NovelToon NovelToon

Terpaksa Menjadi Kupu-Kupu Malam

TMKKM 01

Melinda berpura-pura menikmati malam panjang yang sedang ia lalui bersama seorang lelaki bertubuh gempal. Hanya bisa diam ketika lelaki itu terus saja memompa dirinya. Mencari kepuasan dari tubuh moleknya. Rasanya Melinda ingin sekali menangis. Mengingat lelaki itu bukanlah suaminya. Namun, Melinda tidak mungkin melakukan itu. Ia masih butuh uang untuk pengobatan anaknya. 

Di saat lelaki itu hampir sampai puncak, ponsel Melinda berdering keras. Lelaki gempal itu pun menggeram karena merasa terganggu. Berbeda dengan Melinda yang mendadak gelisah. Ia lupa, tidak mengganti dering ponsel tersebut ke mode silent seperti biasa. 

"Berisik sekali!" umpat lelaki itu. Tanpa menghentikan aktivitasnya. 

"Izinkan saya menerima panggilan itu terlebih dahulu, Tuan. Barangkali penting." Melinda memohon di sela desah*nnya. Rasa gelisah bercampur menjadi satu dengan rasa nikmat yang sebenarnya tidak benar-benar ia nikmati. 

"Tidak! Enak saja menganggu kenikmatanku!" 

Sampai dering itu terhenti, lelaki tersebut sama sekali tidak menghentikan gerakannya dan baru berhenti ketika sudah sampai pada puncak. Setelah beristirahat sebentar, lelaki itu pun kembali memakai pakaiannya lalu menaruh uang di nakas. 

"Aku mengurangi bayaranmu karena ponselmu sangat mengganggu tadi," ujarnya sambil berlalu pergi. Meninggalkan Melinda yang masih terbaring di ranjang. Menggunakan selimut untuk menutup tubuh polosnya. 

Melinda mengambil uang di nakas yang berjumlah empat ratus ribu rupiah. Padahal biasanya ia akan mendapat lima ratus ribu dalam sekali main. Sangat murah untuk sebuah harga diri. 

Cukup lama Melinda berdiam di tempat. Tidak ada semangat untuk bangkit karena pikirannya sangatlah kacau. Ingin sekali menyudahi pekerjaan ini, tetapi putranya—Fathariandi biasa dipanggil Atha—masih membutuhkan uang yang banyak untuk biaya pengobatan penyakit leukimia yang diderita. Hal itu pula lah yang membuat Melinda terpaksa menjadi seorang wanita malam demi mendapatkan uang. 

Setelah rasa lelah perlahan memudar, Melinda beralih mengambil ponsel di atas nakas untuk melihat siapa yang menghubungi tadi. Ternyata Fatih, suaminya. Dengan bermalasan, wanita itu pun menghubungi suaminya balik.  

"Hallo, Mas. Maaf, tadi kafe rame sekali jadi aku tidak sempat angkat telepon," ucap Melinda berbohong. Suaminya bahkan tidak tahu apa sebenarnya pekerjaan Melinda. Yang lelaki itu tahu, Melinda bekerja di sebuah kafe. 

"Jam berapa kau pulang!" Suara lelaki itu terdengar setengah membentak. 

Melinda menghirup napas dalam. Sudah paham dan sudah terbiasa dengan sikap suaminya yang tempramental. 

"Bukankah kau tau jadwalku, Mas. Aku pulang nanti malam jam satu dini hari. Seperti biasa ketika kafe sudah tutup." Melinda berbohong semakin jauh. 

Memang benar seperti kata pepatah, jika kita melakukan satu kebohongan maka akan terciptalah kebohongan-kebohongan yang lain. Melinda tahu apa yang dilakukan adalah salah. Namun, ia tidak memiliki pilihan lain lagi. Hanya pekerjaan ini yang mampu membuatnya mendapat uang yang cukup banyak dalam waktu cepat. 

"Awas kalau sampai kau pulang telat!" hardiknya. 

"Iya, Mas. Aku akan langsung pulang saat kafe sudah tutup. Apa Artha sudah tidur?" tanya Melinda. 

"Sudah." Fatih menjawab ketus. 

"Melinda!" 

Melinda sontak menutup ponsel ketika mendengar teriakan dari luar pintu. 

"Mas, aku matikan dulu. Aku dipanggil si bos." 

Tanpa menunggu jawaban dari seberang telepon, Melinda langsung mematikan panggilan tersebut. Bahkan, Melinda sengaja mematikan ponselnya agar Fatih tidak lagi menghubungi. Ketika baru saja menaruh ponsel di nakas, masuklah seorang wanita yang memakai baju yang sangat seksi. Berjalan dengan angkuh sambil menghisap rokok. 

"Tante Sisca, ada apa?" tanya Melinda. 

"Aku dapat komplain tadi kalau kau kurang puas dalam memberi pelayanan," ucap Sisca—pemilik tempat itu sekaligus germo di sana.

"Maaf, Tante. Aku hanya lupa mematikan dering ponselku," sahut Melinda. 

"Kalau begitu, kau harus melayani satu lelaki lagi. Dia sedang dalam perjalanan ke sini jadi kuharap kau tidak melakukan  kesalahan yang sama," perintah Tante Sisca dengan nada setengah membentak. 

"Tante, tapi aku belum membersihkan diri. Bahkan, tubuhku masih lelah." Melinda mengeluh. Ia memang lelah dan tulangnya seperti patah. 

"Masih ada waktu setengah jam. Kupikir itu cukup untukmu membersihkan diri dan berdandan secantik mungkin agar menarik." Tante Sisca menyesap rokoknya dalam-dalam lalu beranjak bangkit dan pergi dari kamar tersebut. 

Melinda hanya menatap punggung Tante Sisca yang perlahan menjauh dari pandangan. Ia harus kembali bangkit dan tidak boleh kalah dari rasa lelah. Lumayan, untuk pelanggan kedua biasanya uang yang didapat akan sedikit lebih banyak. 

Dengan gegas, Melinda turun dari ranjang lalu membersihkan diri. Memakai gaun seksi juga pewangi agar lelaki itu tergoda padanya. Tidak ada yang tahu, di balik senyum manis Melinda, ada luka yang disembunyikan dengan rapat. 

****

Melinda memejamkan mata ketika dirinya sedang berada di dalam taksi untuk pulang ke rumah. Seharusnya ia sudah pulang setengah jam lalu, tetapi pria penyewa tadi meminta ditemani mengobrol sebentar dengan upah seratus ribu rupiah, tentu saja Melinda tidak melewatkan kesempatan itu. Lumayan untuk menambah pemasukan hari ini. 

Ketika taksi tersebut sudah berhenti, Melinda pun bergegas turun. Rumah milik suaminya sudah gelap, hanya lampu halaman depan saja yang masih menyala, itu pun tidak terlalu terang. Melinda yakin kalau semua penghuni rumah itu sudah tertidur.

Melinda mengambil kunci dari dalam tas. Membuka pintu tersebut dan langsung menuju kamar. Ketika sudah masuk, Melinda mengerutkan kening karena Atha hanya tidur sendirian. Fatih tidak berada di rumah. Dengan gerakan perlahan Melinda duduk di tepi ranjang lalu mengambil ponsel dan menghubungi suaminya. 

Bukan pertanyaan kenapa pulang terlambat yang ia dapatkan. Melainkan bentakan keras. Seperti akan merontokkan jantungnya. Jika sedang dalam situasi seperti itu, Melinda tahu kalau suaminya saat ini sedang berada di meja judi dan mabuk-mabukan. 

"Ibu ... Ibu ...." 

Perhatian Melinda teralihkan ketika mendengar Atha mengigau. Ia pun menaruh ponsel secara sembarang lalu naik ke ranjang dan memeluk putranya. 

"Ibu sudah pulang?" tanya Atha. Suaranya sangat lirih karena masih mengantuk. Bahkan, matanya saja terlihat setengah terpejam. 

"Ya, ibu baru pulang karena lembur. Ayo, tidur lagi. Ibu butuh istirahat." Melinda mengeratkan pelukannya lalu memejamkan mata agar Atha ikut tidur lagi. Namun, anak itu justru membuka mata tanpa diketahui oleh Melinda. 

"Ibu," panggil Atha lirih. 

"Hmm, kenapa, Sayang?" tanya Melinda tanpa membuka mata. 

"Kenapa Ibu selalu pulang malam bahkan terkadang sampai pagi? Apa Ibu tidak mau kerja siang hari saja agar aku bisa tidur dengan Ibu setiap malam?" 

Melinda hanya bisa membisu ketika mendengar pertanyaan dari Atha. 

"Maafkan ibu, Sayang. Nanti ibu akan mencari pekerjaan di siang hari saja. Sekarang kau tidurlah." Melinda mengusap lembut kening Atha agar anak itu kembali tidur. 

Maafkan ibu, Sayang. Untuk sekarang ini biarlah kita seperti ini. Kalau nanti kau sembuh, ibu janji akan berhenti dari pekerjaan ibu sekarang ini. 

TMKKM 02

Jam sudah menunjuk pukul enam pagi, Melinda terbangun dan melihat Fatih masih terlelap tidur. Entah jam berapa lelaki itu pulang, Melinda tidak tahu sama sekali. Semalam ia terlelap tidur karena tubuhnya sangat lelah dan rasanya remuk redam. Nanti malam, ia akan izin Tante Sisca untuk tidak bekerja. 

Melinda mengecup kening Atha terlebih dahulu sebelum akhirnya turun dari kasur dan membersihkan diri. Menyiapkan sarapan untuk mereka. Saat sudah sampai di dapur, Melinda melihat ibu mertuanya sedang memotong sayuran. 

"Enak ya, bangun jam segini." Dewi—Ibu Mertua Melinda— berbicara setengah menyindir. 

"Iya, Bu. Semalam kafe sangat ramai jadi tubuhku lelah sekali." Melinda memijat tengkuknya perlahan. Tidak peduli meskipun Dewi sudah menatapnya sinis. 

"Baguslah. Itu artinya kau dapat uang lebih banyak, bukan?" tanya Dewi. Menghentikan gerakan tangan Melinda yang baru saja hendak membantu memotong sayur. 

Melinda tersenyum paksa. "Lumayan, Bu. Bisa buat berobat Atha besok senin." 

Perbicangan itu pun terhenti. Mereka sama-sama sibuk pada pekerjaan masing-masing. Setelahnya, Melinda bertugas menata masakan yang sudah matang ke meja makan, sedangkan Dewi pergi mandi. 

Tepat ketika Melinda selesai dengan tugasnya, Fatih keluar dari kamar dan langsung berjalan menuju ke meja makan. Menatap masakan demi masakan yang terhidang di sana. 

"Kau yang memasak?" tanya Fatih setengah ketus. 

"Ibu. Aku hanya membantu, Mas." Melinda menjawab lembut. Sambil mengambilkan nasi untuk suaminya. 

"Setelah sarapan ada hal yang akan aku bicarakan denganmu," kata Fatih. 

Melinda hanya mengangguk mengiyakan tanpa merasa curiga sama sekali. Ia yakin kalau perbincangan mereka nanti akan membahas tentang Atha. 

***

Melinda hanya duduk diam di atas kasur sambil menatap Fatih yang sedang berdiri di dekat jendela. Tidak ada Atha di sana karena Fatih menitipkan kepada Dewi. Suasana di kamar itu pun terasa tegang apalagi saat Melinda menyadari ada yang berbeda dari suaminya. 

"Di mana gajimu?" tanya Fatih dengan nada dingin. Membekukan suasana di kamar tersebut. 

"Gaji?" Melinda mengerutkan kening. 

Melihat respon istrinya, Fatih pun langsung mendekati Melinda dan mencengkeram dagu wanita tersebut dengan cukup kuat. Tidak peduli meski Melinda sudah meringis kesakitan, Fatih tetap saja menguatkan cengkraman itu. 

"Kau jangan berlagak bodoh! Apa kau berpura-pura lupa kalau sekarang hari minggu dan semalam sudah pasti kau gajian!" bentak Fatih. Matanya mendelik tajam seolah hendak lepas dari tempatnya. 

Melinda menelan salivanya susah payah. "Ta-tapi, Mas. Uang itu untuk berobat Atha besok, Mas." 

Fatih Menghempaskan wajah Melinda dengan cukup kasar. Kemudian, lelaki tersebut mengambil tas milik istrinya yang tergeletak di meja. Mengambil uang yang berada di dalamnya. Melihat semua uang diambil oleh suaminya, dengan gegas Melinda bangkit dan hendak merebut uang tersebut. 

"Mas, jangan diambil semua. Aku mohon," rengek Melinda. Masih terus berusaha merebut uang tersebut. 

"Untuk berobat Atha, uang segini cukup." Fatih mengambil setengah dari uang yang diambilnya. Lalu menaruh di meja, sedangkan sisanya ia masukan ke kantong jaket bagian dalam. 

Melinda menangis, meminta Fatih agar mengembalikan uang tersebut. Namun, hati lelaki itu seperti terbuat dari batu. Bukannya mengembalikan uang tersebut, Fatih justru menunggingkan senyum melihat air mata Melinda yang sudah membasahi wajah wanita tersebut.

"Mas, kenapa kau jahat sekali? Bukankah seharusnya kau membantuku mencari uang untuk pengobatan Fatih? Bukan malah memerasku seperti ini," keluh Melinda. Mengusap air mata yang terus mengalir. 

Fatih berjongkok, agar sejajar dengan Melinda yang sekarang sedang bersimpuh. Ia hendak menyentuh pipi Melinda, tetapi langsung ditepis oleh wanita itu. 

"Kau tenang saja. Aku akan menjadikan uang ini sebagai bahan taruhan. Kalau nanti menang, aku akan mengembalikan padamu bahkan lebih dari ini. Jadi, kau jangan berlebihan," ujar Fatih. 

"Kapan kau menang judi, Mas? Kau hanya menang sekali dan setelahnya kalah terus!" Melinda mulai berani membalas ucapan suaminya. Hal tersebut tentu saja membuat Fatih meradang. 

"Kau! Berani padaku!" Fatih kembali mendelik. Bahkan, ia seperti hendak merem*s wajah Melinda. "Ingat, kau ini istriku dan seharusnya kau tunduk padaku. Bukan membangkang seperti ini!" 

"Mas ...." 

"Aku mau pergi. Jadi, kau diamlah sebelum aku memukulmu!" Fatih berdecih keras lalu pergi meninggalkan Melinda yang masih bersimpuh di lantai. Tidak peduli meski wanita itu masih terisak lirih. 

"Kenapa kau jahat sekali padaku, Mas." Melinda mengusap air mata sambil menatap nanar punggung suaminya yang perlahan menjauh dari pandangan. 

***

Seharian ini Melinda menghabiskan waktu bersama Atha. Sebelum nanti malam akan kembali bekerja melayani para lelaki hidung belang. Setelah memeriksakan Atha, Melinda pun mengajak anak tersebut jalan-jalan. Menghabiskan waktu bersama yang jarang sekali mereka lakukan. 

"Ibu, aku ingin kita bisa seperti ini terus." Atha berbicara tidak terlalu jelas karena mulutnya yang penuh oleh makanan. 

Melinda yang melihat itu pun mengulas senyum sambil mengusap pipi putranya dengan lembut. "Tentu saja. Kau harus berjanji untuk segera sembuh dan sehat seperti sedia kala. Nanti ibu akan banyak menghabiskan waktu denganmu. Bagaimana?" 

Atha mengangguk antusias. "Ya. Aku mau sembuh demi Ibu." 

Hati Melinda terasa berdenyut. Merasa haru melihat senyum Atha yang selalu menjadi penyemangat untuknya. Melinda sangat berharap semoga Atha tidak pernah mengetahui pekerjaan apa yang ia lakukan demi kesembuhan putranya. Ia tidak ingin Atha kecewa nantinya. 

Setelah puas makan dan bermain, Melinda pun segera mengajak Atha untuk pulang karena waktu sudah sore. Ia harus menyiapkan tenaga untuk nanti malam. Selama dalam perjalanan pulang, Melinda terus tersenyum mendengar celotehan Atha. 

Setibanya di rumah, mereka langsung disambut oleh Dewi. Tatapan Dewi ke arah Melinda masih seperti biasa. Terlihat sinis dan tidak suka. Namun, Melinda yang sudah terbiasa dengan hal itu pun tetap bersikap tidak acuh. Dewi yang mengetahui Melinda akan bekerja pun segera mengajak Artha untuk beristirahat. 

"Mas Fatih belum pulang, Bu?" tanya Melinda saat ia sudah siap berangkat bekerja. 

Melinda memakai celana jeans dan kemeja panjang jika berangkat dari rumah. Namun, ketika sudah sampai di tempat Tante Sisca, ia akan berganti baju. Memakai pakaian seksi dengan belahan dada terbuka. 

"Belum. Kau kalau mau berangkat, lebih baik berangkat saja. Tidak perlu pamit Fatih. Toh, dia sudah tahu." Dewi berbicara dengan ketus. Melinda pun hanya menghela napas panjang lalu mencium punggung tangan ibu mertuanya. 

Setelah mencium kening Artha, Melinda segera memesan ojek online untuk berangkat ke lokasi. Ia hanya memiliki satu motor dan itu pun sudah dipakai oleh Fatih untuk berangkat kerja. 

Niatku bekerja demi mendapatkan uang untuk pengobatan Artha. Maafkan aku, Tuhan. Aku benar-benar hamba-Mu yang penuh dosa. 

***

"Kau kalah lagi! Hahaha!" ujar seseorang di meja judi. 

"Sial!" Fatih mengumpat kesal apalagi mendengar tawa yang seperti meledeknya. 

TMKKM 03

Fatih menggeram marah. Menendang udara sekuat tenaga untuk meluapkan kekesalan yang membuncah di dada. Bahkan, bibirnya sejak tadi terus saja mengumpat.

Ia kesal. Marah. Sudah kalah judi, masih dijadikan bahan ledekan pula. Harga dirinya seperti diinjak-injak dan ia bertekad akan membalas mereka semua yang sudah berani mencemoohnya.

"Lihat saja, aku akan menang setelah ini!" umpatnya geram.

Fatih duduk di tepi jalan, menatap motornya yang terparkir tepat di sampingnya. Ingin sekali menjual motor tersebut, tetapi hanya itu barang yang dimiliki satu-satunya. Terlebih lagi, motor itu merupakan hal utama yang ia gunakan untuk bekerja. Tidak mungkin dirinya menjual motor tersebut hanya untuk taruhan judi.

"Melinda," gumamnya lirih. "Aku tahu apa yang harus kulakukan." Senyuman licik tersungging dari sudut bibirnya.

Fatih pun segera naik ke motor dan melajukan kembali ke rumah. Berharap Melinda belum berangkat bekerja karena ia yakin kalau istrinya tersebut masih memiliki uang. Fatih memang tidak tahu berapa gaji bekerja di kafe, tetapi Melinda selalu memiliki uang untuk pengobatan Atha meski ia sudah meminta untuk berjudi. Jika ditanya soal gaji, Melinda hanya menjawab bahwa gajinya cukup dan Fatih pun sama sekali tidak menaruh curiga.

Setibanya di rumah, lelaki itu kembali ngegrundel saat istrinya sudah tidak ada. Hanya ada ibu dan anaknya yang sedang menonton televisi.

"Melinda sudah berangkat, Bu?" tanya Fatih.

"Sudah. Kau dari mana? Dari tadi Atha mencarimu." Dewi menepuk pelan bahu Atha untuk mengalihkan perhatian anak tersebut. Terlalu fokus pada film kartun yang ditonton membuat Atha tidak menyadari keberadaan ayahnya.

"Bapak." Atha bangkit dan berlari memeluk Fatih. "Aku mau dikeloni Bapak."

"Baiklah. Kau tidur sekarang karena setelah ini bapak masih ada urusan," kata Fatih menggandeng tangan Atha menuju ke kamar mereka.

"Bapak ada urusan apa?" tanya Atha penasaran.

"Urusan orang tua dan kau anak kecil tidak perlu tahu." Fatih menjawab setengah ketus. Atha pun tidak bertanya lagi. Memilih untuk diam karena takut jika terlalu banyak bertanya maka Fatih akan marah.

***

Melinda menatap pantulan wajahnya di cermin. Wajahnya memang terlihat cantik, tetapi sorot matanya menunjukkan kepiluan. Senyuman Melinda bahkan terlihat getir. Rambutnya yang basah sehabis keramas menjadi tanda bahwa wanita itu baru saja melakukan percintaan panas.

Ia melirik uang lima ratus ribu yang masih tergeletak di atas nakas. Lalu menghela napas panjang dan mengembuskan dengan perlahan. Rasanya sudah lelah sekali, tetapi jika teringat senyuman Atha, semangat Melinda seolah berkobar. Ia meyakinkan diri bahwa tidak boleh kalah oleh keadaan.

"Kau harus cepat sembuh, Atha. Ibu berjanji jika kau sembuh maka ibu akan berhenti dari pekerjaan ini," gumam Melinda lirih.

Tidak peduli pada rasa lelah yang dirasakan, Melinda memilih untuk mengeringkan rambutnya lalu memakai gaun seksi kembali. Ia akan melayani pelanggan kedua jika ada nanti. Baginya sekarang adalah rasa lelah harus ia terjang demi uang untuk pengobatan Atha.

"Kau masih mau lagi?" tanya Tante Sisca yang mengejutkan Melinda.

Melinda pun berbalik lalu melihat Tante Sisca. "Kalau masih ada, aku mau satu kali lagi, Tante."

Tante Sisca menghisap rokoknya secara dalam. Lalu menunggingkan senyumnya. "Kau memang luar biasa. Tenagamu sangat kuat. Baiklah, nanti kalau ada pelanggan lagi aku kabari."

"Iya, Tante." Melinda melihat kepergian Tante Sisca lewat cermin. Setelahnya ia pun berdandan rapi karena jika ada pelanggan yang datang maka ia sudah dalam posisi siap.

***

Fatih mengembuskan napas lega ketika melihat Atha sudah tertidur lelap. Dengan perlahan ia turun dari kasur dan membuka lemari. Melihat setiap tumpukan baju untuk mencari uang. Barangkali Melinda menyimpan di sana. Namun, sampai semua tumpukan baju itu dibuka, tidak ada satu rupiah pun uang yang tersimpan. Fatih pun berganti mencari ke laci meja dan hasilnya pun sama.

"Sial! Sepertinya dia membawa semua uangnya," gerutu Fatih. Memukul lemari untuk meluapkan kekesalan.

Nyatanya, Fatih tidak menyerah begitu saja. Kembali mencari di tumpukan baju karena khawatir ada yang terlewatkan tadi. Namun, lelaki tersebut justru terdiam ketika melihat sebuah lingerie berwarna merah yang berada di tumpukan baju dalam milik Melinda.

Fatih tahu, lingerie itu dulu adalah kado pernikahan mereka dari sahabat Fatih, dan Melinda hanya memakai beberapa kali saja. Ketika melihat lingerie tersebut, sontak membuat hasrat Fatih naik. Bayangan istrinya memakai baju dinas seorang istri itu pun seolah menari dalam benak.

Ada yang bereaksi dari diri Fatih. Terlebih lagi sudah lama sekali ia tidak melakukan hubungan dengan istrinya. Melinda yang sibuk bekerja sampai larut malam. Juga dirinya yang terkadang pulang dengan tubuh lelah membuat mereka jarang sekali melakukan hubungan intim.

Libido Fatih naik drastis dan ia harus menuntaskan hasratnya. Jika tidak maka kepalanya akan sangat pusing dan bisa saja ia menjadi sangat emosional. Namun, untuk waktu sekarang ini Melinda sedang tidak berada di rumah, sedangkan melakukan sendiri maka Fatih tidak akan merasakan kepuasan.

"Lebih baik aku menyewa wanita malam." Fatih mendapatkan ide. Namun, ia kembali terdiam untuk waktu yang lama. "Tapi dari mana aku mendapatkan uang untuk menyewa. Uangku saja sudah habis untuk berjudi tadi."

Fatih mengancak rambutnya. Merasa kesal dan frustrasi sendiri. Tiba-tiba, senyumnya terlihat mengembang lalu bergegas keluar kamar dan menemui ibunya. Tanpa malu, Fatih meminta uang pada Dewi dengan dalih untuk kepentingan yang mendesak. Fatih juga berjanji akan mengembalikan uang tersebut segera mungkin.

Setelah mendapat pinjaman uang dari ibunya, Fatih pun segera pergi. Melajukan motornya menuju ke sebuah tempat prostitusi untuk menyewa wanita malam. Sekadar menuntaskan hasrat yang sudah terasa naik sampai ke ubun-ubun.

"Berapa tarifnya?" tanya Fatih saat sudah menggandeng seorang wanita malam dengan pakaian yang sangat seksi. Padahal, Melinda lebih cantik dari wanita itu, tetapi Fatih terpaksa melakukannya.

"Lima ratus ribu," sahutnya dengan nada bicara sensual. Fatih pun mengangguk mengiyakan lalu mereka bergegas menuju ke kamar.

Namun, langkah Fatih terhenti dan keningnya mengerut dalam ketika melihat seorang wanita yang juga berpakaian seksi, sedang menggandeng seorang lelaki. Pakaiannya pun sangat seksi. Rasanya Fatih sangat familiar dengan wanita itu.

Dengan gegas, Fatih melepaskan gandengan wanita yang disewanya lalu mendekati wanita yang ia duga sebagai istrinya. Sebelum kedua orang itu masuk kamar, Fatih menepuk bahu sang wanita dengan perlahan dan ketika menoleh ke belakang, keduanya sama-sama tersentak kaget.

"Mas Fatih," panggil Melinda dengan suara bergetar hebat. Wajahnya yang barusan dipenuhi senyuman pun kini terlihat memucat. 

"Sialan! Apa yang kau lakukan di sini!" bentak Fatih. Suaranya yang menggelegar mengalihkan beberapa orang yang berada di sana.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!