Takdir Cinta (Mantan Pendosa)

Takdir Cinta (Mantan Pendosa)

Episode 01

POV Anisa

Aku melangkahkan kakiku menyusuri gang sempit dimana rumahku berada, berjalan menuju jalan raya guna mendapatkan angkutan umum yang biasa mengantarku ke sekolah.

"Ck, udah gerimis aja masih pagi gini," keluhku.

Aku mempercepat langkahku, dan beruntungnya angkot yang menuju sekolah sudah ngetem ditempat biasa aku menunggunya.

Dan seperti pagi sebelum - sebelumnya, penumpang selalu berdesakan didalam kendaraan yang bermuatan kurang lebih empat belas penumpang. Kali ini aku mendapat jatah duduk tepat disamping pintu masuk angkot.

Ku tolehkan wajahku kearah luar, "Yaaahhh... Tambah deras," keluhku dengan nada suara yang lirih. Pasti jalanan akan banyak yang tergenang air, dan sekarang cipratan air hujan sudah masuk kedalam mengenai rok abu - abuku.

Setelah menempuh perjalanan yang dipenuhi drama oleh banyak supir angkot, akhirnya kendaraan persegi panjang panjang ini berhenti juga tepat didepan sekolahku.

Aku keluar dan tak lupa memberikan uang dari jasa pak supir yang mengantarku sampai ke sekolah. Aku berlari memasuki gerbang sekolah dengan tas yang ku gunakan sebagai pelindung kepala agar tak terkena air hujan yang mulai mereda.

"Huuuh... Akhirnya sampai juga,"

Oh iya, nama ku Anisa, Nur Anisa lebih lengkapnya. Aku anak dari pasangan Bapak Waluyo dan Ibu Ningrum. Bapak bekerja sebagai buruh bangunan di sebuah perusahaan kontruksi di daerah ku, tapi sungguh malang nasib bapak yang mengalami kecelakaan kerja dan meninggal ditempat enam bulan yang lalu. Sedangkan ibuku hanya seorang pedagang yang menjual makanan untuk sarapan bagi ibu - ibu yang malas memasak dipagi hari. Ya, aku adalah anak yatim dan dari kalangan masyarakat kelas bawah. Dan untuk sedikit meringankan beban ibu, sekarang aku juga ikut mencari uang dengan bekerja disebuah grosir sembako didekat rumahku.

Aku memiliki perawakan cukup mungil dengan tubuh kurus dan tinggi kurang lebih hanya 155 cm. Aku juga memiliki rambut hitam lurus nan lebat bak iklan shampo yang ada di tv - tv. Jangan lupakan dengan warna kulitku yang kuning langsat khas wanita Indonesia. Kalau untuk masalah kecantikan itu tentunya relatif bagi semua orang, tapi ibu selalu memuji wajahku dengan kata cantik. Ya wajar aja sih, gak mungkinkan orang tua sendiri bilang kalau anaknya jelek? Hehehe...

Bangunan yang kini ada di hadapanku ini merupakan sekolah elit yang cukup terkenal yang ada di daerah ku. Jangan tanya kenapa aku bisa sekolah disini? Ya tentu saja karena dengan adanya bantuan beasiswa yang pihak yayasan berikan pada anak yang pintar tapi kurang beruntung seperti ku untuk mengenyam pendidikan di sekolah bertaraf internasional seperti Galaxy School ini.

Aku berjalan menyusuri koridor menuju kelas ku berada. Aku mengibaskan rok dan tas ku yang basah karena terkena air hujan. Banyak yang menatapku Dengan tatapan yang tak terbaca, ada juga yang menatapku dengan sinis, dan tak sedikit juga yang mau menyapa anak dari kalangan bawah seperti ku.

Di sekolah ini rata - rata adalah anak dari orang kaya, ya... meski ada juga yang berasal dari golongan sama seperti ku, dan kebanyakan itu adalah murid beasiswa.

"Nis!"

Ku tolehkan wajahku kearah suara yang memanggil namaku. Aku tersenyum saat mendapati Pinkan; teman sekelasku yang baru saja keluar dari kelas pacarnya. Hanya gadis inilah yang mau menganggap ku dengan tulus sebagai temannya tanpa embel - embel apapun. Meski ia adalah anak orang kaya, tapi dia tidak pernah menganggapku berbeda darinya. Katanya, 'Yang kaya itu bokap gue. Gue cuma numpang kaya aja,' dan aku cukup salut dengannya.

"Kan!" Aku tersenyum ramah padanya. "Is is is.... Pagi - pagi udah ngapel aja." Ucapku sambil menggelengkan kepala.

Kulihat ia hanya meringis kecil, "iya dong. Tadi malam gak sempat ngapel soalnya," ucapnya sambil menampakan wajah cemberutnya.

Pinkan mengajakku berjalan menuju kelas dan meninggalkan kelas pacarnya; Dito.

"Kenapa?" tanya ku sedikit penasaran. Padahal biasanya Pinkan dan pacarnya sering jalan, bahkan hampir tiap malam. Seperti tak ada kata bosan bagi keduanya.

"Gue dimarahi bokap karena ketahuan sering keluar malam sama cowok." Cengirnya sambil menggaruk pelipisnya.

Aku mendengus. Sudah sering ku ingatkan padanya agar mengurangi kegiatannya yang satu itu. Tapi Pinkan selalu beralasan, "Gue suntuk. Dirumah tuh sepi banget kayak kuburan. Orang tua gue selalu sibuk sama pekerjaan dan bisnis mereka. Gue udah kayak dianggap gak pernah ada dihidup mereka,"

Bruuuk,

Tiba - tiba aku menabrak seorang gadis yang terkenal sombong dan sok paling cantik disekolahan, meski memang begitu sih kenyataannya. Aku pun meringis dengan kebenaran itu. Apalagi gadis itu adalah anak dari salah satu donatur terbesar disekolah ini. Makin bertambah lah keangkuhannya.

"Maaf!" ucapku dengan tulus.

"Heh! Kalau jalan itu pakai mata dong," sarkasnya dengan suara yang cukup keras, sehingga kami menjadi bahan perhatian. Maklum keadaan sekolah saat ini mulai ramai.

"Ya aku 'kan udah minta maaf. Kamu kok kasar begitu ngomongnya," ucapku tanpa rasa takut sedikitpun padanya.

"Berani lo ngelawan sama gue?" berang gadis itu yang dikenal bernama Sisil. Sedangkan kedua temannya yang berada di kanan dan kirinya bersedekap dada dengan wajah yang tak kalah angkuhnya.

"Kenapa aku harus takut sama kamu?" jawabku dengan santainya.

"Eh Sil! Nih anak 'kan salah satu anak beasiswa," ucap Dinda; salah satu teman Sisil.

"Oh ya?" Sisil menatapku dengan tatapan yang begitu remeh, ia memindai ku dari atas sampai bawah dan balik lagi keatas. "Anak beasiswa aja belagu dan berani nantangin gue?"

Perasaan ku mulai tak enak. Aku memutuskan untuk mengakhiri interaksi yang mulai tak biasa ini. "Udah yah, aku malas ribut. Sekali lagi aku minta maaf udah nabrak kamu." Aku bergegas pergi meninggalkan tiga cewek angkuh dan diikuti oleh Pinkan.

"Heh! Urusan kita belum selesai ya," pekiknya, namun aku tak ingin menghiraukannya.

"Sombong bener tuh cewek," gerutu Pinkan saat kami mulai menjauh dari Sisil dan kawan - kawannya.

"Dah lah, biarin aja. Orang kayak gitu gak usah diladeni. Tar malah masalah kecil jadi masalah besar," ucapku menenangkan kekesalan Pinkan.

Aku sungguh beruntung memiliki teman sepertinya. Meskipun ia salah satu murid dari kalangan orang berada, tapi Pinkan tak mau menyombongkan apa yang ia miliki pada orang lain, apalagi pada orang yang tak punya sepertiku.

Saat berjalan menuju kelas, netraku menangkap sosok yang begitu menawan bagiku. Cowok dengan perawakan tinggi dengan tatapan mata yang begitu tajam. Hidungnya mancung bak perosotan anak TK dengan kulit putih bersihnya. Tanpa disengaja tatapan kami berdua saling tertauh satu sama lain, namun itu hanya beberapa detik saja. Sayang, aku hanya berani untuk mengagumi, tak berani memupuk rasa ini menjadi hal yang lebih. Karena aku sadar, aku tak 'kan bisa untuk menggapainya.

Kini aku dan Pinkan sudah duduk dibangku kami masing - masing untuk mengikuti pelajaran pagi ini. Dan kebetulan tak lama kami sampai dikelas, gurupun datang untuk memberikan materinya pada kami.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Tiana

Tiana

hmm.. nyimak dulu

2023-10-16

2

Chandra Dewi

Chandra Dewi

Baru ketemu ceritanya dan mulai baca,tp boleh ralat sdkt ya Ka,yg sudah meninggal kan ayahnya,jd Nisa anak yatim,bukan piatu..Semangat berkarya Ka

2023-08-01

0

lili

lili

hadir kakak kayaknya seru...

2023-07-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!