Jebakan Satu Malam
"Jio jelek, balikin gak buku gue!" Haura berteriak, ia mengejar Jio di lapangan sekolah.
"Kejer gue kalo bisa." Jio tertawa sambil berlari. Dia sangat suka menjahili Aura karena cewek itu lucu saat marah-marah.
Haura Lathesia Lionard adalah putri bungsu dari keluarga Lionard. Ia memiliki satu kakak laki-laki bernama Jeandra Cakra Lionard. Keluarga Lionard sangat terkenal dengan bisnis perhotelan yang sangat sukses.
Jio Dirgantara merupakan putra tunggal dari keluarga Dirgantara. Sudah dipastikan ia akan menjadi penerus perusahaan sang papa.
Mereka sekolah di Galaksi High School, sekolah ternama yang memiliki fasilitas lengkap dan biasanya diisi oleh siswa-siswi yang berada karena biayanya yang tidak sedikit.
Saat ini mereka sedang kejar-kejaran di lapangan sekolah dan di tonton oleh siswa lain.
"Balikin Jio," ucap Haura yang sudah lelah berlari-lari.
"Cemen banget lo. Gitu aja udah capek."
"Sini lo kalo berani. Cowok kok maunya dikejar." Haura sudah sangat lelah, ia memutuskan untuk duduk di bawah pohon yang teduh.
Jio menghentikan larinya,"oh, kode nih ceritanya? Jadi lo maunya gue kejar ya." Alis Jio naik turun menggoda Haura.
Haura memasang wajah ingin muntah. "Ih najis."
"Halah, najis-najis taunya diem-diem mau."
Haura tak habis pikir, kenapa cowok ini memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi.
Haura hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia menatap Jio yang sudah ada di hadapannya. "Siniin buku gue. Gue harus ngerjain tugas dari Bu Fitri."
Jio ikut mendudukkan diri di samping Haura. Lantas ia menyerahkan buku itu. "Itu kan pr, Ra. Di rumah aja ngapa sih kerjainnya. Pr tuh singkatan dari pekerjaan rumah, makanya kerjainnya di rumah. Lo malah kerajinan ngerjain di sekolah." Omel Jio panjang lebar.
"Emangnya kenapa sih kalo gue kerjain sekarang. Gak buat lo rugi sama sekali. Gue sampe rumah nanti mau nonton drakor, soalnya tabungan episode udah numpuk. Lagian ujung-ujungnya lo nanti nyontek punya gue." Ujar Haura dengan sebal.
Jio yang mendengarnya pun hanya cengengesan saja. "Yaudah deh, udah bel tuh. Masuk kelas, kuy."
Jio berdiri lalu mengulurkan tangan kepada Haura. Gadis itu menerima uluran tangan Jio dan bangkit dari duduknya. Mereka berdua berjalan menuju ke kelas karena bel istirahat sudah berakhir.
* * *
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sekitar sepuluh menit yang lalu. Tapi Haura masih berdiri di depan gerbang menunggu jemputan. Biasanya sopirnya selalu menjemputnya tepat waktu.
"Duh, lama banget sih Pak Mamat. Mana pegel lagi dari tadi berdiri," monolog Haura yang sudah kepanasan di bawah terik matahari.
Tin!
Haura mendengar suara klakson dari belakangnya. Ia menoleh dan melihat Jio yang mengendarai motor besarnya berhenti di dekat Haura.
"Ojek, Neng?" Tanya Jio.
"Nggak, Bang. Makasih." Jawab Haura acuh.
"Oh, gitu. Yaudah Aa' tinggal ya. Takutnya ada hantu di sekitar sini, serem!" Jio berusaha menakut-nakuti Haura karena ia tahu gadis itu memang penakut.
"Tinggal aja, bentar lagi juga gue dijemput kok." Jujur saja sebenarnya Haura juga ngeri. Banyak rumor yang mengatakan sekolah ini dulu bekas rumah sakit jaman penjajahan. Ada-ada saja, sekolah elit gini kok ada setannya. Pikir Haura. Lagi pula sekolah juga sudah sepi, siswa lainnya sudah pulang dari tadi. Kesan horor pun semakin terlihat yang membuat Haura menggedikkan tubuhnya.
"Sopir lo udah bilang sama gue mobilnya lagi mogok."
Haura memasang tampang heran. "Kok Pak Mamat malah ngasih tau ke elo sih?"
Jio berdecak malas, "hp lo gak bisa dihubungin. Makanya isi batre lo penuh-penuh."
Haura sontak melihat ponselnya. Benar saja, ponselnya sudah mati.
Cewek itu cengengesan. Ia menoleh ke arah Jio. "Hehe, gue boleh naik gak ini?"
Jio merotasikan matanya. "Buruan naik."
Setelah Haura naik, Jio menarik pedal gas meninggalkan pekarangan sekolah mereka.
Setelah sampai di depan rumah, mereka berdua turun dari motor besar milik Jio.
"Lo ngapain ikutan turun? Pulang sono lu."
"Suka-suka gue dong."
Haura masuk ke dalam rumahnya, "yuhu Haura pulang."
Silvi yang muncul dari tangga pun berucap, "kamu ini masuk ke rumah bukannya salam malah teriak-teriak."
Mama Haura itu melihat cowok yang ada di samping anaknya. "Loh ada Jio juga."
"Iya Tan." Jio mencium tangan Silvi.
"Yuk, makan bareng. Tante baru aja selesai masak." Ajak ibu dia anak itu kepada anak tetangganya.
"Ayo, Tan. Jio paling suka sama masakan Tante."
"Kamu pinter banget godain orang tua, ya."
"Serius, masakan Tante itu juara di dunia, setelah masakan mami sih."
Silvi tertawa. "Bisa aja kamu."
Jio dan Silvi berjalan beriringan ke ruang makan. Sedangkan Haura yang melihatnya cengo.
"Ini anaknya gue atau Jio sih? Kok rasanya gue kaya anak pungut." Gumamnya, ia segera menyusul ibu dan tetangga laknatnya itu.
* * *
Haura sedang menonton drakor di kamarnya. Namun masalahnya adalah ....
"Kiri itu awas dia ngintip."
"Kejer bego, udah deket banget itu."
"Tolongin gue dulu ini, duh cepetan."
"Sabar ogeb, susah ini."
Duo biang rusuh ini malah main PS di kamarnya juga.
Cewek itu menarik napasnya dalam-dalam. "Berisik woy!" Teriakan Haura menggema di ruangan itu.
Dua cowok yang ada di kamarnya terkejut, membuat keduanya menjatuhkan stik PS.
"Yah, kalah gue."
"Gara-gara lo nih, Ra. Padahal bentar lagi kita menang."
Andai mereka punya mata batin, pasti mereka bisa melihat ada tanduk di kepala Haura. Cewek itu kesal setengah mati karena acara menonton drakornya diganggu.
"Lo berdua kalo mau main PS jangan di sini ogeb. Gue keganggu."
Jean berdecak, "gak boleh pelit-pelit dong, Ra. Sesama saudara gak boleh pelit, ya gak bro?"
"Yoi bro," saut Jio.
"Kalian kalo udah main lupa segalanya. Gue nonton drakor ampe gak kedengaran suaranya." Haura menarik napas sejenak, "lagian kenapa gak di kamar lo aja sih, Bang?"
"Lo kan tau kamar gue AC-nya rusak. Ya kali kita dua main disitu panas-panasan."
"Orang tua lo siapa sih? Kere amat perasaan."
Jean pura-pura memasang wajah terluka. "Wah tega banget lo ngeremehin orang tua gue. Kalo orang tua gue tau bisa abis lo sama dia."
"Orang tua lo kan orang tua gue juga, Bang." Ucap Haura yang tak habis pikir dengan kelakuan abangnya.
"Oh iya, ya. Bisa-bisanya gue lupa."
Jio yang dari tadi menyaksikan kelakuan kakak beradik itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dan tersenyum maklum.
" Gak adiknya, gak kakaknya, sama aja stresnya. Bener-bener gak waras nih dua bocah. Mending gue pulang aja daripada ketularan gilanya." Jio bergumam yang pastinya hanya bisa di dengar telinganya sendiri.
"Gue pulang aja deh," pamit Jio kepada dua orang itu.
"Dah pulang aja lo," sahut Haura.
"Kok pulang, Bro? Gak lanjut nih?" Tanya Jean sambil menunjuk ke arah PS.
"Males gue. Anaknya om Axel sengklek semua."
Jean dan Haura yang mendengarnya pun shock di tempat. Memang Jio ini berani sekali mengatai mereka berdua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Silvi Aulia
semangat Kak ,maap baru bisa mampir 🤗
2023-07-28
1
Emi Emiemi
nyimak dulu ka
2023-07-27
0