KETIKA HATI HARUS BERBAGI

KETIKA HATI HARUS BERBAGI

bab 1

Seperti biasanya, Nisa panggilan akrab dari Anisa Fitriani menjalankan rutinitas paginya. Di mulai dari sholat subuh berjamaah dengan suaminya, ia mulai sibuk menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya.

Setelah sarapan siap, ia bergegas ke kamar putra semata wayang mereka.

"Ayo bangun! mandi, dan sarapan sudah menunggu..!"

Iya menggelitik telinga putranya.

"Masih ngantuk, bundaa., " ucap anak berusia enam tahun itu sambil menguap lebar.

"Eit, tidak boleh malas malasan lagi..!" Anisa menarik selimut putranya, agar segera bangun.

Anisa dan Aby memang membiasakan Al untuk mandiri. Karena nya di usia yang masih enam tahun bocah itu sudah biasa tidur dan mandi sendiri, termasuk menyiapkan keperluan sekolahnya.

Setelah itu Anisa menghampiri Aby yang sedang menyisir rambutnya.

"Mas, aku minta ijin mau kerumah Abah pulang mengajar, Al aku bawa,, tadi mbak Rom menelpon, katanya Abah sedang tidak sehat..." kata Anisa sembari memungut handuk yang tergeletak di kasur.

"Abah sakit apa?" tanya Aby kemudian.

"Aku belum tau, soalnya mbak Rom tidak menjelaskan dengan detail." jawab Anisa sambil

mengikuti langkah suaminya ke meja makan.

"Apa perlu nanti Mas jemput?" tawarnya.

"Tidak usah, kan aku bawa motor."

"Owh, iya, ya..? Aku jadi pelupa gini." Aby menepuk jidatnya sendiri.

"Nanti kalau bisa pulang lebih awal, Mas akan juga akan menjenguk Abah." kata Aby sambil mengunyah makanannya.

Anisa tersenyum.

Ia memandang kagum pada suami pilihan Abahnya itu.

"Ayah dan Bunda jangan pernah berantem, ya..,!" celetuk Al tiba-tiba.

Aby dan Anisa saling pandang. Lalu mereka tertawa bersama.

"Kenapa kau bicara begitu, sayang..?" Anisa mengusap kepala putranya.

"Soalnya, ada temanku yang papa mamanya sering berantem. Jadinya temanku selalu sedih di sekolah." jawab Al dengan polosnya.

"Kami janji, Kau tidak akan pernah sedih karna Ayah dan Bundamu, benar, kan Mas Aby..?"

Aby mengangguk pasti.

"Benar kata Bunda, Ayah akan berusaha jadi ayah yang terbaik buat Al dan adik-adik kelak."

Ucap Aby berjanji membuat bocah itu merasa lega.

"Al hanya perlu belajar dengan rajin, jadi anak penurut dan jadi kebanggaan kami."

Al tersenyum bahagia.

Setelah Aby berangkat ke kantornya, Anisa pun bergegas menuju tempatnya mengajar.

Di sepanjang perjalanan, ia terkenang kembali pertemuannya dengan Aby tijuh tahun silam.

Aby dan Anisa bertemu pertama kali saat acara bakti sosial di pesantren milik Kiai Romli orang tua Anisa.

Saat itu, Aby mewakili perusahaan tempatnya bekerja untuk acara tersebut.

Aby sangat terkesan dengan kepribadian Anisa saat itu.

Anisa dan para santriwati yang lain begitu ramah dan santun saat menjamu para tamu.

Saat acara usai dan mengharuskan Aby harus pergi. Ia memberanikan diri mendekati Rokaya seorang teman Anisa.

"Assalamualaikum..!" ucapnya sopan.

"Waalaikum salam.. Ada yang saya bantu, mas?"

Aby yang saat itu masih polos menjadi salah tingkah.

"Boleh saya minta tolong"

"Minta tolong apa, ya mas?"

"Sampaikan salam saya pada Anisa, dan tolong berikan ini, bilang saja dari Aby. Saya minta jawabannya besok pagi, karna kami harus meninggalkan tempat ini segera." ucapnya tersenyum penuh harap.

Rokaya pun mengangguk dan pergi dengan sopan.

Aby menunggu reaksi Anisa setelah menerima salam darinya.

"Nis, ada salam dari Abang ganteng yang bicara di podium tadi.." seru Rokaya sambil memberikan secarik kertas dari Aby untuk Anisa.

"Apaan sih maksudnya?" Anisa menerimanya tak mengerti.

"Itu, tu si Abang namanya siapa ya? Aby. Namanya Aby, bagus, kan?"

Anisa hanya terdiam.

Pikirannya melayang pada acara tadi siang, Memang ada seorang pemuda tampan dan berwibawa sangat memukau seluruh mata yang hadir, dari gaya bicara dan penyampaiannya terlihat kalau dia pemuda berbakat dan berwawasan.

Sampai Abahnya sendiri bertepuk tangan atas penyampaian Aby.

"Gimana, jawaban mu?" desak temannya.

"Aku harus bilang apa?"

"Ih, payah..! Gitu doang pake nanya." ledek temannya.

Anisa berlari pulang dan mengunci pintu kamarnya.

Perlahan ia mengamati secarik kertas di tangannya. Lalu membaca kalimat demi kalimat yang tertera disana.

"Assalamualaikum, ya bidadari

surga.

Aku bukan orang yang romantis,

Aku juga tidak bisa menulis kata

puitis.

Aku hanya ingin mengutarakan

isi hati ku,

Sekiranya kau sudi, bisakah aku

mengenalmu lebih dekat lagi?"

ABY..

Anisa melipat kertas di tangannya.

Bukannya dia tidak simpati pada pemuda itu, tapi perhatiannya sudah tersita pada salah seorang ustadz yang teman sejawatnya.

Keesokan harinya, Abi yang merasa gelisah karna Anisa tidak memberi respon apa pun, dia bertekad akan menemui Kiai Romli langsung.

Dengan berani, Aby mengutarakan ketertarikannya pada Anisa pada pengasuh pondok pesantren itu.

"Saya mohon maaf sekali pak kiai, mungkin saya lancang dengan langsung berbicara sendiri pada kiai." ucapnya sambil tertunduk.

Kiai Romli terdiam sejenak.

Ia memperhatikan pemuda di depannya yang sedang tertunduk dengan sopan

Ia terkesan pada keberanian pemuda itu.

"Kau serius dengan keputusanmu itu?"

Aby mengangguk pasti.

"Kalau begitu, anggap saja lamaranmu sudah di terima!"

Aby mendongak tak percaya.

"Tapi pak kiai.. apa tidak sebaiknya di bicarakan pada yang bersangkutan atau orang tuanya? Walaupun saya sangat berharap, saya juga tidak mau memaksakan kehendak." kata Aby dengan ragu.

Kiai Romli tertawa.

"Kau tidak usah khawatir, saya jamin Anisa akan menerima lamaranmu."

"Lalu keluarganya? orang tuanya?" Aby bertambah heran.

"Anisa adalah putri saya satu-satunya."

Aby menatap tak percaya

"Iya, benar. Anisa Putri saya. Kalau kau bersungguh-sungguh padanya. Saya akan membicarakan ini dengannya."

Aby tertunduk malu. Antara senang dan kaget mengetahui kenyataan bahwa Anisa adalah putri pak Kiai.

Malamnya, Anisa di panggil Abahnya.

Anisa tidak bisa mengatakan bahwa hatinya sudah tertarik pada ustadz Yahya murid sekaligus kaki tangan Abahnya sendiri.

Anisa tidak mau mengecewakan harapan Abahnya.

"Abah yakin kalau Aby adalah laki-laki yang baik untuk mu. Menurutmu, bagaimana?"

"Apapun yang menurut Abah, baik. Maka baik pula menurutku." jawab Anisa berusaha tersenyum.

Akhirnya pernikahan itu pun terjadi dengan meriah.

Setelah menikah, perlahan Anisa berusaha mengenal Aby lebih dekat.

Ia terkesan atas sikap suaminya itu.

Dari hari ke hari, perasaan cinta mulai tumbuh di hati Anisa. Aby yang memang pria jujur dan baik hati, mampu menggeser posisi ustadz Yahya di hatinya.

Anisa sangat bersyukur atas jodoh pilihan Abahnya tersebut.

Apalagi semenjak kehadiran Yazid Al-bany putra mereka. membuat rumah tangga mereka semakin harmonis.

Dan sekarang dia benar-benar merasa jatuh cinta pada suaminya itu.

Anisa berusa mengimbangi cinta dan kasih sayang Aby padanya dengan hal yang sama pula.

"Assalamualaikum, Bah..!" sapa Anisa sore itu saat tiba di kediaman Abahnya.

"Abah tidak apa-apa, kau tidak usah khawatir, mungkin karena faktor usia juga."

"Bagaimana Kabar Aby? " lanjut Abahnya.

"Alhamdulillah, dia sehat, nanti kalau bisa pulang lebih awal, dia juga akan menyusul kesini."

Jawab Anisa, membuat mata tua di depannya berkaca-kaca.

Anisa merasa prihatin memandang Abahnya yang semakin tua dan sakit-sakitan.

Dukung terus karyaku ini ya guys..

Seorang penulis besar sekalipun tidak akan ada artinya tanpa pembaca...! So, dukunganmu sangatlah berarti🙏🙏

Terpopuler

Comments

vall_ceunah

vall_ceunah

mampir ya kak... semangat nulisnya 😺😺😺
mamoir di ujian menjadi seorang istri 🙏

2023-08-25

1

Nunung

Nunung

Semoga rumah tangga mereka SAMAWA ya Thor jangan sampai ada orang ke 3 di antara mereka Aamiin. semangat 💪💪❤️❤️❤️

2023-07-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!