Jam sudah menunjuk pukul enam pagi, Melinda terbangun dan melihat Fatih masih terlelap tidur. Entah jam berapa lelaki itu pulang, Melinda tidak tahu sama sekali. Semalam ia terlelap tidur karena tubuhnya sangat lelah dan rasanya remuk redam. Nanti malam, ia akan izin Tante Sisca untuk tidak bekerja.
Melinda mengecup kening Atha terlebih dahulu sebelum akhirnya turun dari kasur dan membersihkan diri. Menyiapkan sarapan untuk mereka. Saat sudah sampai di dapur, Melinda melihat ibu mertuanya sedang memotong sayuran.
"Enak ya, bangun jam segini." Dewi—Ibu Mertua Melinda— berbicara setengah menyindir.
"Iya, Bu. Semalam kafe sangat ramai jadi tubuhku lelah sekali." Melinda memijat tengkuknya perlahan. Tidak peduli meskipun Dewi sudah menatapnya sinis.
"Baguslah. Itu artinya kau dapat uang lebih banyak, bukan?" tanya Dewi. Menghentikan gerakan tangan Melinda yang baru saja hendak membantu memotong sayur.
Melinda tersenyum paksa. "Lumayan, Bu. Bisa buat berobat Atha besok senin."
Perbicangan itu pun terhenti. Mereka sama-sama sibuk pada pekerjaan masing-masing. Setelahnya, Melinda bertugas menata masakan yang sudah matang ke meja makan, sedangkan Dewi pergi mandi.
Tepat ketika Melinda selesai dengan tugasnya, Fatih keluar dari kamar dan langsung berjalan menuju ke meja makan. Menatap masakan demi masakan yang terhidang di sana.
"Kau yang memasak?" tanya Fatih setengah ketus.
"Ibu. Aku hanya membantu, Mas." Melinda menjawab lembut. Sambil mengambilkan nasi untuk suaminya.
"Setelah sarapan ada hal yang akan aku bicarakan denganmu," kata Fatih.
Melinda hanya mengangguk mengiyakan tanpa merasa curiga sama sekali. Ia yakin kalau perbincangan mereka nanti akan membahas tentang Atha.
***
Melinda hanya duduk diam di atas kasur sambil menatap Fatih yang sedang berdiri di dekat jendela. Tidak ada Atha di sana karena Fatih menitipkan kepada Dewi. Suasana di kamar itu pun terasa tegang apalagi saat Melinda menyadari ada yang berbeda dari suaminya.
"Di mana gajimu?" tanya Fatih dengan nada dingin. Membekukan suasana di kamar tersebut.
"Gaji?" Melinda mengerutkan kening.
Melihat respon istrinya, Fatih pun langsung mendekati Melinda dan mencengkeram dagu wanita tersebut dengan cukup kuat. Tidak peduli meski Melinda sudah meringis kesakitan, Fatih tetap saja menguatkan cengkraman itu.
"Kau jangan berlagak bodoh! Apa kau berpura-pura lupa kalau sekarang hari minggu dan semalam sudah pasti kau gajian!" bentak Fatih. Matanya mendelik tajam seolah hendak lepas dari tempatnya.
Melinda menelan salivanya susah payah. "Ta-tapi, Mas. Uang itu untuk berobat Atha besok, Mas."
Fatih Menghempaskan wajah Melinda dengan cukup kasar. Kemudian, lelaki tersebut mengambil tas milik istrinya yang tergeletak di meja. Mengambil uang yang berada di dalamnya. Melihat semua uang diambil oleh suaminya, dengan gegas Melinda bangkit dan hendak merebut uang tersebut.
"Mas, jangan diambil semua. Aku mohon," rengek Melinda. Masih terus berusaha merebut uang tersebut.
"Untuk berobat Atha, uang segini cukup." Fatih mengambil setengah dari uang yang diambilnya. Lalu menaruh di meja, sedangkan sisanya ia masukan ke kantong jaket bagian dalam.
Melinda menangis, meminta Fatih agar mengembalikan uang tersebut. Namun, hati lelaki itu seperti terbuat dari batu. Bukannya mengembalikan uang tersebut, Fatih justru menunggingkan senyum melihat air mata Melinda yang sudah membasahi wajah wanita tersebut.
"Mas, kenapa kau jahat sekali? Bukankah seharusnya kau membantuku mencari uang untuk pengobatan Fatih? Bukan malah memerasku seperti ini," keluh Melinda. Mengusap air mata yang terus mengalir.
Fatih berjongkok, agar sejajar dengan Melinda yang sekarang sedang bersimpuh. Ia hendak menyentuh pipi Melinda, tetapi langsung ditepis oleh wanita itu.
"Kau tenang saja. Aku akan menjadikan uang ini sebagai bahan taruhan. Kalau nanti menang, aku akan mengembalikan padamu bahkan lebih dari ini. Jadi, kau jangan berlebihan," ujar Fatih.
"Kapan kau menang judi, Mas? Kau hanya menang sekali dan setelahnya kalah terus!" Melinda mulai berani membalas ucapan suaminya. Hal tersebut tentu saja membuat Fatih meradang.
"Kau! Berani padaku!" Fatih kembali mendelik. Bahkan, ia seperti hendak merem*s wajah Melinda. "Ingat, kau ini istriku dan seharusnya kau tunduk padaku. Bukan membangkang seperti ini!"
"Mas ...."
"Aku mau pergi. Jadi, kau diamlah sebelum aku memukulmu!" Fatih berdecih keras lalu pergi meninggalkan Melinda yang masih bersimpuh di lantai. Tidak peduli meski wanita itu masih terisak lirih.
"Kenapa kau jahat sekali padaku, Mas." Melinda mengusap air mata sambil menatap nanar punggung suaminya yang perlahan menjauh dari pandangan.
***
Seharian ini Melinda menghabiskan waktu bersama Atha. Sebelum nanti malam akan kembali bekerja melayani para lelaki hidung belang. Setelah memeriksakan Atha, Melinda pun mengajak anak tersebut jalan-jalan. Menghabiskan waktu bersama yang jarang sekali mereka lakukan.
"Ibu, aku ingin kita bisa seperti ini terus." Atha berbicara tidak terlalu jelas karena mulutnya yang penuh oleh makanan.
Melinda yang melihat itu pun mengulas senyum sambil mengusap pipi putranya dengan lembut. "Tentu saja. Kau harus berjanji untuk segera sembuh dan sehat seperti sedia kala. Nanti ibu akan banyak menghabiskan waktu denganmu. Bagaimana?"
Atha mengangguk antusias. "Ya. Aku mau sembuh demi Ibu."
Hati Melinda terasa berdenyut. Merasa haru melihat senyum Atha yang selalu menjadi penyemangat untuknya. Melinda sangat berharap semoga Atha tidak pernah mengetahui pekerjaan apa yang ia lakukan demi kesembuhan putranya. Ia tidak ingin Atha kecewa nantinya.
Setelah puas makan dan bermain, Melinda pun segera mengajak Atha untuk pulang karena waktu sudah sore. Ia harus menyiapkan tenaga untuk nanti malam. Selama dalam perjalanan pulang, Melinda terus tersenyum mendengar celotehan Atha.
Setibanya di rumah, mereka langsung disambut oleh Dewi. Tatapan Dewi ke arah Melinda masih seperti biasa. Terlihat sinis dan tidak suka. Namun, Melinda yang sudah terbiasa dengan hal itu pun tetap bersikap tidak acuh. Dewi yang mengetahui Melinda akan bekerja pun segera mengajak Artha untuk beristirahat.
"Mas Fatih belum pulang, Bu?" tanya Melinda saat ia sudah siap berangkat bekerja.
Melinda memakai celana jeans dan kemeja panjang jika berangkat dari rumah. Namun, ketika sudah sampai di tempat Tante Sisca, ia akan berganti baju. Memakai pakaian seksi dengan belahan dada terbuka.
"Belum. Kau kalau mau berangkat, lebih baik berangkat saja. Tidak perlu pamit Fatih. Toh, dia sudah tahu." Dewi berbicara dengan ketus. Melinda pun hanya menghela napas panjang lalu mencium punggung tangan ibu mertuanya.
Setelah mencium kening Artha, Melinda segera memesan ojek online untuk berangkat ke lokasi. Ia hanya memiliki satu motor dan itu pun sudah dipakai oleh Fatih untuk berangkat kerja.
Niatku bekerja demi mendapatkan uang untuk pengobatan Artha. Maafkan aku, Tuhan. Aku benar-benar hamba-Mu yang penuh dosa.
***
"Kau kalah lagi! Hahaha!" ujar seseorang di meja judi.
"Sial!" Fatih mengumpat kesal apalagi mendengar tawa yang seperti meledeknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
andi hastutty
tinggalkan saja orang bgi2 Melinda bawa anakmu
2023-10-05
0
nurcahaya
harusnya ini tugas suami sifat ih yg cari nafkah lah ini mlah kebalikannya
2023-08-01
0