I MADE YOU MINE

I MADE YOU MINE

Prolog dan Part 1

Hidup di kota sebesar New York tidaklah mudah bagi Dyana Alexa.

Sejak kecil Dyana sudah terbiasa hidup susah. Lahir di keluarga yang serba pas-pasan menuntutnya menjadi mandiri.

Ibunya sudah meninggal saat ia berusia enam tahun.

Selama ini dia tinggal bersama ayahnya. Ayahnya sangat menyayanginya. Begitu sebaliknya, bagi Dyana ayahnya adalah orang yang paling berarti dalam hidupnya.

Sejauh ini Dyana sudah merasa bahagia dengan kehidupannya. Walau di siang hari dia harus berperan sebagai mahasiswi semester lima dan di malam hari masih harus berperan sebagai seorang pelayan di salah satu cafe berkelas.

Namun, tidak sampai di situ. Akhir-akhir ini Ayahnya sering sakit-sakitan yang menuntut Dyana untuk bekerja lebih keras lagi.

Seakan masalah tak pernah berhenti menimpanya sebuah tragedi kecil mempertemukannya dengan Andreas Alfaro seorang CEO muda tampan yang sangat kaya raya.

Entah kesalahan apa yang telah Dyana lakukan, dia berakhir di atas ranjang pria arogan tersebut dan berkata tak akan melepaskannya.

*****

PART 1

Sinar mentari menembus gorden tipis di kamar Dyana, membuat gadis itu mengerjap dan perlahan membuka mata saat merasakan hangat di pipinya.

Dyana terduduk malas dan menatap jam weker yang berada di atas nakas di dekat tempat tidur.

Shit! Jam setengah delapan. Aku terlambat bangun.

Dyana mengumpat dalam hati, dia merasa heran mengapa dia tidak mendengar alarm berbunyi padahal dia ingat sudah menyetelnya pada pukul enam. Tapi mengapa dia tidak mendengarnya sama sekali?

Dyana bergerak turun dari tempat tidur, menggerakkan pinggangnya ke kanan dan ke kiri dan segera masuk ke dalam kamar mandi untuk melaksanakan ritual mandi kilatnya.

Tak sampai sepuluh menit Dyana sudah selesai mandi dan segera bersiap-siap dengan cepat karena banyak pekerjaan yang harus ia lakukan hari ini.

Dyana mengenakan baju lengan pendek berwarna biru laut dan memakai celana jeans panjang berwarna hitam. Sederhana memang, tapi sangat bagus dipakai oleh seorang Dyana Alexa. Dyana memang sangat sederhana dan tidak terlalu memperhatikan penampilan. Dia juga bisa dikatakan gadis yang jauh dari kata feminim dan agak sedikit tomboy.

Dyana melirik kembali jam weker di atas nakas.

Shit! Jam delapan kurang lima menit. Dia harus cepat-cepat kalau tidak mau kena komplain pelanggan karena dia terlambat mengantarkan pesanan brownis cake buatannya.

Dyana menyisir rambut cepat dan mengikatnya seperti ekor kuda yang membuat wajahnya terlihat semakin manis.

Dyana berjalan ke arah pintu kamarnya dan menekan kenop pintu. Baru saja pintu terbuka bau harum makanan sudah tercium di hidungnya. Dia melangkah perlahan kearah dapur dan seperti dugaannya ayahnya— Harry Suganda, pria asal Indonesia itu tengah menyiapkan sarapan.

"Hmmm... nasi goreng!?" ucap Dyana sembari melangkah mendekati ayahnya yang tengah menyiapkan piring dan meletaknya di atas meja makan mini, beserta nasi goreng yang baru saja diangkat dari wajan.

Harry menyunggingkan senyum melihat Dyana yang sudah duduk di meja makan dan disusul olehnya.

"Kenapa ayah repot-repot masak? Kan ayah bisa membangunkan, Dy? Ayahkan masih kurang sehat." ujar Dyana sembari menyendokkan nasi goreng tersebut ke piring sang ayah kemudian ke piringnya sendiri.

"Tidak apa-apa. Ini hanya nasi goreng, uhuk-uhuk -- ayah baik-baik saja. Uhuk-uhuk." Harry berkata lembut.

"Lihat Ayah selalu berkata baik-baik saja, batuk ayah saja belum sembuh. Harusnya tadi aku tidak terlambat bangun dan menyiapkan sarapan untuk kita."

"Tidak apa-apa. Ayah tau kamu pasti lelah seharian bekerja apalagi kamu masih harus kuliah dan malamnya kamu masih harus bekerja di cafe. Belum lagi jika ada pesanan brownis cake dan begadang membuatnya kamu juga masih harus mengantarnya. Ayah menjadi merasa bersalah padamu seharusnya ayah yang bekerja mencukupi kebutuhanmu bukan malah sebaliknya. Aku memang ayah yang payah." ucap pria paruh baya itu dengan suara lirih merasa bersalah pada putrinya yang harus bekerja keras mencukupi kebutuhan mereka.

"Tidak ayah, ayah tidak boleh berkata begitu. Ayah adalah ayah terbaik yang ada di dunia ini. Lagi pula ayahkan sedang kurang sehat jadi wajar kalau ayah belum bisa bekerja lagi." Dyana menyunggingkan senyum manisnya.

"Ayah ayo makan! Kenapa Ayah diam? Ayah tau nasi goreng buatan ayah ini sangat lezat." ujar Dyana yang melihat ayahnya belum juga menyentuh makanannya sembari kembali menyendokkan nasi goreng ke mulutnya.

"Kau memang selalu perhatian pada ayahmu ini, Nak." ucap Harry kemudian menyunggingkan senyum tipis di wajah tuanya, menatap sayang ke arah putri kesayangannya sebelum mulai memakan makanannya.

"Selesai."

Dyana kemudian berdiri setelah meminum sisa air putih yang berada di gelasnya. Dia pun menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

Pukul delapan lewat dua puluh lima.

"Ayah. Sepertinya putrimu ini harus berangkat sekarang!"

Dyana pun melangkah ke arah lemari kayu yang tidak terlalu besar yang berada di dapurnya. Dyana kemudian mengeluarkan dua plastik besar yang berisi lima belas dus brownis cake berukuran sedang rasa coklat caramel, strawberry chees dan vanilla tea pesanan salah seorang pelanggan yang hendak merayakan ulang tahun putranya di salah satu taman kanak-kanak yang lumayan terkenal di kota ini.

Melihat itu Harry berdiri dan membantu Dyana membawa kedua palstik itu menuju luar rumah mereka dan mengikatnya di kursi penumpang sepeda Dyana.

Dyana menaruh tas selempangnya yang tidak terlalu besar ke dalam keranjang yang berada di bagian depan sepedanya tak lupa dia juga memakai topi berwarna biru tua kesayangannya yang memang selalu ia pakai jika ke kampus maupun mengantar pesanan.

"Dah.. Ayah!" ucap Dyana sebelum mencium pipi kanan ayahnya dan mulai mengayuh sepedanya.

"Hati-hati, little star! Jangan terlalu mengebut membawa sepedanya!" ucap Harry menatap Dyana yang semakin menjauh yang dibalas lambaian tangan Dyana.

Pria lima puluh tujuh tahun itu terus menatap putrinya hingga menghilang di persimpangan jalan rumahnya.

*****

"Terima kasih, nyonya." ucap Dyana sopan setelah mengantar pesanan brownis cake nya.

"Sama-sama. Hati-hati Dyana." ucap wanita yang kira-kira berusia tiga puluh tahunan kepada Dyana sebelum dia kembali mengayuh sepedanya.

Dia adalah ms.Rose salah satu langganan Dyana yang memang terkenal baik dan ramah kepada siapa saja.

Dyana hanya tersenyum mengangguk kemudian kembali melaju menyusuri jalanan kota New York yang memang tidak pernah sepi di hari kerja seperti ini.

Dyana melirik jam tangannya sambil masih mengayuh sepedanya.

Pukul sembilan lewat lima belas menit. Dyana tersenyum tipis. Masih ada waktu kira-kira satu jam empat puluh lima menit lagi sebelum masuk kampus.

Dyana membelokkan sepedanya ke arah lain. Menuju suatu tempat.

*****

Flash back

"Ayah, Ibu. Aku ingin beli ice cream itu."

Gadis kecil berumur sekitar enam tahun itu merengek kepada Ayah dan Ibunya.

"Tidak, sayang! nanti kamu bisa sakit." ucap seorang wanita mengelus pipi putrinya lembut. Namun, gadis kecil yang berada di gendongan ayahnya itu malah menangis.

"Sudahlah, sayang. Turuti saja permintaan putri kita. Kau tidak kasihan melihatnya?" Sang Ayah mencoba membela putrinya.

"Kau memang selalu memanjakannya." ujar sang ibu kesal pada suaminya.

"Tentu saja. Diakan putri kesayangan ayah. Bukan begitu, Dy?" Tanya sang Ayah mengelus lembut rambut putrinya.

"Terserah kau saja. Tapi jika dia sakit kau harus bertanggungjawab!"

"Tentu saja. Diakan putriku."

"Paman? Bibi? Aku juga ingin ice cream!" Gadis kecil berusia sembilan tahun itu akhirnya ikut bersuara.

Sang ibu menatap gadis yang sedari tadi berjalan di sisinya sambil menggandeng tangannya.

"Tentu saja, Keyna." ucap sang bibi padanya sambil tersenyum.

"Ayo! Tunggu apalagi!" Sang Paman menggandeng tangan bibinya kemudian melangkah menuju penjual ice cream yang berada di dekat taman itu sambil sesekali bercanda bersama.

Flash back off

Dyana masih duduk di atas ayunan tua di salah satu taman bermain yang tidak jauh dari kampusnya.

Dyana mengayun-ayunkan kakinya sambil menatap sekeliling taman.

Taman little star. Biasa Dyana menyebutnya. Sebenarnya nama itu diciptakan oleh Ibunya. Di dukung oleh Ayahnya. Di setujui olehnya. Dan di sepakati bersama.

Bukan tanpa alasan taman ini dinamai little star. Dulu saat ibunya-- Clara Alexa wanita kelahiran Amerika itu masih ada, mereka sering datang ke taman ini baik itu siang hari maupun malam hari. Di suatu malam saat mereka berada di taman ini Dyana melihat bintang jatuh. Kemudian, dia berteriak sambil menunjuk bintang jatuh itu "AYAH!? IBU!? LIHAT BINTANG KECIL ITU MENDEKAT!" Ayah dan Ibunya menatap ke arah langit yang ditunjuk Dyana. "AYAH!? IBU!? KEMANA BINTANG KECIL ITU PERGI?" tanyanya polos kepada kedua orang tuanya.

"Mungkin dia jatuh ketengah laut, sayang." ucap ibunya.

"Ayah. Apa ayah bisa mengambilnya untukku? Itu sangat indah. Aku harus memiliki bintang kecil itu."

Kedua orang tuanya saling menatap, merasa lucu dengan perminaan putri satu-satunya itu.

"Tentu saja, tidak!"

"Kenapa? Ayah!" tanya Dyana kecewa.

"Karena tempat itu sangat jauh".

Sang ayah mengangguk, membenarkan ucapan istrinya. "Tapi kita bisa menamai taman ini little star. Bagaimana?" Lanjut ibunya untuk menghibur Dyana yang terlihat kecewa.

Dyana mengangguk setuju.

"Baiklah mari kita pulang, little star". Ucap sang ayah dan menyuruh Dyana naik ke punggungnya.

"Little star... Little star...aku akan menangkapmu". Ucap Dyana yang sudah tertidur pulas di punggung sang Ayah.

Dyana tersadar dari lamunannya saat ponselnya berdering.

"......"

"Aku akan segera ke sana."

"......."

"Aku sedang berada di taman."

"........"

"Baiklah, Julian. Sampai jumpa."

Dyana menutup teleponnya, dia menatap kembali ke sekeliling taman penuh kenangan masa kecilnya itu dan melangkah menuju sepedanya yang ia parkirkan di bawah pohon.

Dia harus segera sampai ke kampus, tiga puluh menit lagi jam belajar akan dimulai.

Dia mengayuh sepedanya dengan cepat agar lebih ia segera sampai ke kampus. Sejauh ini perjalanannya lancar. Namun, saat ia berbelok ke sebuah persimpangan, sepedanya di senggol sebuah mobil dan mengakibatkan sepeda beserta tubuhnya berhasil mencium aspal. Dyana meringis kesakitan, matanya berkilat marah ke arah seorang pria yang baru saja turun dari mobil dan berjalan menuju ke arahnya.

*****

Terpopuler

Comments

Luluk Listyaningrum

Luluk Listyaningrum

flashback nya tidak menjelaskan ttg apapun 🤔

2023-07-20

0

Wiraf

Wiraf

saya jg sering begitu...

2022-10-06

0

Mommy Bunny

Mommy Bunny

ikut pindah 😁

2021-05-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!