Beauty in the Bones

Clubhouse ini adalah salah satu anak perusahan kecil dari New World Group. Jangan dibingungkan dengan kata 'kecil', jika itu berhubungan dengan New World Group maka si kecil itu pasti pemimpin industri di bidang yang sama. Dikatakan kecil hanya karena skala perusahaan induknya terlalu besar.

Disini adalah tempat berkumpulnya orang-orang kaya di kota Hong Kong, club dengan konsumsi tinggi justru menjadi tempat favorit bagi generasi kedua yang kaya untuk menunjukkan rasa superioritasnya.

Dengan biaya member tahunan mulai dari 50,000 USD , melebihi pendapatan PDB per kapita Hong Kong, terlebih lagi ini adalah awal tahun 2000an. Pengeluaran yang sama bisa menghidupi keluarga menengah selama 5-10 tahun, di sisi lain bumi bahkan bisa membeli rumah mewah. Tapi disini, ini hanya harga tiket masuk.

Konsumsi uang yang tinggi bagaikan air yang mengalir tidak menyurutkan para generasi kedua ini untuk membuat semarak, datang di waktu apa pun, kau tidak akan pernah dapat melihat tempat ini sepi.

Bagi orang yang tidak menjangkau masuk, tempat ini adalah simbol status, kekayaan dan prestise. Tapi bagi para kaum borjuis ini, datang ke sini hanyalah seperti pergi ke taman bermain untuk melepas penat dan mendapat sedikit hiburan di tengah rutinitas dan tekanan yang ada.

Menyambut kedatangan kami adalah seorang wanita muda yang antusias, ohh dia tidak antusias pada rombongan kami, dari awal hingga akhir matanya hanya fokus pada kakak.

"Pantas saja hari ini aku dibangunkan oleh nyanyian burung murai, ternyata hari ini seorang puteri mengunjungi pondok jeramiku," mengedipkan matanya genit, dia berujar sembari menggandeng lengan Kakak.

Yang di luar dugaan ternyata Kakak tidak menolak kontak fisik dari wanita ini dan menjawab, "Apakah Madam mengeluh karena aku jarang mengunjungi?", terdapat raut tak berdaya yang lembut pada wajah yang biasanya dingin itu.

Sepertinya takut Kakak salah paham dia melepas lengan kakak dan berganti menggenggam kedua tangannya dan menjawab,

" Tidak, tidak, tidak, mana mungkin ini sebuah keluhan. Calon pengantin kita tentu saja sangat sibuk. Nona bersedia datang sesekali sudah membuatku tersanjung."

"Jika tersanjung, mengapa Madam memanggil Nona, bukankah sudah ku katakan, panggil saja Ah Ning." Kakak kembali menjawab dengan lembut.

"Ya, ya, Ah Ning adalah Ah Ning, Ah Ning~~", dia menjawab terkikik sambil menyeret nada diujung panggilannya.

Dari awal hingga akhir, tidak ada orang lain di matanya, seakan Aku adalah makhluk transparan.

Memasuki ruangan seluas 80 meter persegi yang setiap inchinya meneriakkan kemewahan, Madam membawa Kakak ke sebuah sofa berwarna ivory dan kemudian mereka duduk bersebelahan.

Madam mulai berceloteh menceritakan berbagai hal, terdengar seperti seorang anak yang baru saja pulang dan menuturkan peristiwa yang dialaminya di sekolah kepada orang tuanya.

Tapi hal-hal yang terungkap bukanlah sesuatu yang sepele. Satu saja dari informasi ini keluar, pasti membuat orang berkepentingan yang mengetahuinya akan kehilangan beberapa detak jantung karena tekanan darah yang melonjak. Berbagai titik kunci proyek jutaan dollar, disebut satu persatu tanpa henti seperti peluru yang meluncur dari senapan mesin.

Aku hanya duduk dan mendengarkan, terus menjadi manusia transparan. Lama-kelamaan aku tampaknya linglung karena mencoba menghubungkan berbagai informasi dan mencocokkannya dengan kejadian-kejadian yang terjadi di kehidupanku sebelumnya.

Namun jejak rangkaian dalam pikiranku terputus ketika pelayan membawakan minuman dan makanan ringan ke meja utama.

Sial, mengapa aku sama sekali tidak waspada dan tidak sadar kapan para pelayan datang.

Ketika aku melihat ke arah meja, ternyata Kakak dan Madam tengah menatapku dengan intens. Aku pun langsung mengelak dan membuang pandangan ke samping.

Madam berbicara beberapa patah kata kepada pelan sebelum mereka keluar, kini ruangan menjadi sunyi. Celotehan Madam tidak dilanjutkan.

Kakak dan Madam bertukar pandang, Kakak mengambil gelas minuman lalu berkata dengan datar "Kemari."

Aku berjalan dengan gontai dan menghampiri sofa, Kakak memberikan anggukan pada Madam dan mulai meminum minuman di gelasnya, tak ada satupun tatapannya melayang ke arahku, mata itu kehilangan kelembutan saat mendengar Madam bercerita dan kini kembali acuh tak acuh.

Madam mengamati ku, melihatku seperti melihat barang, setelah beberapa saat dia berkata "Lebih rendah!", aku menatapnya bingung.

Madam tidak memberiku waktu untuk terus bingung dan mencengkram daguku. "Aku ingin melihat mukamu, rendahkan tubuhmu."

Dia terus duduk sembari terus menahan daguku, membalik kanan dan kiri kemudian menatap mataku lurus.

"Mata almond, jembatan hidung cukup tinggi, wajah oval hanya saja terlalu kurus hingga tampak begitu runcing," dia membuat jeda sambil mengelus rambut dan pipiku.

"Buka semua pakaian luarmu," lanjutnya dan terus mengawasi ku.

Aku melihat Kakak, dengan wajah teraniaya melemparkan tatapan memohon namun hasilnya nihil, Kakak hanya duduk sunyi dan tak mengindahkan ku.

Dengan raut terpaksa aku mulai melepas pakaianku.

Madam sudah tidak mengawasi ku, mengambil amplop coklat yang ada di laci, mengeluarkan beberapa kertas putih dan membolak-balik beberapa saat.

"Tidak ada penyakit genetik, bagus."

"IQ 128, lumayan. Potensi bisa tumbuh tinggi hampir 170 cm, apa ini 168. Dua sentimeter yang sangat mengganggu."

Terdengar Kakak terkekeh mendengarkan gumaman Madam.

"Golongan darah tipe B positif, bagus, bukan darah langka. Sepertinya kita kedatangan pemberontak kecil. Lemak tubuh, yah. Gigi, tulang, organ pencernaan, metabolisme tidak ada kelainan dan cukup normal. Tapi apa ini?!" Madam berseru dan mengejutkanku yang sedang membuka pakaian.

"Usia 14 tahun!! Belum menarche?!"

Boom!! Wajahku pasti memerah. Pertama kalinya dalam dua masa hidup, ada orang yang terang-terangan mengatakan hal yang sifatnya pribadi langsung di hadapanku. Ahh~~ memalukan!!Rasanya ingin menghilang saja.

"Sampai usia 15 tahun, itu masih dalam rentang usia yang normal, Madam," Kakak menjawab setelah tertawa kecil."

"Bagus, bagus. Aku memang tidak pandai saat belajar Biologi." Madam berdehem setelah mengatakannya. Sepertinya dia juga malu.

Untuk mengembalikan prestisenya yang baru saja menurun, Dia membuat langkah yang mendominasi sat berjalan ke arahku yang telah melepaskan semua pakaian luar dan bahkan sepatu. Yang tersisa kini hanya dua potong pakaian dalam saja.

"Berdiri tegap!!" perintahnya.

Mengelilingi aku yang tengah berdiri, dia memberikan komentar.

"Rambutnya seharusnya coklat tua, teksturnya bergelombang besar. Dengan mata almond dan kulit warna susu seperti itu, pasti bukan dari Asia Timur. Ah Ning~~" Madam menoleh ke Kakak dengan merajuk.

"Aku ingin yang putih salju, seperti milikmu~~"

"Tidak ada konfigurasi yang cocok, Aku harus menganiaya Madam dengan yang terbaik kedua." jawab Kakak dengan nada meminta maaf.

"Baiklah. Toh, ini juga tidak buruk. Dan lihat, ck ck." Madam berdecak sambil menggelengkan kepala saat mulai mengelilingiku lagi.

"Kaki lurus dan panjang, jari-jari, telapak tangan itu.... Leher dan bahu ini, ck ck. Ini bahkan lebih sulit ditemukan daripada selembar kulit. Kukira aku mendapat jackpot." Madam membelai setiap bagian yang disebutnya.

"Seperti sebuah lagu.... "

"Beauty in the Bones!!! "

Seru Madam dan Kakak bersamaan. Jeda setengah detik, mereka saling menatap dan tersenyum. Lalu tertawa terbahak-bahak bersamaan.

Suara tawa terdengar bagaikan lonceng perak, renyah, nyaring dan ceria. Mendengarkan tawa seperti itu membuat orang memiliki keyakinan, masa depan akan selalu lebih baik.

Terpopuler

Comments

Tanata✨

Tanata✨

yang dia katakan tidak masuk di kepala

2023-09-19

0

Tanata✨

Tanata✨

kalau dalam sunda mungkin disebut "saung"

2023-09-19

0

Noona Kim

Noona Kim

pondok jerami

2023-09-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!