasti pulang!” seru Camelia pada ibunya.

Ibunya mengangguk dan tersenyum sambil melambaikan tangan pada Lia dan Burhan unah sudah naik kereta.

“Aku pergi dulu!” kata Burhan.

“Jaga Lia ya mas!” kata Asri dan Burhan pun mengangguk.

Setelah kereta api meninggalkan stasiun, Lia duduk dengan tenang di sebelah Burhan. Dia terus melihat ke arah tulisan di setiap stasiun. Sampai pada akhirnya, dia melihat tulisan stasiun desa Tuba.

Camelia pun berdiri dan meraih tas kain buluknya itu untuk segera turun. Tapi Burhan mencegah Camelia.

“Mau kemana?” tanya Burhan.

“Ayah, itu desa Tuba. Tuh tulisannya desa Tuba. Kita harus turun, sebentar lagi kereta ini pasti jalan lagi ayah?” kata Camelia polos.

“Kita tidak turun di sini, kita turun dua stasiun lagi!” kata Burhan.

“Loh, kok begitu?” tanya Camelia bingung.

“Iya, karena lebih dekat dari sana ke Raha rumah makan. Kalau di sini jalannya jauh, memutar!” kata Burhan.

Camelia yang memang percaya betul pada Burhan mengangguk dan kembali duduk di kursinya. Setelah lewat dua stasiun, Camelia mulai curiga. Ini sudah sangat jauh dari desanya, bahkan sudah hampir siang. Lama sekali perjalanannya.

“Ayah..!”

“Sudah diam saja, satu stasiun lagi kita turun?” sela Burhan.

Dan benar saja, saat matahari berada hampir tepat di atas kepala. Mereka baru turun. Camelia melihat tulisan desa Muara di stasiun itu. Dia pernah mendengar ibu-ibu yang marah di desanya menyebut kalau suaminya habis dari desa Muara, makanya ibu itu marah. Tapi Camelia masih tidak mengerti kenapa.

Dengan menaiki becak, Burhan dan Camelia sampai di sebuah tempat yang terlihat sangat sepi. Tapi banyak sekali di tempat itu, orang yang menjemur pakaian yang sangat tidak pantas di luar rumah-rumah yang di cat berwarna-warni.

Becak itu berhenti tepat di sebuah rumah susun, tiga lantai. Rumah yang sangat bagus dari rumah-rumah lain. Dan tulisan di atas pintu rumah besar itu adalah ‘Lentera Malam’.

Deg

Hati Camelia mulai tidak enak. Dia pernah mendengar tentang nama itu. Begitu dia ingat kalau salah satu teman di desa mengatakan itu rumah bordill, Camelia lantas turun dari becak dan segera berlari ke arah jalanan.

Air mata Camelia mengalir mengetahui sang ayah tiri membawanya ke tempat seperti itu. Meski dari desa, Camelia juga tahu tempat apa itu. Dia berlari sekencang yang dia bisa. Sampai dia menabrak seseorang dan rantang bliriknya terjatuh dan makanan yang di bawakan oleh ibunya rumah semua.

“Tangkap dia! Itu gadis muda yang aku janjikan kemarin!” teriak Burhan pada wanita yang di tabrak oleh Camelia.

Wanita berusia 40 tahun, yang pakaiannya begitu bagus dan perhiasan begitu banyak itu mencengkram tangan Camelia.

“Tolong lepaskan saya... tolong lepaskan saya!” Camelia terus menghiba. Dia benar-benar ingin melarikan diri dari tempat itu.

“Lihat aku gadis kecil, aku Gandara. Yang sudah sampai di depan pintu Lentera malam, dia tidak akan bisa pergi kecuali dia mati!” ucap wanita itu dengan tatapan mengerikan.

Camelia menangis sejadi-jadinya, dia tidak menyangka ayah tirinya yang dia percayai, sangat percayai malah menjerumuskan dirinya ke neraka seperti itu.

***

Bersambung...

Bab 2

Camelia masih berusaha untuk lari dari sana, dia berusaha keras melepaskan cengkraman tangan dari wanita bernama Gandara itu.

Tapi usahanya percuma saja, Burhan mendekatinya dan mengulurkan tangannya dengan posisi telapak tangan terbuka ke atas.

“Sesuai apa yang nyonya Gandara katakan kemarin, 300 ribu rupiah untuk gadis muda cantik dan perawan!” ucap Burhan tak tahu malu.

Mata Camelia yang sudah berlinangan air mata membelalak lebar melihat sang ayah tiri yang menjualnya dengan harga yang kala itu bisa membeli 11 gram emas murni. Uang sebanyak itu bahkan bisa membeli satu buah rumah kala itu. Tapi tetap saja dia tidak menyangka kalau ayah tirinya akan menjualnya ke tempat seperti itu.

“Ayah, tolong aku ayah. Ayah aku mau pulang, aku akan bekerja keras. Tolong jangan tinggalkan aku di tempat seperti ini!” lirih Camelia yang masih terus berusaha melepaskan diri dari Gandara.

Tapi Burhan sama sekali tidak menaruh iba pada Camelia. Pria itu mendekati Camelia dan mencengkram rahang gadis itu dengan kuat.

“Sekarang kamu tahu siapa aku kan? Maka jangan sekali-kalinya kamu kabur dari tempat ini. Atau aku, aku akan menghabisi nyawa ibumu!” seru Burhan yang terlihat tidak ada perikemanusiaan sama sekali saat mengatakan itu pada Camelia.

Camelia terdiam, dia ketakutan. Dia benar-benar ketakutan. Dia tentu saja tidak ingin ibunya di habisi oleh Burhan. Camelia hanya bisa menangis ketika melihat Gandara memberikan uang pada Burhan yang langsung pergi meninggalkan tempat itu dengan menggunakan becak yang sama, yang mereka tumpangi dari stasiun.

Camelia menangis lirih ketika dia di seret masuk oleh anak buah Gandara, dua pria berbadan hitam dan kekar ke dalam rumah besar bernama Lentera Malam itu.

Camelia melihat ke arah kiri dan kanan. Dilihatnya beberapa wanita yang hanya pakai rok dalaman berwarna putih, tok jadul yang di jadikan dalaman daster itu dengan atasan tali satu, bahkan ada yang menggunakan kemben saja. Camelia gemetaran. Dia tahu akan jadi apa dia di tempat itu.

Camelia tahu wanita yang masuk ke tempat itu artinya dia akan kehilangan harga diri dan kehormatannya. Begitu Gandara duduk di kursi rotan di depannya. Camelia langsung merangkak dengan cepat dan memegang kaki Gandara dengan kedua tangannya.

“Aku mohon nyonya, jangan jadikan aku wanita seperti itu. Aku mau melakukan pekerjaan apa saja, aku bisa memasak nyonya, mencuci, membersihkan rumah. Aku bisa melakukan semua itu nyonya. Tidak di gaji sampai uang yang nyonya berikan pada ayah tiriku itu lunas, tidak apa-apa nyonya. Di beri makan sehari satu kali, tidak apa-apa nyonya. Tapi tolong...!”

Brakk

Camelia terjungkal ke arah belakang, wajahnya di tendang oleh Gandara.

“Kamu pikir kamu siapa? Kalian berdua..!”

Gandara lantas melambaikan tangan pada dua wanita di sampingnya.

“Bawa dia ke kamarnya, malam ini tempel pengumuman di depan Lentera malam. Ada gadis muda yang masih perawan akan menghabiskan malamnya dengan penawar paling tinggi di lentera malam!” kata Gandara yang mengatakan itu dengan ekspresi tersenyum tapi senyum itu membuat yang melihatnya merinding.

Camelia di seret oleh dua wanita yang sangat setia pada Gandara itu. Camelia terus menggelengkan kepalanya dan meminta di lepaskan. Namun itu sangat percuma. Dia di seret ke sebuah kamar dan di sana, dia di paksa untuk berganti pakaian dan merias dirinya.

Camelia terus memberontak, dia tak mau pakai pakaian yang hanya menutupi dua gundukan yang tidak terlalu besar di dadanya dan di bawah perutnya itu saja.

Camelia benar-benar risih, dia menarik pakaian itu hingga robek. Membuat Arini salah satu dari orang kepercayaan Gandara itu marah dan nyaris menampar wajah Camelia.

Namun Erma menghalanginya.

“Hei, apa yang mau kamu lakukan? Wajahnya adalah aset. Jika kamu menamparnya maka percuma saja pengumuman yang di pasang di depan itu!” kata Erma pada Arini.

“Aku hampir lupa, aku akan beritahu nyonya saja!” kata Arini yang kesal karena Camelia merobek pakaian yang harganya mahal itu.

Begitu Gandara mendengar ulah Camelia, Gandara langsung masuk ke dalam ruangan itu. Gandara menjambak rambut Camelia yang masih menangis dan mencoba untuk kabur lewat jendela.

“Agkhhh, tolong lepaskan aku!” pekik Camelia kesakitan.

Saat dia akan membuka jendela lantai tiga itu, rambutnya langsung di tarik oleh Gandara dengan sangat kencang, tanpa belas kasihan.

“Mau kabur kamu bocah? Jangan mimpi! Dengarkan aku baik-baik ya, jika kamu sampai kabur dari tempat ini. Aku pastikan Burhan yang pertama tahu akan kabar ini, dan saat kamu sampai di rumah. Aku pastikan ibumu sudah menjadi mayat! Dengar itu!” Seru Gandara dengan nada suara yang kian meninggi.

Gandara menghempaskan Camelia dengan kuat ke lantai.

Brakkk

Suara itu adalah suara benturan tubuh Camelia dengan lantai. Gandara memang ratu penyiksa, dia tahu bagian mana yang harus di siksa tanpa meninggalkan bekas dan tanpa mengurangi nilai jual dari para pekerja di lentera malam nya.

“Rias dia, kalau dia menangis atau membuat ulah lagi. Segera beri tahu pengantar pesan, dan katakan pada Burhan!” gertak Gandara yang berhasil membuat Camelia ketakutan.

Tidak ada yang lebih membuat Camelia ketakutan selain keselamatan ibunya, Asri. Karena ancaman Gandara, Camelia pun akhirnya pasrah pada malam itu. Dia di keluarkan sebagai pembuka untuk para pria yang masih mengantongi banyak uang pada malam itu.

Mata Camelia terpejam, dia malu, sangat sangat malu ketika dirinya di biarkan berdiri di atas meja. Dengan puluhan pasang mata pria hidung belang yang memandangnya dengan kerakusan.

Beberapa bahkan hendak menyentuhnya, tapi itu memang tidak di perbolehkan kecuali sudah membayar dengan harga tinggi. Hingga terdengar sebuah tawaran yang begitu menggiurkan untuk Gandara. 1 juta rupiah. Uang dengan jumlah itu pada tahun 1990 sangat besar jumlahnya. Dia bahkan mendapatkan 2 kali lipat dari harga beli Camelia.

Camelia di seret Arini ke lantai tiga, di kamar yang sudah di siapkan untuk kembang anyar, istilah untuk wanita malam baru di lentera malam, setelah Camelia masuk. Arini menguncinya dari luar.

Pria itu di sana, pria yang wajahnya tak terlihat karena kamar itu di biarkan gelap tanpa cahaya.

Pria itu mendekati Camelia dan menutup matanya dengan sebuah kain. Camelia semakin takut. Tapi pria itu kemudian menarik tangan Camelia ke arah tempat tidur. Camelia ingin sekali berseru pada pria itu, dan memintanya melepaskannya. Tapi dia ingat akan ancaman Gandara, dia harus melayani pria itu. Atau ibunya akan mati.

Dengan derai air mata, Camelia pun mengikuti setiap apa yang pria itu ingin dia lakukan. Air mata Camelia berlinang, ketika pria itu berhasil memasukinya. Merenggut kehormatannya, dengan nominal satu juta rupiah.

Camelia merasakan setiap inci tubuhnya bergetar, ketika pria itu kembali memasukinya untuk yang kedua kalinya, ketiga kalinya, dan keempat kalinya sebelum terdengar suara ketukan di pintu.

Tok tok tok

“Tuan, sudah waktunya anda pergi. Sudah jam lima pagi!” suara itu terdengar seperti suara Arini.

Camelia hanya bisa menangis, ketika pria itu menyentuh punggungnya yang tidak tertutupi oleh apapun. Hingga terdengar langkah kakinya pergi setelah pintu terbuka.

Camelia masih di tempatnya, dia menangis meratapi nasibnya yang sudah terlanjur terjerumus oleh ayah tirinya ke dunia yang begitu rendah seperti itu.

Arini tertawa senang melihat Camelia dengan posisi tengkurap yak berdaya di atas tempat tidur.

“Ha ha ha ha, selamat datang di Lentera Malam. Camelia!”

***

Bersambung...

Bab 3

Seorang wanita diam-diam masuk ke kamar Camelia. Dia membawakan Camelia sebungkus nasi yang di bungkus dengan daun pisang.

"Bangunlah, kamu Camelia kan? bangunlah dan makan dulu!" kata wanita itu dengan suara yang begitu lembut.

Camelia membuka matanya dengan malas, dia sangat lelah. Tubuhnya benar-benar remuk oleh pria yang tidak dia dengar suara dan tidak lihat wajahnya itu.

Camelia berbalik dan meraih sprei yang tak lagi bersih itu untuk menutupi tubuhnya.

Melihat Camelia sudah bangun dan duduk, wanita yang hanya pakai daster itu langsung membuka bungkusan nasi yang dia bawa.

"Makan dulu ya, namaku Laila. Aku melihatmu dayang kemarin, aku masakan kamu sayur bunga pepaya, sama seperti lauk yang ada di rantang makanan mu kemarin. Caramu datang, persis seperti aku Camelia... !" wanita itu menjeda ucapannya dengan air mata menetes di pipinya.

"Bedanya, yang mengantarmu kemari ayah tirimu kan? sedangkan aku, yang membawaku kemari justru suamiku!" tangis wanita pecah.

Camelia pun menjadi sangat simpatik pada wanita di depannya itu.

"Kak...!"

Kata Camelia mengusap lengan Laila.

"Sekali kita masuk di tempat ini, kita tidak akan bisa keluar Camelia. Maka makanlah, setidaknya kamu harus hidup, karena kalau kita menurut, atau kita bisa mengumpulkan uang yang banyak, maka setahun sekali kita boleh pulang ke rumah kita. Kamu akan bertemu ibumu, aku akan bertemu orang tuaku. Makanlah Camelia!" kata Laila menyuapkan nasi itu untuk Camelia.

Camelia memakan makanan itu, dia ingin sekali bertemu dengan ibunya.

Malam hari telah tiba, itu adalah hal yang paling membuat Camelia merasa jijik pada dirinya sendiri. Karena meskipun dia sangat tidak rela, tidak suka pada pekerjaannya itu. Tapi tubuhnya tetap saja bereaksi pada setiap sentuhan pria yang membayarnya.

Camelia memang punya daya tarik yang luar biasa, tiga hari berturut-turut dia tak pernah semalam pun tidak dapatkan pelanggan yang banyak uang. Gandara sangat senang, dia bahkan selalu memasang harga tinggi bagi siapa yang mau bermalam dengan kembang lentera malam nya itu.

Sampai pada pagi harinya, Camelia mengeluh kesakitan pada Laila. Laila tahu itu akibat dirinya melayani tamu lentera malam empat hari berturut-turut. Laila yang kasihan pun memberikannya ramuan yang biasa dia minum jika dia tidak mau melayani pelanggan. Itu adalah ramuan yang terbuat dari rempah dan empon-empon.

Setelah meminum ramuan itu, siang harinya Camelia datang bulan. Saat itu Gandara sangat marah, dia sudah memasang pengumuman di lentera malamnya dan sudah banyak yang ingin bermalam dengan Camelia. Karena kesal, Camelia malah di kurung di gudang dan hanya boleh di beri makan satu kali sehari, dan air minum satu gelas sehari.

Laila sangat merasa bersalah. Dia ingin membantu Camelia. Tapi malah membuatnya semakin menderita.

Laila menemui Camelia dari jendela ruang bawah tanah itu.

"Maafkan aku, aku malah membuatmu terkurung di sini. Aku bawakan kamu buah, ini ada pisang, ambilah!" kata Laila yang membawakan beberapa buah pisang untuk Camelia.

"Tidak apa-apa kak, aku malah berterimakasih. Aku benar-benar tidak kuat!" kata Camelia.

"Jangan menyerah Camelia, ingat ibumu. 11 bulan lagi kamu akan bertemu ibumu. Jangan menyerah!" kata Laila.

Karena semangat dari Laila, pada akhirnya Camelia yang sudah hampir menyerah dan memilih mengakhiri hidupnya saja kembali bersemangat. Semua itu karena harapan, dia masih bisa bertemu dengan ibunya.

Satu minggu berlalu, Camelia di lepaskan karena datang bulannya sudah selesai. Bertepatan dengan saat dia di lepaskan. Saat itu juga ada seorang gadis muda yang baru datang di bawa dalam sebuah mobil Toyota kijang pintu lima yang hits di tahun 1980an.

"Bawa dia masuk!" seru Gandara.

Camelia benar-benar muak melihat semua itu, bukan hanya dari orang-orang yang memang menjual dengan sengaja untuk mendapatkan uang. Tapi Gandara bahkan menculik gadis-gadis tak bersalah untuk bekerja di Lentera Malam.

Dan entah keberanian dari mana, Camelia mendorong Arini hingga terjungkal dari atas tangga. Camelia melepaskan ikatan gadis muda itu dan menyuruhnya berlari pergi.

Tapi apa yang di lakukan Camelia itu percuma saja. Gadis itu tak bisa berlari terlalu jauh. Dia sudah di tangkap oleh Erma dan di seret masuk lagi ke dalam lentera Malam.

Semuanya Camelia, dia mendapatkan tamparan keras dari Gandara.

Plakkk

"Berani-beraninya membuat ulah denganku! kamu pikir siapa kamu!" bentak Gandara yang emosi.

Camelia hanya menundukkan kepalanya dengan air mata mengalir di pipinya. Pipinya terasa sangat panas, tapi hatinya lebih panas. Tempat ini benar-benar nerakaa, benar-benar nerakaa.

"Bagus, karena kamu berani melawan. Ini akan jadi pelajaran untukmu dan semua orang di tempat ini!" ucap Gandara pelan namun lebih penekanan di setiap katanya.

"Kalian semua dengar!" teriak Gandara membuat semua kembang di lentera malam keluar dari kamarnya.

"Wanita sok pintar ini ingin melawan Gandara. Kalian lihat semua, ini akan jadi akibat kalau kalian melawan Gandara. Malam ini masukkan sekaligus lima pria ke dalam kamarnya, sampai jam sembilan pagi!" Gandara memberi perintah itu dengan mata yang melotot tajam ke arah Camelia.

Laila dan semua kembang yang ada di lentera malam begitu terkejut, mereka menunjukkan wajah yang begitu takut. Lima pria sekaligus, akan jadi apa Camelia besok pagi.

Tapi Gandara memang tidak pernah main-main dengan ucapannya. Meski Camelia terus berusaha menolak dan memberontak untuk tidak masuk ke dalam kamar, tetap saja tenaganya kalah di bandingkan dengan Arini dan Erma yang di bantu penjaga lentera malam lainnya. Beberapa pria yang bekerja menjadi tukang pukul Gandara.

Akhirat Camelia pun terkurung di kamarnya, bersama lima orang tamu yang bahkan tak di perduli kan lagi berapa bayarannya.

Laila sampai terisak ketika mendengar teriakan lirih dari Camelia. Teriakan minta di lepaskan, teriakan meminta ampun dan minta para pria itu menghentikan apa yang mereka lakukan. Teriakan kesakitan Camelia itu membuat para kembang semakin ketakutan dan memilih masuk ke dalam kamar mereka.

Sementara Laila hanya bisa menangis di depan pintu kamar Camelia. Tepat jam sembilan pagi Arini menghampiri kamar Camelia.

"Untuk apa kamu di sini?" tanya Arini pada Laila.

Laila pun hanya melangkah mundur dan menundukkan kepalanya. Pintu terbuka, lima pria itu keluar dengan wajah puas mereka. Begitu Arini pergi, Laila langsung masuk ke dalam kamar Camelia.

Keadaannya begitu mengenaskan, tubuhnya benar-benar penuh dengan pukulan, tamparan, cakaran dan sangat lengket dengan cairan yang menjijikan. Camelia merasa tulang-tulangnya semua patah.

"Camelia...!" lirih Laila.

Tapi Camelia yang tadinya memejamkan matanya lantas membuka matanya dengan lebar seketika. Rasa sakit dan hancurnya harga dirinya membuat tekadnya kuat untuk semakin melawan Gandara.

"Aku akan menghancurkan tempat ini kak, aku akan menghancurkan tempat terkutuk ini hiks... hiks..!" Tangis Camelia pecah di pelukan Laila.

***

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!