Ruth: Remedy For Sorrow
"Jadi apa pilihanmu?"
Suasana hening mengisi ruangan setelah suara yang serak dan dalam itu jatuh. Tatapan mata yang dipenuhi ketakutan dan berkebingungan terpaku pada wanita anggun yang berdiri di depannya dengan gaun hitam sutra.
Detik-detik berjalan seolah berlalu lambat, dan ruangan terasa penuh dengan ketegangan. Sosok yang ditanyai itu merasakan napasnya berhenti sejenak, seolah waktu ikut terhenti bersamanya. Di antara deru hening itu, pikiran-pikirannya berputar cepat, mencari cara untuk merespons kata-kata yang baru saja diucapkan.
"Pikirkanlah keputusanmu, berikan jawabanmu ketika aku kembali."
Kata-kata yang begitu dingin itu ditujukan pada sosok layu yang tengah berlutut di lantai marmer yang dingin.
tak tak tak
Suara langkah kaki dari sepatu heels tiga setengah inchi bergema di ruangan megah yang baru saja ditinggalkan pemiliknya.
Tampak marmer berkilauan pada lantai yang luas, mencerminkan cahaya lampu gantung bergaya klasik yang memancarkan cahaya hangat. Dinding-dindingnya dihiasi dengan lukisan-lukisan klasik bergaya Renaissance, menambah kesan kemewahan kelas atas dalam ruangan tersebut. Di tengah ruangan terdapat meja kayu berukiran indah dengan hiasan kaca patri di bagian tengahnya, menghadap jendela besar yang memperlihatkan pemandangan taman yang rimbun dan indah.
Tatapannya terpaku pada punggung yang semakin menjauh dari jarak pandang. Air mata terus mengalir dari matanya, namun dia merasa tak bisa mengungkapkan sepatah kata pun. Pikirannya kini terasa kosong, semua kata-kata yang biasanya lancar terucap telah lenyap.
Pandangannya terhenti pada jendela besar yang menampilkan pemandangan taman yang indah. Pepohonan rindang dan angin sepoi-sepoi tampak menyapu lembut rumput hijau. Dia merenung, mencoba mencari jawaban di dalam hati yang berkecamuk.
Sosok yang ditinggalkan itu kini telah kehilangan tatapan bingungnya, Pipinya kini dialiri air mata dan terus terisak.
Nona, ini Aku. Aku kembali.
Setelah beberapa saat berusaha mencari keseimbangan, Dia akhirnya berhasil bangkit dari rasa sempoyong yang menghantuinya. Dia mengambil benda terdekat yang bisa digunakan sebagai tumpuan, sebuah payung tua dengan gagang kayu yang berdiri tegak di pojok ruangan. Payung itu menjadi penopangnya, seakan menjadi tongkat yang menuntun langkahnya di saat-saat yang sulit seperti ini.
Setelah sampai pada kursi terdekat, dia merasakan tubuhnya mulai merasa lebih tenang. Dengan hati-hati, dia menarik nafas dalam-dalam dan mengatur irama napasnya agar kembali stabil. Tatapan matanya mengelilingi ruangan yang megah dan mewah ini, yang seolah-olah menceritakan kisah kejayaan dan kemakmuran yang telah dicapai di masa lalu.
Dia memandangi seisi ruangan dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, dia merasa kagum, terpesona dan nostalgia dengan kemewahan dan keindahan ruangan ini.
Tapi di sisi lain, dia merasa tertekan dan cemas dengan suasana yang begitu mencekam. Suasana yang kini begitu berbeda dari biasanya, yang selalu diisi dengan kehangatan dan keceriaan.
Payung itu masih tegak berdiri di sampingnya, menjadi saksi bisu dari perjuangannya untuk tetap berdiri tegar di tengah kekacauan.
Sambil terus mengatur nafasnya agar tetap tenang, dia merenungi keputusannya untuk berada di ruangan ini. Dia tahu bahwa ada alasan kuat di balik segala kesulitan dan tantangan yang harus dihadapi.
Dan pasti ada alasan mengapa dia dilahirkan kembali. Dia ingin menjadi lebih baik, lebih kuat, dan lebih mampu menghadapi berbagai situasi yang rumit dan menuntut.
Dia menyadari bahwa saat ini adalah momen yang krusial dalam hidupnya. Dia harus menghadapi ketidakpastian dan tantangan dengan kepala tegak, tanpa rasa takut atau keraguan. Kekhawatiran di masa lalu kini belum terjadi, semua hal dapat memiliki takdir baru.
Dia harus menemukan cara untuk melangkah maju, melampaui batas-batasnya sendiri, dan mencapai impian yang selama ini diidamkan.
Sambil memandangi seisi ruangan yang mewah dan megah, dia berjanji pada dirinya sendiri. Dia akan tetap berdiri tegar, meskipun langkahnya terasa goyah dan kebingungannya menghampiri. Dia akan mencari kekuatan dalam dirinya, untuk menghadapi segala rintangan dan cobaan yang ada di hadapannya. Dan dia yakin, dengan tekad dan semangat yang tak tergoyahkan, dia akan mampu menghadapi masa depan dengan penuh keyakinan dan keberanian.
.......
Aku kembali, di titik waktu yang baik, meski bukan yang terbaik.
Identitasku saat ini, yang beberapa saat lalu berhadapan dengan Nona adalah gadis dari daerah miskin yang dijual oleh keluarganya dengan dalih dikirim bekerja keluar kota.
Daerah asalku sangat miskin dengan penduduknya yang juga berpendidikan dan berpenghasilan rendah.
Kenapa aku dijual?
Karena desa kami miskin dan tanahnya yang tandus, sebagian besar pemuda di desaku pergi merantau mencari pekerjaan di kota ataupun kabupaten sekitar, begitu pula kedua orang tuaku.
Ayahku bekerja sebagai kuli bangunan sedangkan ibuku bekerja sebagai pengasuh anak di kota.
Sejak aku bisa mengingat, Aku diasuh oleh nenekku. Walaupun kedua orangtuaku selalu mengirim uang untuk keperluanku, sebagian besar uang itu akan diberikan nenek kepada pamanku yang pemalas.
Tiga bulan yang lalu ayahku meninggal karena kecelakaan kerja. Meski hanya kuli paling sederhana, ayahku bekerja dalam kontrak dan memiliki jaminan asuransi sehingga Aku dan Ibu berhak mendapatkan santunan.
Kami tidak sempat bersedih, seringkali terjadi keributan di rumah. Karena jumlahnya yang terbilang besar, nenek enggan memberikannya dan beralasan Ibu pasti akan menikah lagi dan uang itu pasti akan dihabiskan untuk keluarga barunya, sehingga terjadi percekcokan besar diantara keduanya. Dalam kemarahan, Ibu kembali ke keluarga ibunya. Namun naas, mobil travel yang ditumpangi mengalami kecelakaan beruntun. Hanya berselang kurang dari dua bulan, kini Aku menjadi yatim piatu.
Tanpa halangan dari Ibu, nenekku lebih menggila. Di Setiap tikungan dan belokan, siapapun yang ditemuinya di desa, ia akan mengatakan bahwa ibu kabur dari rumah dengan membawa uang santunan ayahku dan meninggalkanku.
Aku pun marah, namun kemarahan tidak berguna. Nenek mengurungku dan paman selalu memukuliku. Jika aku mendebat, nenekku akan membuatku kelaparan dalam kurungan.
Kukira hal seperti ini akan terus berlarut-larut, namun entah dari mana pamanku yang serakah mendapatkan kabar, ada sekelompok organisasi ang mengumpulkan gadis-gadis muda 15-20 tahun untuk dikirim 'bekerja' ke luar kota.
Jelas-jelas aku belum berusia 15 tahun, jelas pula pamanku tahu kalau itu adalah pekerjaan abu-abu, namun dia tetap melakukannya. Bukannya aku 'dikirim', karena dibutakan oleh keuntungan dan uang, pamanku malah menjual ku. Hal itu baru ku ketahui ketika sesampainya di pelabuhan pesisir saat rombongan terbagi. Aku tidak turun di pelabuhan, kapal tersebut terus membawaku melaju menuju gelombang laut dan Aku masih belum tahu kemana tujuannya.
Berhari-hari berlayar tanpa mengetahui tujuan yang pasti, akhirnya Aku beserta rombongan tiba di pelabuhan lain. Konon, inilah tujuannya. Begitu kami melangkah keluar dari kapal, Aku langsung merasakan perbedaan suasana yang menyapa. Udara yang berbeda, bau asin dari laut yang begitu kuat, serta sinar matahari yang menyengat kulit kami dengan hangatnya.
Pelabuhan itu ramai dengan kegiatan nelayan yang sibuk menyiapkan kapal mereka untuk melaut. Bau ikan segar yang diangkut dari kapal ke pasar menguar di sekitar kami. Aku merasa seperti terbawa oleh alunan ombak yang menghampiri tepi pantai. Suara gemuruh dari deburan laut membuat hatiku berdebar-debar, seolah-olah mengajakku untuk mengikuti ritmenya.
Aku berjalan menyusuri pelabuhan yang ramai itu, mengamati kehidupan yang berlangsung di sana. Para nelayan dengan seragam lusuhnya berlalu lalang dengan kerapatan yang harmonis, sementara pasar ikan berderetan dengan aneka jenis hasil tangkapan laut yang begitu beragam. Warni-warni layar kapal yang terhentang dengan indah di tengah laut membuatku terpukau oleh keindahannya.
Kemeriahan pelabuhan itu seolah menyambut kedatangan kami dengan tangan terbuka. Aku bisa merasakan getaran semangat dan kehidupan yang begitu kuat, seakan mengalir bersama ombak laut yang tak pernah berhenti. Senyum-senyum ramah dari penduduk setempat menyambut kedatangan kami, memberikan perasaan hangat yang sulit terlukiskan dengan kata-kata.
Namun di balik kesibukan dan kehangatan itu, aku merasakan aura misterius yang menggelayut di udara. Suara ombak yang menghantam pantai, hembusan angin yang sepoi-sepoi, dan warna-warni langit senja yang berpadu dengan sinar matahari yang tenggelam, semuanya memberikan kesan mendalam di hatiku.
Ketika matahari perlahan tenggelam di ufuk barat, langit berubah warna menjadi ungu gelap yang memukau. Lautan pun berubah menjadi perangkat musik alami yang mempesona, dengan ombak yang menghantam pantai dan suara burung-burung laut yang berkicau riang. Aku terpesona oleh keindahan dan kekuatan alam yang begitu luar biasa.
Di tengah perasaan campur aduk antara kegembiraan dan kekhawatiran akan masa depan yang tidak pasti, Aku merasa tercerahkan oleh aura misterius yang menyelubungi pelabuhan ini. Dengan laut yang luas dan tak terbatas di hadapanku....
Kami tiba di Kota Hong Kong.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Noona Kim
biarlaku
2023-09-19
0
Tanata✨
narasi awalnya cantik, aku sebagai pembaca terhanyut dalam pembawaan cerita yang disampaikan oleh author.
terlebih kejadian yang di alami tokoh utama membuat saya simpati, semoga ada kebahagiaan menyambutnya nanti.
2023-09-19
0
Tanata✨
udah jatuh tertimpa tangga, dia nasibnya malang sekali🥲😭
2023-09-19
0