Bab 5 Tidak Tahu Apa-apa

Haura menyerahkan kotak bekal setelah Jio kembali dari kantin.

"Tumben lo buatin gue bekal? Atau lo beneran diem-diem suka sama gue?" Jio menunjukkan raut wajah terkejut.

Haura mendorong kening Jio menggunakan telunjuknya, "dih, ogah gue suka sama lo. Itu dari Sarah."

"Sarah yang mana? Bukannya lo udah gak mau terima kaya gini dari fans gue?"

"Sarah yang itu loh, anak beasiswa yang pake kacamata. Sering dibully sama gengnya Larissa, mereka sekelas juga." Jelas Haura detail.

"Oh yang itu. Pantes lo terima, pasti kasihan."

"Sesekali jadi orang baik."

"Emang selama ini lo gak baik?" Tanya Jio.

"Kurang baik."

"Berarti D dong nilai lo. Kenapa peringkat satu?"

Haura tak paham. "Hah? Maksudnya?"

Jio menampilkan raut datarnya. "Gak ada."

"Lo kalo ngejokes yang bener dong, gak ngerti gue."

"Lo aja yang lemot."

"Dih, ngatain gue lo?!"

"Udah ini makan, buat lo aja." Jio menggeser kotak bekal itu.

"Ini buat lo, kenapa lo kasih gue?"

"Gue kenyang."

Memang benar Jio baru saja makan di kantin. Namun, Haura tak sepenuhnya percaya. "Tapi dia kan buat ini udah effort, masa gue yang makan sih?"

Jio berdecak, "gue tau lo belum sarapan tadi pagi. Tadi juga lo gak ke kantin. Makan aja apa susahnya sih?"

Tepat setelah mengatakan itu perut Haura berbunyi minta diisi.

Haura meringis malu. Sedangkan Jio tersenyum sombong.

"Tuh kan, perut lo aja udah minta diisi."

"Yaudah deh gue makan."

Haura memakannya dengan lahap. Ia makan sampai habis, menurutnya makanan yang diberi Sarah lumayan juga. Walaupun masakan sederhana tetapi rasanya enak.

Tiba-tiba Haura teringat sesuatu. "Jio, gimana kalo Sarah nanya makanannya sama lo?"

"Gue jawab aja dimakan sama lo, gampang."

"Kan elo yang nyuruh gue makan." Haura memberengut. "Jawab aja masakannya enak, ya Jio ya?"

"Hm, iya deh."

* * *

Jean ada kelas siang ini. Begitu jam menunjukkan pukul sebelas, ia langsung tancap gas menuju kampus.

Begitu sampai di kampus ia memarkirkan motornya. Jean berjalan menuju kelasnya, tapi tiba-tiba dia berhenti saat melihat kerumunan.

"Minggir."

Orang-orang menyingkir saat mengetahui Jean yang mengatakannya. Terlihat seorang gadis terduduk di tanah dengan penampilan acak-acakan. Bau amis dari telur yang pecah menusuk indra penciumannya.

"Siapa?" Jean bertanya pelan. Siapapun tahu suara Jean sarat akan ancaman.

"Siapa yang berani ngelakuin ini ke dia?" Tanya Jean sekali lagi.

Hening.

Tidak ada satupun dari mereka yang membuka mulut. Berurusan dengan Jeandra Cakra bagi mereka bukan sesuatu yang mudah.

"Gue hitung sampe tiga kalo gak ada yang ngaku," Jean menatap satu persatu dengan tajam. "Gue pecahin telur busuk di kepala kalian semua."

Salah satu di antara mereka membuka suara. "Lily. Dia yang buat Alea jadi kaya gini."

Jean mengangguk. Dia menyuruh kerumunan itu bubar. Lalu membantu gadis yang menangis itu untuk berdiri.

"Kamu gak pa-pa, Alea?"

Gadis itu terlihat menyedihkan. Ia hanya mampu menganggukkan kepalanya.

"Ayo, kita harus bersihin ini."

Jean membeli pakaian baru untuk dipakai Alea. Setelah berganti pakaian mereka masuk kelas masing-masing.

Kelas Jean sudah berakhir, hari ini jadwalnya hanya satu mata kuliah saja. Jean mencari Lily, orang yang sudah menindas Alea. Namun, saat melewati gudang di fakultas seni, Jean mendengar suara rintihan. Ia buru-buru mendatangi gudang itu dan membuka pintunya dengan kasar.

"Belum puas lo siksa Alea tadi, sekarang lo tambahin lagi?"

Lily gugup. Ia kepergok oleh Jean. Padahal selama ini ia selalu berhati-hati. Tapi entah kenapa seharian ini ia diliputi rasa cemburu yang membuat dirinya gegabah.

Jean berjalan dengan santai mendekati Lily. "Lea ada salah sama lo?"

Lily menjawab dengan takut-takut. "Je... lo gak tahu apa-apa."

"Kalo gitu bilang biar gue tahu."

"Gu-gue gak bisa bilang. Ini terlalu rumit." Lily menjawab dengan nada bergetar.

Jean mencengkeram kepala Lily menggunakan sebelah tangannya. Lily meringis menahan sakit. Tatapannya datar, "gue muak," Jean berbisik lirih. "Gue tiap hari berusaha sabar sama kelakuan lo. Kalo aja Alea gak sebaik itu, udah gue hajar lo dari dulu. Gak peduli sekalipun lo perempuan, sampe berani-beraninya lo ngusik punya gue, abis lo."

Jean menghempaskan tubuh Lily sampai terjatuh. Lily yang merasa sakit menangis.

"Ada yang sakit, Le?" Jean memeriksa tubuh Alea.

Alea menggeleng. "Kamu gak perlu khawatir," suaranya serak. Alea mengukir senyum hangat.

Jean memeluk gadis itu erat. Sesekali dia mengecup pucuk kepala Alea. "Syukurlah kamu gak kenapa-kenapa."

Sedangkan Lily menutup mulutnya erat-erat melihat Alea yang memasang wajah mengerikan. Air mata Lily semakin mengalir deras. Sudah Lily katakan, Jean sungguh tidak tahu apa-apa.

* * *

"Gal, lo kenal cewek ini?" Seorang cowok menunjukkan sebuah foto.

Galen mengangguk, dia mengenali gadis yang berada di foto itu. "Kenal. Kenapa emangnya?"

Cowok itu menyeringai, "kalo lo mau mobil gue, lo harus bisa tidur sama dia."

Galen terkejut. "Gila lu, Rak!"

"Lo kaya baru kenal Raka aja. Dia kan emang gila," ucap Rendi sembari tertawa.

"Lo mau nggak? Gue baru beli mobil itu, lumayan kan." Ujar Raka meyakinkan.

Galen bingung. Kondisi keuangan keluarganya beberapa bulan ini memang tidak stabil. Karena kesalahan ayahnya membuat perusahaan mereka rugi besar. Yang paling menyebalkan Galen sedang membutuhkan uang saat ini. Tapi gadis itu adalah teman sekolahnya. Dia benar-benar bingung memilih keputusan.

Galen memperhatikan Raka yang menuang minuman alkohol ke gelasnya. Menenggak minumannya, Raka balik menatap Galen.

"Lo ragu? Niat gue cuma bantu lo padahal."

Rendi tertawa lagi. "Terima aja sih, Gal. Kesempatan gak dateng dua kali. Kan lumayan bisa nidurin cewek, dikasih lagi mobil lagi."

"Kenapa gak lo aja?" Tukas Galen.

"Gue kan gak satu sekolah sama dia."

Galen bimbang, Raka dapat melihat dari ekspresi wajahnya. Raka tersenyum, sebuah kesenangan baginya saat memberikan pilihan yang mengorbankan hati nurani seseorang. Menurutnya Galen terlalu baik, tapi terus-terusan ia bisa berteman dengan Raka. Karena Raka tidak menyukai orang baik, makanya ia menyuruh Galen melakukan sesuatu yang menyenangkan bagi Raka.

Raka yakin dalam hitungan ketiga Galen akan menerimanya.

Satu.

Dua.

Tiga.

"Oke, gue mau."

Raka tersenyum senang. "Bagus. Ini baru temen gue."

Sedangkan Galen mendengus keras. "Berapa lama waktunya?"

"Dua bulan cukup kan? Kalo lo bisa tidur sama dia lo dapet mobil gue. Kalo ditambah sama fotonya gue tambahin sepuluh juta."

'Sial. Dia tahu kalo gue gak bakal bisa nolak.' Galen membatin dalam hati.

Wajah Galen terlihat keberatan, tapi ia mengatakan, "deal."

Raka menaikkan sudut bibirnya. "Gue tunggu kabar baiknya."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!