Hari ini adalah hari Rabu. Hari dimana eskul box melakukan latihannya. Reo bersama Leo, teman satu eskulnya sedang beristirahat di pinggir lapangan sambil meminum sebotol air mineral.
"Kemana adik lo?" tanya Leo kepada Reo, Reo mengangkat bahunya acuh.
"Tumben, biasanya setiap hari Rabu dia pasti semangat," ucap Leo kembali, Reo melirik. "Maksud lo?"
"Ya, kan sekarang eskul box barengan sama eskul pmr." Jelas Leo.
Seolah mengerti, Reo mengangguk dan kembali ke pandangan awalnya yaitu orang yang sedang bergelud.
Tapi karena dia merasa ada yang sedang memperhatikannya, dia langsung mengedarkan pandangannya untuk mencari mata itu.
Tentu akan sangat sulit bagi dirinya mencari sepasang mata yang membuatnya merasakan keanehan itu karena, SELURUH MATA MURID DI SEKOLAH ITU BERTUJU PADANYA.
Tiba - tiba tatapan Reo bertabrak dengan seseorang yang sedang menyender ke tembok pinggir pintu ruang uks.
"Reo! Cepat uji kelas sepuluh ya!" Perintah Leza--pelatih box, Reo mengangguk lalu bangkit dari duduknya.
Reo berdiri di depan jajaran kelas sepuluh dan memulai latihannya gerakan demi gerakan yang sudah di beri pelatih.
Namun, Serira tidak bisa fokus dengan gerakan yang di berikan karena terlalu terpesona dengan aura yang keluar dari dalam diri Reo.
Reo yang melihat seorang gadis yang hanya terdiam menatapnya itu langsung terhenti dan menghampirinya.
"Lo mau latihan nggak? Kalo nggak keluar barisan, jangan ngeganggu." Sentak Reo yang mengejutkan Serira yang sedang melamun.
"Ma--maaf kak," jawab Serira yang tetap berada di tempat. Reo menatap Serira dari ujung rambut hingga kaki, lalu kembali ke tempatnya.
"Semua lawan gue satu - satu." Perintah Reo datar. Semua mengangguk lalu memulai antrian.
Satu persatu, kelas sepuluh memberikan pukulan yang sudah mereka pelajari sebelumnya. Namun dari semua orang, tak ada satu pun yang bisa memberikan pukulan kepada Reo karena sebelumnya langsung Reo tangkis hingga tidak mengenai dirinya.
Bruk!
Reo terjatuh dari pukulan keras yang baru saja terjun di pipinya.
"Yah gimana sih. Senior kok lembek gini!" seru Leza. Reo bangkit dengan oleng.
"Lo nggak papa?" tanya Leza khawatir, Reo menggeleng. Leza lega dengan jawaban Reo yang walau hanya dengan gelengan. Tak lama dari itu, Leza di buat terkejut karena tiba - tiba Reo terjatuh kembali ke tanah.
Semua orang yang melihatnya langsung menggerumbu mendekati Reo. Leza yang panik hendak memangku Reo namun tiba - tiba ada anggota pmr yang menerobos gerombolan dengan membawa tandu darurat.
"Biar kami yang angkat." Ucap ketua pmr dengan mengomando anggotanya.
Leza mengangguk lalu menjauhi Reo yang kini sudah di angkat ke tandu oleh anggota pmr. Tak lama, Reo pun di bawa ke ruang uks untuk di beri pertolongan pertama.
Semua yang menyaksikan itu langsung bergelombol mengikuti para pmr yang sedang mengangkut Reo. Namun Ririn cepat - cepat menutup pintu uks dan hanya menyisakan anggota pmr di dalamnya.
"Baringin di kasur!" titah Ririn yang langsung di lakukan oleh anggota lelakinya.
Setelah Reo terbaring, Ririn langsung mendekati tubuhnya dengan duduk di samping kasur.
"Siniin tas PP." Titah Ririn kembali, Leona langsung mengambilnya kemudian memberikan ke tangan Ririn.
Ririn membuka tas nya kemudian mengambil kapas dan etanol untuk membersihkan terlebih dahulu luka di bibir Reo.
"Rin," panggil Leona, namun Ririn masih acuh dan malah terus mengobati Reo yang sedang tertidur pulas, bukan tidur sih, pingsan.
"Rin kalo Reo tahu kan bis--"
"Yauda sih nggak peduli." Potong Ririn yang telah selesai membersihkan luka. Selanjutnya ia mengambil obat merah yang di tuangkan ke kapas kemudian dengan pelan - pelan di berikan ke luka Reo.
Rio merasakan rasa pusing di kepalanya dan silau di matanya. Tidak hanya itu, Reo juga merasa ada sesuatu yang perih nyentuh bibirnya.
Reo langsung menangkap tangan Ririn yang sedang mengobati Reo dengan cengkraman yang kuat agar Ririn menghentikan aktivitasnya saat itu juga.
Reo mencoba untuk menimalisir cahaya yang masuk ke matanya dan mencoba membukanya. Tapi yang pertama Reo lihat adalah Ririn.
"Ngapain lo."
Ririn mengerutkan alisnya.
"Lo nanya atau ngasih tau?" tanya Ririn kebingungan dengan nada yang Reo berikan.
"Terserah lo." Jawab Reo tak peduli. Ririn pun tertawa.
"Argh!" Ringis Reo ketika Ririn menekan luka Reo kasar.
"Sakit ****!"
"Sakit? Preman kayak lo bisa ngerasain sakit?" tanya Ririn merendahkan, Reo malingkan wajahnya.
"Gue bukan preman." Jawab Reo simpel. Ririn pun terketawa kecil.
Reo mengambil posisi duduk dan nyender ke tembok karena ia merasa aneh jika ia tidur dan Ririn duduk.
"Kayaknya yang gue liat ngerokok di rooftof itu lo deh, bukan Rio." Lantang Ririn yang buat mata Reo terbelak jelas.
"Apa maksud lo!" seru Reo tidak terima jika rahasianya terbongkar begitu saja. Padahal dia sudah nyembunyikan fakta itu dari enam tahun yang lalu.
"Maksud gue? Gue harus ngejelasin dulu sama lo kalo lo itu sebenarnya preman yang suka ngerokok di rooftof. Bahkan juga lo sering ke club setiap malam Jumat dan--"
"Cukup!" potong Reo yang tidak menyangka dengan semua pernyataan Ririn. Mengapa dia bisa tahu semua rahasia Reo?
"Hoho.. takut ketahuan ya? Kita kan cuman berdua." ucap Ririn merendahkan, Reo semakin geram dan benci kepada wanita yang ada di hadapannya ini.
Ntah kenapa walau Reo sering bertemu dengannya dan di suruh oleh orang tuanya untuk dekat dengan Ririn, Reo selalu menolak karena setiap mendengar namanya saja ia sudah pasti benci kepadanya.
"Tahu dari mana lo semua itu?" tanya Reo memastikan untuk membunuh sumber dari segalanya.
Setahunya, orang yang paling bejat di sekolah yang ia tempati sampai ngeclub itu cuman Reo seorang, sebagian lainnya dari SMA 2. Tapi mengapa Ririn bisa tahu?
"Kenapa harus gue jawab?" tanya balik Ririn. Reo bergeram kesal.
Reo langsung mendeketi Ririn dan mencengkram tangannya dengan keras agar Ririn kesakitan sambil menatap matanya.
"Awas kalo semua berita itu nyampe ke telinga orang lain!" tegas Reo yang hanya di pandang remeh oleh Ririn.
"Kenapa gue harus takut sama lo?" balas Ririn yang malah melawan Reo.
Reo mengeraskan kwmbali cengkramannya, namun anehnya Ririn tidak meringis sama sekali. Ini cewek terbuat dari apa?
"Lo pikir gue cewek lemah apa? Sakit sama cengkraman begini doang!" sentak Ririn yang ingin terlihat lemah.
"Trus kenapa muka lo merah?" tanya Reo penasaran. Ririn langsung meraba mukanya sendiri.
Tak lama dari itu, Ririn mendorong muka Reo dengan keras sehingga kepala Reo terbentur dinding.
"Aww!"
"Eh! Ma--"
"Ya." Reo langsung memaju kan dirinya ke ujung kasur lalu turun dari kasur.
"Lo ma--"
"Ya." Reo membuka knok pintu dan tiba - tiba banyak orang yang jatuh di depannya, dengan refleks Reo mundur beberapa langkah untuk menghindari orang - orang yang berserakan itu.
"Ngapain kalian disana? Kakak kan udah nyuruh kalian buat latihan dikelas sama di lapang! Kenapa kalian malah di pintu!" seru Ririn ke orang - orang yang sedang sujud di depan Reo.
"Ma--maaf kak, tadi kita mau bawa tas PPnya, ketinggalan," jawab salah satu adik kelas sambil ketakutan. Reo memaki pelan Ririn.
"Kakak kan udah bilang latihannya nggak usah pake alat PP beneran. Kalian cuman latihan respon sama pemeriksaan fisik aja, nggak usah sama alatnya." Jelas Ririn dengan sedikit tenang. Entah mengapa Reo jadi teringat dengan ibunya yang hampir mirip dengan Ririn.
Jika misalnya ayah Reo melakukan kesalahan yang sebenernya salah ibu Reo sendiri, tetep aja yang di salahin ayah Reo.
Reo jadi rindu kepada ibunya. Padahal ia baru bertemu pagi tadi dengan sang mama. Kira - kira mama lagi apa ya? batin Reo.
Drrt drrt
Tiba - tiba ponsel Reo berdering dan menunjukan profil ayahnya yang ia beri nama 'Putra bokap.'
Reo menekan tombol hijau yang langsung di respon dengan teriakan ayah Reo.
"Reo! Cepet ke rumah sakit mama lo pingsan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
~ ♡ ~
gak salah nih bapak anak pake lo gue hhmm..
wow mantullll gilakkk gokiellll hhahaha
2019-11-17
8
Kurnia Herfiana Nia
hadeh...rada puyeng ya...Nama tokonya belibet semua pke huruf R😔😔
2020-07-15
4