Terpaksa Menjadi Kupu-Kupu Malam
Melinda berpura-pura menikmati malam panjang yang sedang ia lalui bersama seorang lelaki bertubuh gempal. Hanya bisa diam ketika lelaki itu terus saja memompa dirinya. Mencari kepuasan dari tubuh moleknya. Rasanya Melinda ingin sekali menangis. Mengingat lelaki itu bukanlah suaminya. Namun, Melinda tidak mungkin melakukan itu. Ia masih butuh uang untuk pengobatan anaknya.
Di saat lelaki itu hampir sampai puncak, ponsel Melinda berdering keras. Lelaki gempal itu pun menggeram karena merasa terganggu. Berbeda dengan Melinda yang mendadak gelisah. Ia lupa, tidak mengganti dering ponsel tersebut ke mode silent seperti biasa.
"Berisik sekali!" umpat lelaki itu. Tanpa menghentikan aktivitasnya.
"Izinkan saya menerima panggilan itu terlebih dahulu, Tuan. Barangkali penting." Melinda memohon di sela desah*nnya. Rasa gelisah bercampur menjadi satu dengan rasa nikmat yang sebenarnya tidak benar-benar ia nikmati.
"Tidak! Enak saja menganggu kenikmatanku!"
Sampai dering itu terhenti, lelaki tersebut sama sekali tidak menghentikan gerakannya dan baru berhenti ketika sudah sampai pada puncak. Setelah beristirahat sebentar, lelaki itu pun kembali memakai pakaiannya lalu menaruh uang di nakas.
"Aku mengurangi bayaranmu karena ponselmu sangat mengganggu tadi," ujarnya sambil berlalu pergi. Meninggalkan Melinda yang masih terbaring di ranjang. Menggunakan selimut untuk menutup tubuh polosnya.
Melinda mengambil uang di nakas yang berjumlah empat ratus ribu rupiah. Padahal biasanya ia akan mendapat lima ratus ribu dalam sekali main. Sangat murah untuk sebuah harga diri.
Cukup lama Melinda berdiam di tempat. Tidak ada semangat untuk bangkit karena pikirannya sangatlah kacau. Ingin sekali menyudahi pekerjaan ini, tetapi putranya—Fathariandi biasa dipanggil Atha—masih membutuhkan uang yang banyak untuk biaya pengobatan penyakit leukimia yang diderita. Hal itu pula lah yang membuat Melinda terpaksa menjadi seorang wanita malam demi mendapatkan uang.
Setelah rasa lelah perlahan memudar, Melinda beralih mengambil ponsel di atas nakas untuk melihat siapa yang menghubungi tadi. Ternyata Fatih, suaminya. Dengan bermalasan, wanita itu pun menghubungi suaminya balik.
"Hallo, Mas. Maaf, tadi kafe rame sekali jadi aku tidak sempat angkat telepon," ucap Melinda berbohong. Suaminya bahkan tidak tahu apa sebenarnya pekerjaan Melinda. Yang lelaki itu tahu, Melinda bekerja di sebuah kafe.
"Jam berapa kau pulang!" Suara lelaki itu terdengar setengah membentak.
Melinda menghirup napas dalam. Sudah paham dan sudah terbiasa dengan sikap suaminya yang tempramental.
"Bukankah kau tau jadwalku, Mas. Aku pulang nanti malam jam satu dini hari. Seperti biasa ketika kafe sudah tutup." Melinda berbohong semakin jauh.
Memang benar seperti kata pepatah, jika kita melakukan satu kebohongan maka akan terciptalah kebohongan-kebohongan yang lain. Melinda tahu apa yang dilakukan adalah salah. Namun, ia tidak memiliki pilihan lain lagi. Hanya pekerjaan ini yang mampu membuatnya mendapat uang yang cukup banyak dalam waktu cepat.
"Awas kalau sampai kau pulang telat!" hardiknya.
"Iya, Mas. Aku akan langsung pulang saat kafe sudah tutup. Apa Artha sudah tidur?" tanya Melinda.
"Sudah." Fatih menjawab ketus.
"Melinda!"
Melinda sontak menutup ponsel ketika mendengar teriakan dari luar pintu.
"Mas, aku matikan dulu. Aku dipanggil si bos."
Tanpa menunggu jawaban dari seberang telepon, Melinda langsung mematikan panggilan tersebut. Bahkan, Melinda sengaja mematikan ponselnya agar Fatih tidak lagi menghubungi. Ketika baru saja menaruh ponsel di nakas, masuklah seorang wanita yang memakai baju yang sangat seksi. Berjalan dengan angkuh sambil menghisap rokok.
"Tante Sisca, ada apa?" tanya Melinda.
"Aku dapat komplain tadi kalau kau kurang puas dalam memberi pelayanan," ucap Sisca—pemilik tempat itu sekaligus germo di sana.
"Maaf, Tante. Aku hanya lupa mematikan dering ponselku," sahut Melinda.
"Kalau begitu, kau harus melayani satu lelaki lagi. Dia sedang dalam perjalanan ke sini jadi kuharap kau tidak melakukan kesalahan yang sama," perintah Tante Sisca dengan nada setengah membentak.
"Tante, tapi aku belum membersihkan diri. Bahkan, tubuhku masih lelah." Melinda mengeluh. Ia memang lelah dan tulangnya seperti patah.
"Masih ada waktu setengah jam. Kupikir itu cukup untukmu membersihkan diri dan berdandan secantik mungkin agar menarik." Tante Sisca menyesap rokoknya dalam-dalam lalu beranjak bangkit dan pergi dari kamar tersebut.
Melinda hanya menatap punggung Tante Sisca yang perlahan menjauh dari pandangan. Ia harus kembali bangkit dan tidak boleh kalah dari rasa lelah. Lumayan, untuk pelanggan kedua biasanya uang yang didapat akan sedikit lebih banyak.
Dengan gegas, Melinda turun dari ranjang lalu membersihkan diri. Memakai gaun seksi juga pewangi agar lelaki itu tergoda padanya. Tidak ada yang tahu, di balik senyum manis Melinda, ada luka yang disembunyikan dengan rapat.
****
Melinda memejamkan mata ketika dirinya sedang berada di dalam taksi untuk pulang ke rumah. Seharusnya ia sudah pulang setengah jam lalu, tetapi pria penyewa tadi meminta ditemani mengobrol sebentar dengan upah seratus ribu rupiah, tentu saja Melinda tidak melewatkan kesempatan itu. Lumayan untuk menambah pemasukan hari ini.
Ketika taksi tersebut sudah berhenti, Melinda pun bergegas turun. Rumah milik suaminya sudah gelap, hanya lampu halaman depan saja yang masih menyala, itu pun tidak terlalu terang. Melinda yakin kalau semua penghuni rumah itu sudah tertidur.
Melinda mengambil kunci dari dalam tas. Membuka pintu tersebut dan langsung menuju kamar. Ketika sudah masuk, Melinda mengerutkan kening karena Atha hanya tidur sendirian. Fatih tidak berada di rumah. Dengan gerakan perlahan Melinda duduk di tepi ranjang lalu mengambil ponsel dan menghubungi suaminya.
Bukan pertanyaan kenapa pulang terlambat yang ia dapatkan. Melainkan bentakan keras. Seperti akan merontokkan jantungnya. Jika sedang dalam situasi seperti itu, Melinda tahu kalau suaminya saat ini sedang berada di meja judi dan mabuk-mabukan.
"Ibu ... Ibu ...."
Perhatian Melinda teralihkan ketika mendengar Atha mengigau. Ia pun menaruh ponsel secara sembarang lalu naik ke ranjang dan memeluk putranya.
"Ibu sudah pulang?" tanya Atha. Suaranya sangat lirih karena masih mengantuk. Bahkan, matanya saja terlihat setengah terpejam.
"Ya, ibu baru pulang karena lembur. Ayo, tidur lagi. Ibu butuh istirahat." Melinda mengeratkan pelukannya lalu memejamkan mata agar Atha ikut tidur lagi. Namun, anak itu justru membuka mata tanpa diketahui oleh Melinda.
"Ibu," panggil Atha lirih.
"Hmm, kenapa, Sayang?" tanya Melinda tanpa membuka mata.
"Kenapa Ibu selalu pulang malam bahkan terkadang sampai pagi? Apa Ibu tidak mau kerja siang hari saja agar aku bisa tidur dengan Ibu setiap malam?"
Melinda hanya bisa membisu ketika mendengar pertanyaan dari Atha.
"Maafkan ibu, Sayang. Nanti ibu akan mencari pekerjaan di siang hari saja. Sekarang kau tidurlah." Melinda mengusap lembut kening Atha agar anak itu kembali tidur.
Maafkan ibu, Sayang. Untuk sekarang ini biarlah kita seperti ini. Kalau nanti kau sembuh, ibu janji akan berhenti dari pekerjaan ibu sekarang ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
andi hastutty
Melinda ibu berkorban demi anaknya dan suaminya heem dasar mau dimusnahkan
2023-10-05
0
nurcahaya
kasian melinda demi kesembuhan buah hati nya dia rela mengorbankan harga diri
2023-08-01
1