Dyana terus memperhatikan langkah pria tersebut dengan perasaan marah. Dyana sudah menyiapkan beribu sumpah serampah untuk memarahi pria tersebut.
Pria itu berdiri tegap di hadapan Dyana. Gadis itu mendongakkan kepalanya dan siap meneriaki pria tersebut.
Baru saja Dyana hendak bersuara pria itu langsung mengulurkan tangannya untuk membantu Dyana berdiri. Dyana menyambut uluran tangan pria itu.
Setelah berdiri Dyana membersihkan tangan dan bajunya yang sedikit kotor karena abu.
"Kau tidak apa-apa, Nona? Apa ada yang sakit?" tanya pria itu dengan lembut, wajahnya diliputi rasa bersalah.
"Sedikit." ucap Dyana datar menahan rasa perih di siku dan lututnya.
"Maafkan saya nona tapi saya sedang terburu-buru. Bos saya ingin menghadari acara penting. Jadi..."
"HEI JACK! BISAKAH KAU CEPAT. AKU SUDAH HAMPIR TERLAMBAT. SUDAH BERIKAN SAJA DIA UANG DAN KITA PERGI SEKARANG!" ucap seorang pria yang berada di dalam mobil dengan suara sarkas.
"Maaf Nona. Tapi saya harus segera pergi sekarang. Ini..."
"Saya tidak butuh uangmu!" sentak Dyana saat pria itu hendak memberinya uang.
"Tapi?"
"Simpan saja uangmu aku tidak memerlukannya! Kalian pikir dengan uang kalian bisa menyelesaikan semua masalah, Huh!?" Kekesalan Dyana yang tadinya hilang kini muncul lagi ke permukaan. "Dasar orang kaya sombong!"
"Baiklah begini saja ini kartu nama saya kalau ada apa-apa hubungi saja saya." Sembari mengeluarkan kartu nama dari dalam kantong jasnya dan memberikannya pada Dyana.
"Hei! Jack! Cepat atau kau ku pecat!"
"Iya bos. Saya segera datang." Sontak suara pria yang masih berada di dalam mobil tersebut membuat Jack langsung berlari ke arah mobil dan meninggalkan Dyana.
Dyana menatap mobil yang melaju cepat di depannya hingga hilang dari pandangan.
"DAMN IT!" teriak Dyana. Siapa sebenarnya pria yang berada di dalam mobil itu. Kata-katanya sunggung angkuh. Dyana yakin pria itu pasti sangat arogan.
Dyana benci pria itu, mendengar suaranya saja Dyana yakin dia adalah pria botak berperut buncit hingga ia tak mampu keluar dari mobil karena malas berjalan dengan perut buncitnya.
Mata Dyana beralih pada sepedanya yang masih tergelek di atas aspal, kemudian dia menegakkannya dan kembali mengayuh sepedanya menuju kampusnya. Dyana yakin dia pasti akan terlambat.
*****
Benar saja saat sampai di depan kelasnya mrs. Betty dosen sastra ingris yang terkenal sangat disiplin sudah berada di dalam kelas dan menjelaskan beberapa poin pelajaran.
Wanita berkaca mata itu langsung menghampiri Dyana saat melihat Dyana berdiri di dekat pintu.
Dyana menelan salivanya saat tatapan mengintiminasi mrs. Betty menembus pandangannya.
"Miss Alexa. Why are you late?"
Dyana masih diam memikirkan alasan yang pas yang bisa ia katakan saat ini. "Miss Alexa! Do you hear me?"
Dyana membali menelan salivanya kemudian menggangguk sebelum bersuara.
"Sorry, mam. Tadi mendapat masalah di jalan." ucap Dyana berusaha setenang mungkin agar suaranya tak bergetar.
Mata mrs. Betty beralih ke siku dan lengan Dyana yang terdapat beberapa lecet di sana. Mrs. Betty mengangguk mengerti.
"Lain kali hati-hati! Sekarang masuk sebelum saya berubah pikiran!"
Dyana menghela napas lega. Syukurlah dia tidak dihukum atau tidak diizinkan masuk dalam pelajarannya.
Dyana melangkah cepat menuju kursi kosong yang berada di sudut kelas, menghiraukan tatapan bingung teman-temannya. kemudian dia mengambil buku serta alat tulisnya. Mencoba memfokuskan diri pada penjelas mrs. Betty dan melupakan kejadian yang tadi.
*****
Pukul dua siang. Tidak ada lagi jadwal pelajaran Dyana hari ini, tapi dia masih menunggu seseorang di depan gerbang sekolah dengan sepeda yang ia pegang tepat di sebelahnya.
Sebuah mobil hitam metalik berhenti tepat di depannya. Pintu mobil itu terbuka dan menampilkan wajah seorang pria tampan di sana.
"Dyana. Apa kau sudah lama menunggu?" Ucap pria itu saat sudah keluar dari mobilnya.
"Tidak. Oh, ya Julian apa kau tidak bekerja?" tanya Dyana pada Julian—kekasihnya. Mereka sudah berpacaran selama satu tahun. Tapi, mereka sangat jarang bertemu karena keduanya sama-sama sibuk.
Selama ini hubungan mereka baik-baik saja, walau Dyana tak pernah mengizinkan Julian menyentuhnya bahkan walau hanya sekedar berciuman, bukan karena apa. Tapi, Dyana tidak merasa nyaman bersentuhan dengan pria mana pun. Dia merasa risih.
Tapi, Julian adalah sosok pria yang pengertian dan tidak pernah memaksa Dyana, itulah sebabnya Dyana sangat mencintai Julian, begitu juga Julian dia sangat mencintai Dyana. Baginya Dyana adalah sosok wanita yang sangat baik nan tangguh yang sangat sulit ditemukan di zaman sekarang.
"Tidak, aku sedang cuti hari ini karena ada urusan penting. Eh, kenapa dengan tanganmu, Dyana?" tanya Julian khawatir melihat luka yang ada di tangan Dyana.
Julian meraihnya untuk memeriksanya.
"Tidak apa-apa. Ini hanya luka kecil saja. Tadi aku jatuh dari sepedaku saat menuju ke kampus, ini semua gara-gara pria sok kaya yang menyuruh sopirnya untuk mengebut di jalan raya." ucap Dyana sembari mengingat kejadian tadi.
"Tapi ini harus segera di obati."
Julian menarik Dyana masuk ke dalam mobilnya. Dia mengambil kotak P3K yang berada di dalam dashboard dan mulai mengobati tangan Dyana.
"Harusnya kau lebih berhati-hati agar kejadian seperti ini tidak perlu terjadi lagi. Apa perlu aku membelikanmu sebuah mobil?"
Dyana segera menggeleng cepat, bukan kali pertama Julian menawarkan diri untuk membelikan Dyana sebuah mobil. Tapi, dia selalu menolak dengan alasan tidak ingin merepotkan orang lain.
"Tidak perlu Julian. Lagi pula aku masih sangat menyukai sepedaku. Kau taukan itu adalah hadiah dari ayahku saat aku memenangkan lomba memasak kue saat SMA?"
"Baiklah, aku tau."
Triiiriing....triiiring... ponsel Julian bergetar. Julian menghentikan kegiatannya mengobati luka Dyana dan meraih ponselnya.
Julian menatap Dyana sebelum menjawab teleponnya yang masih berdering.
"Halo."
"...."
"Aku akan segera ke sana."
"...."
"Baiklah."
Julian menutup teleponnya dan menatap Dyana ragu.
"Dyana aku harus segera pergi. Ada urusan yang harus aku selesaikan. Kau tidak keberatankan pulang sendiri?"
"Tentu saja, lagi pula aku membawa sepeda."
Julian bernafas lega.
"Baiklah. Hati-hati Dyana." ucap Julian saat Dyana sudah hendak turun dari mobilnya. Tiba-tiba Julian menarik tangan Dyana sehingga kembali menghadap padanya. Julian mencium pipi kiri Dyana yang membuat Dyana kaget.
"Julian! Apa yang kau lakukan!?"
"Hanya mencium pipi kekasihku. Apa itu juga salah?" ucap Julian sembari tersenyum nakal pada Dyana.
"Sudahlah, lupakan saja." Dyana kemudian turun dari mobil Julian.
"Dah.. Baby. Hati-hati di jalan." Dyana hanya melambaikan tangannya dia masih kesal akan perbuatan Julian tadi.
Mobil Julian melaju membelah jalanan kota dengan cepat. Dyana melangkah menuju tempat sepedanya dan mulai mengayuhnya menuju rumahnya untuk bersiap-siap bekerja di cafe mewah dan berkelas.
****
Pukul empat sore. Dyana sudah berada di cafe tempat dia bekerja. Cafe mewah ini sering di kunjungi oleh orang penting dan para pengusaha.
Gajinya lumayan besar dan Dyana juga sering mendapar uang tip sehingga cukup untuk membiaya kuliahnya dan kebutuhan sehari-hari. Cafe ini adalah milik seorang teman SMA Dyana— Calvin Angello. Temannya itu yang menawarkan pekerjaan ini pada Dyana saat dia sedang mencari pekerjaan paruh waktu. Di sini Dyana bekerja sebagai pelayan dan terkadang dia juga sering menjadi asisten chef bila diperlukan.
"Dyana. Ini pesanan meja nomor lima di ruangan VVIP. Hati-hati saat membawanya ini pesanan Tn. Alfaro dia adalah orang yang sangat penting. Jangan sampai melakukan kesalahan!" ucap Georgio—salah satu chef di cafe ini memperingatkan Dyana.
"Baiklah, Georgio. Kau tak perlu khawatir."
Dyana pun mendorong meja troli yang penuh dengan makanan itu menuju tempat yang dikatakan Georgio. Semua makanan ini adalah makanan mewah dan mahal, gajinya saja masih kalah dengan harga makanan ini.
Jadi, Dyana harus super hati-hati.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
KIRANIECCA
sepakat denganmu Dyana
2023-01-05
0
Vie Ibka
menarik thor
2021-01-12
0
KDewi
salam thorr, saya mampir baca karya mu yaa 😊😊😊
2020-10-29
0